Generasi Awal Muhammadiyah & NU Ternyata Pendukung Khilafah


Voa-Khilafah.co.cc - Kalau membaca buku semisal “Ilusi Negara Islam” yang diterbitkan oleh LibForAll Foundation, dikesankan bahwa NU dan Muhammadiyah adalah gerakan yang menolak dengan tegas ide khilafah. Buku ini bisa dinilai sendiri kejujurannya penerbitnya karena menuai protes (bahkan sampai diadukan ke polisi) bukan dari orang lain, namun dari penulisnya sendiri yang merasa dicatut namanya untuk menjustifikasi isi buku ini. Bisa dibaca di:http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/05/28/brk,20090528-178570,id.html.
Benarkah NU dan Muhammadiyah adalah gerakan yang menolak ide khilafah? Kalau kita baca sejarah awal kedua organisasi ini, justru akan kita dapatkan fakta sebaliknya.
Pada tgl 4 Agustus 1924, para pemuka masyarakat dari kalanganMuhammadiyah, Al Irsyad, Syarikat Islam (diketuai Wondo Soedirdjo, wakilnya KH. Abdul Wahab Hasbullah, yg kelak jadi organisator NU), Nahdhatul Wathan, Tashwirul Afkar, At Ta’dibiyyah, dan ormas Islam lainnya mengadakan Komite Khilafahdi Surabaya dalam upaya menegakkan kembali khilafah Islam yang diruntuhkan pada tanggal 3 Maret 1924, yakni akan menghadiri kongres khilafah di Kairo, Mesir. Lihat disini:http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/berkaca-pada-politik-islam-di-turki-3.htm. Video 3gp bisa dilihat disini:
lanjutannya:
***
Setelah saya baca buku “Ilusi Negara Islam” tersebut, ternyata terdapat ‘ilusi’ dalam pengutipan kitab yang tidak sesuai dg konteksnya, yakni pada halaman 252 mengutip Syarh An Nawawiy atas shahih Muslim:

فيه دليل على أن النبي صلى الله عليه و سلم لم ينص على خليفة وهو إجماع أهل السنة وغيرهم

hadits ini merupakan dalil bahwasanya nabi SAW tidak menentukan (secara tertulis) atas khalifah (sesudahnya). Dan hal ini adalah kesepakatan (ijma’) ahlus sunnah dan yg lainnya.
Konteks hadits dan penjelasan Imam Nawawi tersebut tidak ada kaitannya dengan wajib tidaknya khalifah, namun berkaitan dengan apakah Nabi menunjuk seseorang untuk menjadi khalifah setelah beliau atau tidak, dan ahlus sunnah dan yang lainnya berpendapat bahwa tidak ada penunjukan kepada seseorang untuk menjadi khalifah, berbeda dg syi’ah yang menyangka bahwa Ali lah yg ditunjuk dan ditetapkan nabi sebagai khalifah setelah nabi wafat, sebagian menyangka Abu Bakar yg ditunjuk, sebagian menyangka Abbas bin Abdul Muththalib yg ditunjuk.
Imam Nawawi (wafat 676 H) sendiri menulis dalam kitab yg sama: juz 12 hal 232:

واتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقَدَ لخليفتين في عصر واحد سواء اتسعت دار الإسلام أم لا

Telah sepakat para ‘ulama bahwa tidak boleh diangkat dua orang kholifah dalam waktu yang sama , sama saja apakah Darul Islam itu luas atau tidak.
Sedangkan dalam Shahih Muslim,  juz 12/205 (maktabah syamilah) imam Nawawi menulis :

وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة ووجوبه بالشرع لا بالعقل

Dan mereka (kaum muslimin) sepakat bahwa sesungguhnya wajib bagi kaum muslimin mengangkat Kholifah, dan kewajiban (mengangkat khalifah ini) ditetapkan dengan syara’ bukan dengan akal. (lihat juga ‘Aunul Ma’bud, 6/414, Tuhfatul Ahwadzi, 6/397)
Ibnu Hajar Al Haytami Al Makki Asy Syafi’i (wafat 974 H) dalam kitabnya : الصواعق المحرقة على أهل الرفض والضلال والزندقة juz 1 hal 25 menulis:

اعلم أيضا أن الصحابة رضوان الله تعالى عليهم أجمعين أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب بل جعلوه أهم الواجبات

Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para shahabat r.a telah ber ijma’ (sepakat) bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang terpenting.
Penulis buku الفقه على المذاهب الأربعة mengatakan

اتفق الأئمة رحمهم الله تعالى على أن الإمامة فرض،

 Telah sepakat para Imam Madzhab semoga Allah merahmati bahwa imamah (khilafah) adalah fardlu (wajib).
Oleh sebab itu, tidak ada ‘ulama yang mengingkari kewajiban menegakkan khilafah ini baik dia ahlus sunnah, syi’ah maupun khawarij sekalipun. Adanya pengingkaran ini baru muncul setelah khilafah runtuh, yakni dibawa oleh syaikh Ali Abdul Raziq, seorang profesor imu kesusasteraan Al Azhar Kairo, lewat buku yang sangat kontroversial berjudul "Al Islam wa `Ushul Al Hukm", buku inilah yang banyak di copy-paste dan cikal bakal munculnya penolakan akan kewajiban ini. Namun Dr. Dhiya’uddin ar Ra’is setelah meneliti buku tersebut meragukan kalau buku tersebut adalah karangan syaikh Ali Abdul Raziq, buku itu karangan pihak lain yang dinisbatkan ke syaikh Ali Abdul Raziq. Mirip buku ilusi negara Islam?(mtaufiknt.wordpress.com/Voa-Khilafah.co.cc)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers