Voa-Khilafah.com - Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis
ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari
Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.
"Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua." Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
"Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini." Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.
Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
"Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya. " Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.
Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
"Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal," dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah. tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu.
***
Pada 10 Februari 1918, Abdul-Hamid II meninggal tanpa bisa menyaksikan runtuhnya institusi Negara Khilafah (1924), suatu peristiwa yang dihindari terjadi pada masa pemerintahannya. Ia digantikan oleh saudaranya Sultan Muhammad Reshad (Mehmed V) .
"Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua." Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
"Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini." Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.
Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
"Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya. " Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.
Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
"Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal," dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah. tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu.
***
Pada 10 Februari 1918, Abdul-Hamid II meninggal tanpa bisa menyaksikan runtuhnya institusi Negara Khilafah (1924), suatu peristiwa yang dihindari terjadi pada masa pemerintahannya. Ia digantikan oleh saudaranya Sultan Muhammad Reshad (Mehmed V) .
Sumber: http://goo.gl/KmA5X
[www.voa-khilafah.com]
[www.voa-khilafah.com]
k
1 komentar:
bagaimana nasib turunan abdul hmid ada gak infonya untuk fotonya mana saya sedang mau buat buku mengenai abdul hamid II