Ketua Gereja Injili Diundang ke Istana, Sangat Menyakitkan Hati Umat Islam

Ketua Gereja Injili Diundang ke Istana, Sangat Menyakitkan Hati Umat Islam

Voa-Khilafah.com - Tindakan presiden yang mengundang Ketua Gereja Injili di Indonesia (GIDI) —pimpinan teroris pembakar masjid, kios-kios, beberapa rumah Muslim, pelarangan shalat Idul Fitri dan pelarangan Muslimah mengenakan kerudung di Tolikara—menambah rasa sakit hati umat Islam.

“Peristiwa Tolikara kemarin itu merupakan peristiwa yang memilukan dan biadab dan menyakitkan hati umat Islam, ternyata sangat menyakitkan hati umat Islam pula respon dari pemerintah,” ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.com, Ahad (26/7) melalui telepon selular.

Belum hilang rasa sakit hati lantaran Wakil Presiden menyatakan penyerangan ini gara-gara speaker sekarang Presiden malah mengundang Ketua GIDI ke Istana.

“Bukannya ditangkap malah diundang ke Istana, lho Istana itu kan tempat sangat terhormat, jadi tidak ada equal treatment. Kalau pihak lain melakukan hal serupa, langsung saja dianggap sebagai teroris, bahkan baru terduga teroris sudah ditembak mati,” sesal Ismail.

Jadi semestinya tak perlu diundang ke Istana, cukup ditangkap dan memprosesnya secara hukum dan juga mengusut tuntas keterlibatan asing dalam kasus ini.

Jum’at, 24 Juli, sejumlah pengurus GIDI diundang ke Istana. Ketua GIDI Papua Lipiyus Biniluk mengatakan di Istana Jokowi memberikan arahan perdamaian di Papua. Lipiyus juga membantah pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso yang menyebut ada keterlibatan asing saat konflik di sana. “Demi Tuhan tidak ada keterlibatan pihak asing di sana,” ujarnya.

Menurut Ismail, jelas mereka harus menolak, tetapi fakta di lapangan kan berkata lain. “Ada simbol-simbol Israel, ada tulisan-tulisan Israel, ada foto, ada dokumen kerja sama dengan Israel. Itu kan jelas sekali, tidak bisa dibantah,” pungkas Ismail.(mediaumat.com, 27/7/2015)

(HTI/Voa-Khilafah.com)

Sikapi Tragedi Tolikara, HTI Sulsel Gelar Temu Tokoh Umat Islam

Voa-Khilafah.com, Makassar. Menyikapi tragedi yang menimpa umat Islam di Kabupaten Tolikara Papua, HTI Sulsel menggelar Temu Tokoh Umat Islam di Kantor DPD I HTI Sulsel, Jl. Inspeksi PAM Antang Makassar, Ahad (26/7/2015).

“Intoleransi, Disintegrasi dan Intervensi Asing dalam Tragedi Tolikara” menjadi topik utama pada acara Temu Tokoh Umat Islam tersebut.

Humas DPD I HTI Sulsel, Dirwan Abdul Jalil yang membuka acara sekaligus memberikan pengantar pada acara tersebut sangat menyayangkan peristiwa keji itu bisa terjadi dan menimpa umat Islam.

“Bagaimana mungkin bisa terjadi pelarangan shalat Idul Fitri, pembubaran dan dilanjutkan dengan pembakaran Masjid, padahal umat Islam adalah yang mayoritas di negeri ini ? “ Tanyanya retorik.

Dirwan juga mengungkapkan keprihatinannya atas tragedi ini, menurutnya peristiwa ini sangat menyakiti hati umat Islam dan merupakan kedzaliman yang nyata, sehingga siapa saja yang berbeda pendapat dalam hal ini bisa dikatakan sebuah “keanehan”.

“Tragedi Tolikara ini sangat memilukan dan merupakan sebuah kedzaliman nyata yang menimpa umat Islam, dan saya kira respon Umat Islam untuk kejadian ini sudah tepat karena sesungguhnya kaum Muslim itu laksana satu tubuh, jadi kalau ada yang berbeda pendapat tentang tragedi ini saya kira itu adalah suatu keanehan”. Tegasnya.

Lanjut pada pendalaman topik, Ketua DPD I HTI Sulsel, Muhammad Kemal Idris menjelaskan bahwa ada Intoleransi, upaya disintegrasi dan intervensi asing dalam tragedi Tolikara ini.

“Intoleransi jelas terbukti dengan beredarnya Surat yang dikeluarkan oleh Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 yang berisi larangan umat Islam di sana merayakan lebaran, bahkan dalam surat itu tertulis larangan bagi muslimah memakai jilbab”. Jelasnya.

Kemal juga menjelaskan dalam kasus Tolikara ini, sarat dengan upaya-upaya disintegrasi yang mengundang intervensi asing guna semakin memuluskan pelepasan Papua dari Indonesia.

“Kejadian di Tolikara ini juga tidak bisa dipisahkan dari upaya pelepasan Papua dari Indonesia, karena sekarang ini ada yang menggeser kasus Tolikara bukan pada kasus pembakaran masjid, melainkan isu pelanggaran HAM oleh TNI/Polri terhadap anggota Gidi yang tertembak. Isu HAM ini digunakan di tingkat internasional untuk disintegrasi” Jelasnya.

Ia menambahkan negara-negara asing banyak memberikan dukungan guna berusaha melepaskan papua dari Indonesia melalui LSM atau NGO (Non-governmental organization) asing karena melihat potensi SDA yang dimiliki tanah papua sangat luar biasa.

“Ada kurang lebih 26 NGO asing yang tercatat, mereka memberi dukungan atas pelepasan Papua dari Indonesia” Tutur Kemal.

“Jadi, Isu HAM dan Demokratisasi yang pada akhirnya menuju referendum sering menjadi alasan masuknya intervensi asing untuk memuluskan disintegrasi Papua dari Indonesia”. Jelasnya lagi.

Para tokoh-pun ikut menimpali dan memberikan pendapat mereka atas tragedi Tolikara ini,

“Papua ini bisa dikatakan seperti gadis cantik, sehingga jangan heran asing banyak terpikat padanya”. Tambah Drs. Ridwan Pattabone (Muballigh Kota Makassar) mengumpamakan potensi yang dimiliki oleh Papua.

“Saya kira munculnya Surat Pelarangan beribadah dari GIDI itulah pelanggaran yang paling berat, pemerintah harusnya tegas dalam masalah ini sebab kalau tidak, dikhawatirkan akan memunculkan masalah yang baru lagi” Kata Muhammad Yusuf (Tokoh Kec. Manggala).

“Kejadian Tolikara ini adalah peristiwa besar dan banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian ini, diantaranya bahwa ukhuwah Islamiyah kita di Indonesia ini masih kuat terbukti dengan luar biasanya respon dari masyarakat akan kejadian ini dan dari sini juga kita bisa melihat dan mengukur kualitas ke-agamaan dari tokoh-tokoh yang kita anggap tokoh selama ini” Tutur Syaharudin Hadits (Dosen Agama).

“Pertemuan seperti ini sangat bermanfaat bagi umat jika sering kita lakukan, karena dengan pertemuan seperti ini banyak fakta-fakta yang tidak diketahui oleh umat akhirnya bisa diketaui. Sehingga marilah dalam ceramah dan khutbah-khutbah, kita selipkan informasi-informasi seperti ini untuk menyadarkan umat atas kondisi sebenarnya” Ajak Muh. Idrus, SPdi (Guru Agama).

Menjelang akhir pertemuan Ketua DPD I HTI Sulsel, Muhammad Kemal Idris kembali mempertegas bahwa Umat Islam harus tetap waspada dan terus mengawal kejadian ini karena adanya intoleransi, upaya disintegrasi dan intervensi asing dalam tragedi Tolikara ini.

“Umat Islam harus tetap waspada dan terus mengawal kejadian ini karena sangat jelas di sana ada intoleransi, upaya disintegrasi dan intervensi asing dalam kasus Tolikara ini! ” Tegas Kemal.

Pada akhir pertemuan tersebut, Humas DPD I HTI Sulsel, Dirwan Abdul Jalil menutup pertemuan dengan menggelar konferensi pers, membacakan pernyataan sikap Hizbut Tahrir Indonesia, Mengutuk Penyerangan Umat Islam di Kab. Tolikara, Papua. []MI Sulsel

(HTI/Voa-Khilafah.com)

VJP: Beberapa Pemimpin Politik Muslim Tidak Berhak Tinggal di India

Voa-Khilafah.com - Dalam pernyataan kontroversial, VHP (Partai Sayap Kanan Nasional Hindu) pada hari Sabtu menuduh para pemimpin Muslim dari beberapa partai politik “bertindak seperti mentor bagi teroris” dengan mengancam India dan mengatakan mereka tidak berhak tinggal di negara ini.

“Kadang-kadang Owaisi, kadang-kadang Abu Azmi, kadang-kadang Azam … atas nama agama mereka bertindak seperti mentor bagi teroris, yang menjadi pengkhianat dan musuh bagi kemanusiaan, dan memberikan ancaman kepada India. Orang-orang seperti itu tidak berhak untuk hidup di India,” kata Sekjen VHP Surendra Kumar Jain.

Jain memberikan pernyataan itu pada saat peresmian konferensi nasional selama dua hari di Bajrang Dal, suatu kelompok Hindutva yang terkait dengan kegiatan kekerasan di masa lalu.

Dalam semangat mereka menentang agama Hindu, para pemimpin itu mulai menentang konstitusi dan negara, tuduhnya. Komentarnya diberikan dengan dilatarbelakangi pernyataan Ketua AIMIM (Majelis Ittihad Muslimin Seluruh India) Asaduddin Owaisi yang mengatakan bahwa hukuman atas tertuduh ledakan Mumbai yang menghukum Yakub Memon untuk menghadapi tiang gantungan adalah karena agamanya.

Anggota parlemen dari BJP Sakshi Maharaj menjawab bahwa dia harus pindah ke Pakistan jika tidak bisa menerima keputusan terhadap Memon.

Beberapa kelompok Hindutva telah dituduh berada di balik kegiatan kontroversial seperti ‘cinta jihad’ dan ‘wapsi ghar’, sehingga telah mengundang keprihatinan dari kelompok-kelompok minoritas. (dnaindia.com, 25/7/2015)

(HTI/Voa-Khilafah.com)

Mudzakaroh Ulama Ahlussunnah Wal Jamaโ€™ah Jawa Timur Kecam Penyerangan Terhadap Umat Islam di Tolikara

Mudzakaroh Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Jawa Timur Kecam Penyerangan Terhadap Umat Islam di Tolikara

Voa-Khilafah.com - Telah ramai diberitakan di berbagai media, bahwa pada hari Jumat pagi 17 Juli 2015, sekitar pukul 07.00 WIT telah terjadi penyerangan terhadap umat Islam di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, yang tengah melaksanakan shalat Idul Fitri 1436H oleh sekelompok massa. Penyerangan ini diawali dengan pelemparan batu ke arah jamaah yang tengah mengumandangkan takbir ke tujuh. Massa terus merangsek hendak membubarkan shalat Ied. Meski sudah dihalau oleh aparat keamanan, massa tetap saja menyerang bahkan kemudian mereka membakar masjid, rumah dan kios milik warga muslim. Akibatnya, masjid dan puluhan rumah serta kios ludes terbakar.

Merespon penyerangan terhadap umat Islam di Tolikara, pada Senin (20/7) kurang lebih 65 ulama, kyai dan asatidz berkumpul di kediaman KRH Ali Badri Zaini , Jalan Gadung 37 Bendulmerisi Surabaya . Sikap ini sebagai bentuk tanggungjawab para ulama terhadap nasib umat Islam yang didzalimi di wilayah Papua.

Dalam acara ini Tokoh Madura KRH Ali Badri Zaini menyampaikan pernyataan tegas agar Umat islam jangan terpancing dan minta aparat menangkap aktor dibalik penyerangan terhadap umat Islam di Tolikara Papua.

“ Namun para ulama harus tetap bersikap tegas agar tidak meremehkan kekuatan umat Islam”, tegasnya.

Sedangkan Harun Musa, Ketua HTI DPD Jawa Timur sebagai fasilitator acara Mudzakaroh Ulama menegaskan terjadinya penyerangan terhadap umat Islam di sebuah wilayah, sama dengan menyerang seluruh umat Islam.

“Umat Islam seperti satu tubuh, oleh karna itu umat Islam tidak boleh tinggal diam, lebih-lebih ulamanya,” ujarnya.

Sedangkan Kyai Misbah perwakilan Ulama Jombang membacakan Pernyataan sikap Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Jawa Timur terhadap tragedi penyerangan terhadap umat islam di kabupaten Tolikara Papua.

Dalam pernyataan sikapnya para ulama peserta Mudzakarah ulama ahlus sunnah wal jama’ah Jawa Timur bersama HTI DPD Jatim mengutuk tindakan brutal dan keji tersebut ini, apalagi dilakukan saat umat Islam melakukan ibadah sholat Idul Fitri.

Lebih lanjut disebutkan, aksi brutal dan keji ini merupakan bukti “sikap abai”, serta kurang seriusnya pemerintah negeri kita, negeri mayoritas muslim ini, untuk melindungi kepentingan umat Islam, dan seharusnya tragedi memilukan ini bisa dihindari. Karena, jauh sebelum tragedi tersebut terjadi telah beredar surat terbuka dari Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 yang ditujukan kepada Umat Islam se-Kabupaten Tolikara, ditandatangani oleh Pdt. Nayus Wenda sebagai Ketua dan Pdt. Marhen Jingga sebagai Sekretaris, dan ditembuskan kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan Dandim Kabupaten Tolikara, yang berisi larangan umat Islam di sana merayakan lebaran. Bahkan dalam surat itu juga tertulis larangan bagi muslimah memakai jilbab.

Ulama juga mengkritik pernyataan Wapres Wapres yang menyebut penyerangan itu dipicu oleh masalah speaker. Menurut para ulama pernyataan ini tidak berdasar, bahkan semakin menegaskan “sikap abai” serta kurang seriusnya pemerintah dalam melindungi kepentingan umat Islam terutama di daerah minoritas. Pernyataan tersebut juga semakin menyakitkan korban yang sudah sakit karena diperlakukan secara dzalim.

Taushiyyah (rekomendasi) Mudzakaroh Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Jawa timur

Dalam mudzakaroh ini, para ulama memberikan beberapa taushiyah (rekomendasi). Pertama, meminta kepada pemerintah untuk menangani urusan umat dengan serius , amanah dan hendaknya dilakukan dengan sunguh-sungguh. Rasulullah SAW berdoa: “ Ya Allah.. barangsiapa yang mengurus sesuatu yang merupakan bagian dari urusan-urusan umatku lalu dia menyulitkannya maka sulitkanlah, dan barangsiapa yang mengurus sesuatu yang merupakan bagian dari urusan-urusan umatku lalu dia memudahkannya maka mudahkanlah…”

Kedua, peristiwa yang memilukan ini semakin menegaskan, hanya di dalam sistem Islam saja, Khilafah Islam, umat Islam terjaga agama, kehormatan, harta serta jiwanya. Bukan hanya umat Islam, kaum non Muslim pun sebagai warga negara diperlakukan sama sebagaimana umat Islam.

Ketiga, mengajak seluruh komponen umat khususnya Ulama, untuk berada di garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan khilafah serta memberikan ta’yid (dukungan) nyata pada para pengemban dakwah yang berjuang untuk menegakkan syariah dan khilafah; dan mencampakkan Sekularisme-Kapitalisme. Sungguh hanya di bawah naungan khilafah, negeri ini dapat hidup aman dan sejahtera.

Acara diakhiri menjelang adzan Dzuhur dan ditutup dengan doa yang dibacakan oleh Kyai Bahron Kamal perwakilan ulama dari Malang. [hti/voa-khilafah.com]

Begini Kondisi Terakhir Muslim Korban Penyerangan Shalat Ied di Tolikara

Begini Kondisi Terakhir Muslim Korban Penyerangan Shalat Ied di Tolikara

Voa-Khilafah.com, JAYAPURA--Sebanyak 153 korban kebakaran di Karubaga, Ibu Kota Kabupaten Tiom, hingga kini masih mengungsi ke tempat aman, kata Kepala Polda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

"Para korban kebakaran yang terjadi Jumat (17/7) ditampung di sekitar Koramil Karubaga, di dalam tenda yang didirikan di sekitar halaman koramil," katanya di Jayapura, Sabtu (18/7) malam.

Dia mengatakan para korban saat ini membutuhkan bantuan, terutama pakaian karena mereka hanya memiliki pakaian yang di badan.

"Kami masih menunggu data lengkap dari Polres Tolikara tentang korban kebakaran terutama jenis kelamin dan usia karena hingga kini belum ada," katanya.

Ia mengemukakan pentingnya partisipasi masyarakat dalam membantu mereka.

Berdasarkan laporan yang diterimanya saat pertemuan dengan Bupati Tolikara Usman Wanimbo, Presiden GIDI Dorman Wandikbo, unsur pimpinan daerah, serta Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan, kebakaran menghanguskan 53 kios yang juga tempat tinggal dan mushalla.

Khusus mushalla, katanya, dari keterangan Presiden GIDI, tidak dibakar, namun karena letaknya berada di kawasan kios sehingga ikut terbakar.

"Mushalla ikut terbakar karena memang letaknya berada di lingkungan kios yang dibakar, " kata Mende yang didampingi Wakapolda Papua Brigjen Pol Rudolf Roja dan Kabid Humas Polda Papua Kombes Patrige.

Dia mengatakan dua kompi aparat keamanan yang terdiri atas brimob dan TNI AD saat ini sudah diturunkan ke Karubaga.

Penambahan pasukan itu dilakukan karena jumlah personel Polres Tolikara terbatas, hanya sekitar 100 orang, kata Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

(Antara/ROL/Voa-Khilafah.com)

Pembakaran Masjid di Tolikara, Biang Keroknya Misionaris Kristen !

Pembakaran Masjid di Tolikara, Biang Keroknya Misionaris Kristen !

Voa-Khilafah.com - Da’i asal Papua, Ustadz Fadlan Garamatan menegaskan biang kerok pembakaran masjid di Papua misonaris kristen, baik dalam negeri maupun luar negeri. “Biangkeroknya adalah misionaris dari luar negeri dan dlm negeri,” ujarnya melalui akun twitternya @fadlannuuwaar (18/7).

Da’i yang aktif berdakwah di Papua ini juga menghimbau umat Islam untuk tidak memusuhi rakyat Papua. “ Mereka yang membakar masjid karena ketidak tahuannya tentang Islam,” Ujarnya.

Tindakan menghalangi ibadah umat, yang disusul pembakaran masjid, dan kios-kios milik umat Islam tidak biasa dilepaskan dari adanya Surat Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 yang ditujukan kepada Umat Islam se Kabupaten Tolikara, ditandatangani oleh Pdt. Nayus Wenda sebagai Ketua dan Pdt. Marhen Jingga sebagai Sekretaris.

Surat ini juga ditembuskan kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan Dandim Kabupaten Tolikara, yang berisi larangan umat Islam di sana merayakan lebaran. Bahkan dalam surat itu juga tertulis larangan bagi muslimah memakai jilbab.

Leluasanya misoniaris asing yang mengancam disintegrasi Papua ini tidak bisa dilepaskan dari sikap pemerintah. Pemerintah juga membiarkan kelompok-kelompok LSM liberal asing maupun lokal yang dengan gencar menyerukan Papua Merdeka. Termasuk pihak Gereja yang mendorong disintegrasi Papua. Gereja diketahui aktif mendorong disintegrasi Papua. Para misonaris asing yang memiliki agenda politik disintegrasi dibiarkan berkeliaran di Papua.

Campur tangan Gereja terlihat dari dari hasil sidang sinode GKI (Gereja Kristen Indonesia) Oktober 2011 yang mengeluarkan pesan mendorong Hak Menentukan Nasib Sendiri orang Papua. Pesan yang sejalan dengan rekomendasi World Allinance of Reform Churche 2004. Padahal berdasarkan pengalaman disintegrasi di Timor Timur, Gereja bekerja sama dengan kekuatan imperialis asing dan LSM komprador berperan penting memuluskan disintegrasi

Pemerintah Indonesia juga tidak melakukan protes terhadap negara-negara yang memberikan jalan dibukanya kantor kelompok separatis Papua. Dalam waktu dua tahun sejak dibukanya kantor pertama di Kota Oxford Inggris April 2013, kelompok separatis Free West Papua pimpinan Bennya Wenda membuka kantor di beberapa negara seperti Australia, dan Belanda. Celakanya, Pemerintah Indonesia malah bekerjasama erat dengan negara-negara imperialis ini.

Kegagalan Negara dan Penguasa Liberal

Mulusnya upaya disintegrasi tidak bisa dilepaskan dari kegagalan pemerintah rezim liberal untuk mensejahtrakan rakyat Papua. Meskipun memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemeskinan. Lagi-lagi pangkalnya adalah sistem demokrasi, yang telah memuluskan berbagai UU liberal. Inilah yang melegitimasi perusahaan mancanegara seperti FreePort untuk merampok kekayaan alam Papua untuk kepentingan mereka sendiri.

Disintegrasi bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri, justru merupakan bunuh diri politik. Perangkap yang akan akan memangsa kita dengan rakus. Memisahkan diri justru akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam negeri Papua. Disintegrasi hanyalah untuk kepentingan segelintir elit yang berkerjasama dengan negara-negara asing untuk mendapatkan tahta dan harta.

Apa yang menjadi penderitaan rakyat Papua, sesungguhnya juga dialami oleh wilayah-wilayah lain di Indonesia. Pangkal persoalannya, adalah diterapkannya sistem Kapitalisme dengan pilar pentingnya demokrasi dalam sistem politik dan liberalisme dalam ekonomi. Inilah penyebab utama kemiskinan rakyat Papua , rakyat Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya.

Intervensi negara-negara imperialis yang melakukan berbagai makar justru menjadi penyebab pertumpahan darah di berbagai kawasan negeri termasuk Papua. Negara buas ini menggunakan penguasa-penguasa boneka mereka sebagai ‘bodyguard’. Mengamankan kepentingan penjajahan tuan-tuan mereka dengan cara yang represif. Tidak peduli meskipun harus menumpahkan darah rakyat mereka sendiri.

Karena itu, tidak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali mencampakkan sistem kapitalisme. Menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah. Syariah Islam inilah yang akan mampu menjaga keamanan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa pandang bulu, tidak melihat suku, bangsa, warna kulit dan agama. (AF)

(hti/voa-khilafah.com)

Idul Fitri, Menegaskan Kembali Komitmen Perjuangan

Idul Fitri, Menegaskan Kembali Komitmen Perjuangan

Voa-Khilafah.com - Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Gema takbir berkumandang di seluruh dunia saat kaum Muslimin berbahagia menyambut Idul Fitri . Hari kebahagiaan dan kemenangan setelah hampir sebulan lebih umat Islam melaksanakan shaum di bulan Ramadhan yang penuh barakah.

Namun ada hal yang masih sama, dari tahun-tahun sebelumnya, saat kita menyambut Idul Fitri, umat Islam masih dalam kondisi yang menyedihkan dan mengalami penderitaan di mana-mana. Penyebabnya adalah keberadaan penguasa-penguasa boneka di tengah umat dan tidak diterapkannya hukum-hukum Allah SWT secara totalitas. Semuanya akibat ketiadaan khilafah di tengah-tengah umat.

Kita masih melihat bagaimana negara-negara imperialis yang rakus menjadikan umat Islam santapan empuk mereka. Kekayaan negeri Islam mereka rampas. Umat Islam lapar dan miskin di tengah negeri mereka yang kaya raya. Kesatuan umat mereka cerai beraikan. Mereka membelah Sudan menjadi dua negera. Timor Timur mereka lepaskan dari Indonesia. Menyulut berbagai konflik di negeri Islam. Semua ini membuat umat Islam semakin lemah tak berdaya. Negara imperialis yang rakus tanpa naluri membantai umat Islam di Irak dan Afghanistan.

Mereka tumpahkan darah kaum Muslimin dengan mudah dan murah tanpa rasa kemanusiaan. Terkadang mereka lakukan bersama-sama, terkadang sendiri, seperti yang dilakukan Prancis di Afrika Tengah yang membiarkan pembantaian umat Islam, Rusia di Cremia, Kaukasus, Chechnya, dan Tataristan. China juga tak kalah kejamnya memperlakukan umat Islam di Turkmenistan yang mereka sebut dengan Xianjiang. Rezim Hindu di India dengan keji mengoyak-ngoyak tubuh kaum Muslimin di Khasmir. Bahkan, negara kecil seperti Birma pun dengan dukungan militer dan pendeta Budha radikal memperlakukan umat Islam Rohingya dengan keji.

Karena itu, di hari yang bahagia ini sudah seharusnya kita menegaskan kembali komitmen kita untuk menegakkan Khilafah ala minhajin Nubuwah. Negara yang yang akan menyatukan umat Islam, menerapkan seluruh syariah Islam, melindungi kehormatan, kekayaan, dan jiwa umat Rasulullah SAW yang mulia ini.

Bukankah yang diinginkan Allah SWT dari shaum kita selama sebulan adalah la’allakum tattaqun, agar kita menjadi orang yang bertakwa. Bukankah takwa artinya kita wajib menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan meninggalkan seluruh larangan Allah SWT tanpa kecuali? Bukankah takwa artinya kita harus bersatu dan berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia? Bukankah takwa juga berarti kita tidak boleh membiarkan syariah Islam tidak diterapkan? Bukankah orang yang bertakwa tidak akan membiarkan umat Islam dizalimi, kekayaannya dirampas dengan rakus? Dan bukankah semua itu mustahil kita wujudkan tanpa adanya Khilafah Islam?

Kewajiban untuk menegakkan kembali khilafah dan mendukung perjuangan khilafah inilah yang juga ditegaskan dalam seruan Hizbut Tahrir pada bulan Ramadhan di seluruh dunia kepada umat Islam dan ahlul Quwwah. Hizbut Tahrir dalam seruannya menegaskan : “Urusan ini tak akan menjadi baik kembali, kecuali dengan apa yang dahulu menjadikannya baik. Memerintah dengan Islam dalam sebuah Negara Khilafah Rasyidah, yang dinaungi oleh Rayah ‘Uqab, bendera Rasulullah SAW. Hanya dengan ini saja, umat ini akan bangkit dari keterpurukannya, terbangun dari kejatuhannya, dan perjalanannya di masa lalu akan kembali, yaitu Khilafah Rasyidah, yang menerapkan Islam di dalam negeri, dan mengembannya ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad”

Dalam seruan tersebut Hizbut Tahrir juga mengingatkan pentingnya khilafah bukan sekadar bahwa khilafah secara fakta akan memberikan kebaikan pada umat Islam dan menjadi jalan kebangkitan. Namun lebih penting dari itu penegakan khilafah ini adalah kewajiban syariah Islam, kewajiban yang bukan sekadar kewajiban. Khilafah merupakan kewajiban agung, bahkan induk dan mahkota segala kewajiban. Dengannya, semua hukum syariah bisa ditegakkan, dan sanksi hukum bisa dilaksanakan. Tanpanya, baik hukum maupun sanksi tidak akan bisa diterapkan di tengah-tengah umat manusia. Padahal, “Suatu kewajiban tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.”

Mendirikan khilafah dan mengangkat seorang khalifah hukumnya fardhu. Bukan sembarang fardhu, tetapi kefardhuan yang membuat siapapun yang tidak berjuang untuk mewujudkannya, sementara dia mampu, maka dosanya sangat besar. Seolah dia mati dalam keadaan jahiliyah, untuk menunjukkan begitu besar dosanya:“Siapa saja yang mati, dan di atas pundaknya tidak ada baiat [kepada khalifah], maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” [HR Muslim]

Karena itu di hari yang penuh bahagia ini, dengan dorongan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT marilah kita memenuhi seruan Hizbut Tahrir untuk berjuang bersama menegakkan khilafah. Bagi para ahlul quwwah dan ahlul man’ah segeralah memberikan nushrah (pertolongan) bagi tegaknya agama Allah SWT. Mari kita penuhi seruan penting Hizbut Tahrir ini : Seruan sebelum yang terakhir ini kami tujukan kepada Anda: Kami menyerukan Anda untuk memberikan dukungan, maka bergabunglah bersama orang-orang yang sebelumnya terlebih dahulu telah memberikan dukungan kepada kami. Kami ulurkan tangan kami kepada Anda, maka raihlah, dan bergabunglah bersama Ahli Man’ah kami. Sebab, bahtera ini hampir saja akan berjalan, maka bersegeralah ikut perjalanan dengan kami: “Mereka mengatakan, “Kapankah itu? Katakanlah [Muhammad], boleh jadi itu sudah dekat.” [TQS. al-Isra’: 51]. Allahu Akbar ! [] Farid Wadjdi

(hti/voa-khilafah.com)

Lebaran di Negeri Sakura

Lebaran di Negeri Sakura

October 3rd, 2008 by solihan

Jika majalah ini tiba di tangan para Pembaca, tentu semuanya tengah menikmati meriahnya suasana lebaran. Memang, Indonesia adalah negeri yang lebarannya selalu berlangsung gembira. Ada acara takbiran, ada acara saling kunjung atau temu keluarga, ada hidangan khas lebaran berupa ketupat atau lontong dengan aneka sayur atau lauk. Yang paling heboh tentu saja adalah acara mudik (menuju udik) yang membuat Pemerintah sibuk bukan main karena jutaan orang bergerak pada waktu yang hampir bersamaan dari satu kota ke kota lain. Spanduk dan poster, iklan di tivi dan radio serta sajian berbagai acara makin membuat suasana lebaran begitu terasa.

Tidak demikian halnya dengan Jepang. Tak tampak sedikit pun suasana keriangan seperti itu saat lebaran. Tidak ada lontong atau ketupat (tentu saja ya); tidak ada takbiran; tidak ada juga acara saling kunjung apalagi gelombang mudik seperti yang terjadi di Indonesia. Tidak ada itu semua. Bahkan bahwa ada puasa dan lebaran juga tidak tampak sama sekali atau malah mungkin tidak terpikir oleh mereka. Begitulah suasana yang dijumpai oleh Jubir HTI M. Ismail Yusanto ketika berkunjung ke kota Kyoto, tepat satu hari sebelum lebaran pada tahun 2006 lalu untuk menghadiri acara workshop internasional yang diselenggarakan oleh CISMOR (Center for Interdisciplinary Study of Monotheistic Religions), Doshisha University, Kyoto.

Maklum, ini negeri dengan jumlah pemeluk Islam yang sangat minim. Menurut Professor Hassan Ko Nakata (47), Presiden Asosiasi Muslim Jepang, jumlah Muslim di Jepang diperkirakan hanya sekitar 70.000. Jumlah terbesar adalah Muslim dari Indonesia, sekitar 20.000 orang. Muslim asli Jepang sendiri diperkirakan hanya 7000 orang. Anggap saja jumlah Muslim di Jepang 100.000. Itu berarti hanya kurang dari 0,1% dari total penduduk Jepang yang sekarang diperkirakan sekitar 130 juta orang. Dengan jumlah sekecil itu, tentu saja umat Islam di sana nyaris tak terdengar. “Jadi, Muslim Jepang benar-benar minoritas mutlak. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Jepang nyaris tak terperhatikan dan diabaikan,” kata Prof Nakata kepada Jubir HTI di sela-sela acara workshop.

Tepat di hari lebaran, kami, para peserta workshop yang Muslim ditambah sejumlah warga yang beragama Islam, baik yang asli Jepang maupun para pendatang yang umumnya berwajah Arab atau India-Pakistan, melakukan shalat Id di sebuah masjid, tidak jauh dari kawasan Istana Kaisar. Jangan dibayangkan masjid itu seperti yang biasa kita lihat di Tanah Air. Tempat itu lebih tepat disebut aula kecil bawah tanah, karena memang tempatnya di ruang bawah tanah sebuah gedung. Kabarnya, untuk mendapatkan ruangan macam itu saja tidak mudah. Dewan Kota Kyoto tidak langsung begitu saja memberikan ijin. Harus ada lebih dulu persetujuan dari penghuni di kanan-kirinya. Akhirnya, ijin didapat, dengan syarat, tidak boleh ada suara bising. Karena itulah, tidak pernah terdengar ada suara azan karena memang loudspeaker tidak boleh dipasang di luar masjid. Tidak boleh juga ada keramaian sehingga begitu para jamaah keluar ruangan harus langsung pergi. Tidak boleh bergerombol di depan bangunan itu.

Meski kecil, masjid ini tampak cukup fungsional. Di samping untuk ibadah, juga dipakai untuk training atau pengajian-pengajian. Ada sebagian ruangan dipakai untuk menjual makanan halal. Maklum, di negeri musyrik seperti Jepang, tidak mudah mendapat hewan sembelihan yang halal. Nah, di masjid itu, dijual daging sapi dan ayam halal.

Begitu acara shalat Id dan khutbah selesai, dilanjutkan salam-salaman, peserta langsung bubar. Usai sudah yang disebut perayaan lebaran, yang kalau di Tanah Air masih bisa berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu dengan aneka ragam acara.

Maju tapi Tidak Rasional

Saat Jubir HTI berada di sana, baru saja diumumkan kepada publik temuan mutakhir berupa robot resepsionis. Ini generasi robot terbaru yang bisa bertindak bagaikan resepsionis beneran. Ia bisa menjawab telepon, menyalurkannya ke nomor ekstensi yang dituju, menanyakan keperluan tamu, bahkan bisa juga tunduk menghormat jika ada tamu datang persis seperti yang sering dilakukan oleh orang-orang Jepang. Pendek kata, hampir tak ada bedanya antara resepsionis manusia dan robot itu baik dari segi kemampuan maupun postur “tubuhnya”. Tidak jelas, apakah robot resepsionis itu bisa juga diajak guyon, bisa juga marah atau berkelahi.

Yang paling spektakuler adalah kloset cerdas. Ini cerita tentang kloset elektronik serba bisa yang cukup banyak dipakai oleh orang kaya di sana. Bentuk luarnya tak beda dengan kloset duduk yang ada di sini. Bedanya, banyak tombol di sana-sini, yang semuanya ditulis dengan huruf kanji khas Jepang sehingga tidak mudah buat Penulis untuk membacanya. Ternyata tombol-tombol itu untuk mengatur seluruh fungsi yang dimiliki kloset cerdas ini. Kalau Anda merasa kedinginan duduk di kloset itu, tekanlah tombol penghangat. Sesaat kemudian, kloset itu akan terasa menghangat. Mau analisis BAB (buang air besar), tekan saja tombol. Tak berapa lama akan keluar analisis kandungan tinja. Mau cebok? Tersedia dua pilihan: untuk lelaki dan perempuan.

Demikianlah, kemajuan teknologi yang dicapai oleh Jepang. Itu baru di bidang teknologi robotik, otomotif dan elektronik. Belum lagi di bidang teknologi bahan, infrastruktur, transportasi dan sebagainya. Semuanya tampak sangat menonjol. Di bidang transportasi, dengan sistem komputasi, Jepang berhasil mengatur seluruh perjalanan kereta api dengan ketepatan yang luar biasa. Jika di jadwal disebut kereta bakal datang 11.57, persis di menit itu, kereta benar datang. Padahal kereta bersilang-silangan ruwet. Di sebuah stasiun saja, jalur kereta bertumpuk empat. Dua di bawah tanah dan dua di atas.

Jika secara ekonomi sangat makmur dan secara teknologi demikian maju, masihkah masyarakat Jepang menghadapi problem? Mengejutkan, ternyata iya. Apa problem itu? Prof. Nakata menjawab pendek, “Problem terbesar adalah kenyataan bahwa secara mental orang Jepang takluk pada Barat dan menjadi budak mereka. Sayangnya, fakta ini tidak disadari.”

“Juga tingginya angka bunuh diri, sekitar 30.000 orang pertahun, akibat himpitan dan tekanan dari pola kehidupan masyarakat Jepang serta akibat tingginya tuntutan standar hidup,” tambahnya.

Kalau begitu, bisakah disimpulkan bahwa masyarakat Jepang hidup sangat makmur tapi tidak bahagia? Prof Nakata menjawab tegas, “Ya, benar. Orang Jepang hidup tidak bahagia.”

Bukan hanya secara sosial psikologis, secara spiritual orang Jepang juga bermasalah. Bukan hanya agama Islam, di Jepang semua agama menghadapi nasib yang sama. Tidak laku. Agama buat orang Jepang sudah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Karena itu, berdakwah kepada orang Jepang, kata Prof Nakata, bagaikan mendakwahi batu. Nyaris tak bergeming.

Meski orang Jepang tampak begitu skeptis terhadap semua agama, mereka sesungguhnya haus spiritual dan sangat doyan takhayul yang membuat mereka tampak seperti orang ’dungu’. Tengoklah apa yang terjadi setiap hari di kuil tertua di Jepang, Asakusa. Kuil ini sangat terkenal. Ia menjadi tujuan utama turis dari mancanegara yang berkunjung ke Jepang. Balai utama kuil ini didirikan tahun 645. Di depan kuil, terdapat semacam perapen besar yang berasap bakaran dupa. Burung merpati jinak bertebaran di tanah sekitar kuil. Semua pengunjung yang hendak memasuki kuil tampak mengipaskan asap ke arah tubuh dan kepalanya.

Ke sanalah orang-orang Jepang kerap datang untuk meluapkan dahaga spiritualnya. Cuma caranya aneh. Percaya atau tidak, orang Jepang yang di bidang teknologi terlihat sangat rasional, ketika sudah sampai persoalan spiritual menjadi tidak rasional. Di antaranya, di kuil itu mereka paling tidak seminggu sekali membeli kertas ramalan seharga 300 yen (Rp 25.000-an) tentang nasib mereka seminggu ini. Kertas itu lantas dimasukkan ke dalam tungku yang dibakar dengan dupa. Mereka sangat percaya pada yang terbaca di situ. Itu menjadi pegangan selama seminggu kehidupan mereka. Setelah itu, mereka lantas melanjutkan ritualnya dengan menyembah patung Budha yang berwarna kuning mengkilat tidak jauh dari tempat penjualan kertas ramalan. Sebelum menyembah, mereka mengelus-elus kepala dan paha patung Budha itu.

Terakhir, mereka melempar uang logam ke dalam tempat yang sudah disediakan di bawah patung. Setelah agak banyak, tempat itu terbuka secara otomatis dan tumpukan uang itu meluncur ke bawah. Jadi, rupanya tempat itu memang didesain untuk menampung uang “jamaah”. Lucunya, setelah uang menumpuk, sebelum terbuka, seorang gelandangan yang kelihatannya setengah gila, yang selalu menunggu di dekat patung, sudah lebih dulu mengambil uang itu. Jadi, siapa sebenarnya yang waras?

Dahaga spiritual itulah yang mungkin membuat di Jepang bertumbuhan berbagai sekte keagamaan. Kini ada lebih dari 18.000. Di antaranya yang paling terkenal adalah sekte Aum Sinkriyo yang dipimpin Otto Asahara. Sungguh aneh, sekte yang sangat tidak bermutu ini karena di antaranya mengajarkan penyerahan semua harta para pengikut dan dipimpin oleh seorang bekas tukang asongan yang gagal berbisnis, ternyata laku keras.

Kenyataan ini semestinya menyadarkan siapa saja, bahwa pembangunan yang tidak berlandaskan nilai-nilai transendental (Islam), mungkin saja memberikan keberhasilan material luar biasa seperti yang telihat di Jepang. Namun, di sisi lain, semua itu ternyata justru memurukkan mereka ke lembah penderitaan; bukan penderitaan fisik, tetapi penderitaan sosial dan spiritual yang membuat mereka menjadi kehilangan arah dalam meniti kehidupan yang fana ini. Menyedihkan. [Kantor Jubir HTI-Jakarta]

(hti/voa-khilafah.com)

Yuk Belajar Fiqih Seputar Lebaran!

Yuk Belajar Fiqih Seputar Lebaran!

Voa-Khilafah.com - Tak lama lagi kaum Muslim akan meninggalkan Ramadhan dan memasuki bulan Syawal. Setelah sebulan lamanya berpuasa, tibalah mereka merayakan Idul Fitri—Lebaran. Apa saja hukum-hukum di seputar Idul Fitri dan bagaimana kaum Muslim menjalani bulan-bulan berikutnya pasca Ramadhan?

”Sunnah Idul Fitri ada tiga; yaitu berjalan menuju lapangan tempat shalat (mushala), makan sebelum keluar rumah, dan mandi.”

Banyak di antara umat Islam yang menganggap Idul Fitri sekadar makan-makan, hura-hura. Padahal banyak persoalan hukum terkait Idul Fitri atau lebaran ini. Maka, seharusnya sebagai seorang Muslim mengetahui persoalan fiqih seputar masalah tersebut.

Fiqih Lebaran di sini maksudnya adalah sejumlah hukum syara’ yang terkait dengan hari raya Idul Fitri, baik sebelum, pada saat, maupun sesudah shalat Idul Fitri. Berikut ini di antara hukum-hukum syara’ tersebut :

(1). Diwajibkan secara fardhu kifayah untuk melakukan rukyatul hilal bulan Syawal pada saat maghrib malam ke-30 bulan Ramadhan. Hal ini karena menurut ulama empat mazhab rukyatul hilal inilah yang merupakan sebab syar’i bagi pelaksanaan shalat Idul Fitri, termasuk hukum-hukum lain yang terkait, seperti zakat fitrah dan takbiran pada malam Idul Fitri. Sabda Rasulullah SAW,”Berpuasalah kamu karena melihat hilal [Ramadhan], dan berbukalah kamu (beridul fitrilah) karena melihat hilal [Syawwal]…” (HR Bukharino 1810; Muslim no 1080).

(2).Diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah pada malam Idul Fitri bagi yang mempunyai kelebihan makanan pada malam itu, meski dibolehkan menyegerakan mengeluarkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan. Zakat fitrah berupa makanan pokok dengan takaran satu sha’ (sekitar 2,5 kg), bukan berupa uang. Demikian menurut jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (AlMudawwanah alKubra, 1/392; AlMajmu’, 6/112; AlMughni, 7/295).

Zakat fitrah dibagikan kepada siapa? Ada dua pendapat; pertama, kepada seluruh mustahiq zakat dari delapan golongan. Ini pendapat jumhur ulama empat mazhab. Kedua, khusus kepada kaum miskin saja. Ini pendapat sebagian ulama, seperti Ibnul Qayyim. Yang rajih, pendapat jumhur. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/387).

(3).Disunnahkan takbiran sejak malam Idul Fitri, baik di rumah atau di jalan menuju lapangan/masjid, hingga keluarnya imam untuk mengimami shalat Idul Fitri. Dalam lafal takbir ini dibolehkan bertakbir dua kali “allahu akbar allahu akbar dst” dan boleh juga tiga kali “allahu akbar allahu akbar allahu akbar dst”. (Imam Nawawi, Al Adzkar An Nawawiyyah, hlm. 237). Dalil bertakbir dua kali adalah atsar dari Ibnu Mas’ud ra, dia bertakbir, ”Allahu akbar allahu akbar, laa ilaaha illallahu wallaahu akbar, allahu akbar wa lillahil hamd.” (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 2/168).

Namun dari Ibnu Mas’ud ra juga, bahwa beliau bertakbir sebanyak tiga kali(Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 2/165). Kedua sanad hadits tersebut sama-sama shahih, sebagaimana penjelasan Syeikh Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Irwa`ul Ghalil juz 3 hlm. 125. Jadi berlebihan kiranya kalau ada yang membid’ahkan lafal takbir sebanyak tiga kali. Imam Shan’ani berkata,”Terdapat tatacara takbir yang bermacam-macam dari para imam. Ini menunjukkan adanya kelonggaran (tawassu’ah) dalam urusan ini.” (Subulus Salam, 3/247).

(4). Disunnahkan mandi pada pagi hari sebelum shalat Idul Fitri, juga makan sebelum keluar rumah, dan berjalan menuju lapangan tempat shalat (mushala). Dari Sa’id bin Musayyab, dia berkata, ”Sunnah Idul Fitri ada tiga; yaitu berjalan menuju lapangan tempat shalat (mushala), makan sebelum keluar rumah, dan mandi.” Kata Syeikh Nashiruddin Al Albani dalam Irwa`ul Ghalil, 3/104, “Sanad riwayat tersebut shahih.” (Sa’id Al Qahthani, Shalatul ‘Iedain, hlm. 12).

(5). Disunnahkan memakai wewangian dan bersiwak, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas mengenai adab shalat Jumat,”Jika ada wewangian, maka gunakanlah wewangian dan juga bersiwaklah.” (HR Ibnu Majah, 1/326). Kata Imam Ibnu Qudamah, “Jika ini disyariatkan untuk shalat Jumat, maka untuk shalat Ied tentu lebih utama.” (Ibnu Qudamah, Al Mughni, 3/257).

(6). Disunnahkan memakai pakaian terbaik pada Idul Fitri. Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa Imam Ibnu Abi Dunya dan Imam Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanad sahih bahwa Ibnu Umar ra memakai pakaiannya yang terbaik pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. (Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, 2/439).

(7). Disunnahkan pergi ke lapangan tempat shalat (mushala) melalui satu jalan dan pulang melalui jalan lain. Karena demikianlah apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. (HR Bukhari no 986).

(8).Disunnahkan secara sunnah mu`akkadah untuk shalat Idul Fitri. Inilah pendapat madzhab Syafi’i yang menurut kami paling kuat mengenai hukum shalat Idul Fitri/Adha di antara tiga pendapat ulama yang ada; pertama, hukumnya fardhu kifayah. Ini pendapat Imam Ahmad. Kedua, hukumnya fardhu ‘ain. Ini pendapat Imam Abu Hanifah dan satu versi riwayat dari pendapat Imam Ahmad. Ketiga, hukumnya sunnah, tidak wajib. Ini pendapat Imam Malik dan mayoritas para shahabat Imam Syafi’i. (Sa’id Al Qahthani, Shalatul ‘Iedain, hlm. 7).

(9). Disunnahkan shalat Idul Fitri di lapangan (mushala), namun boleh juga mengerjakannya di masjid meski yang lebih afdhal adalah di lapangan. Hal ini karena Rasulullah SAW melakukan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di mushala, yakni tempat lapang yang jaraknya seribu hasta dari pintu masjid Nabawi di Madinah. (HR Bukhari no 956, Muslim no 889, dari Abu Said Al Khudri ra).

(10). Tidak disyariatkan shalat apa pun sebelum dan sesudah shalat Idul Fitri. Dalilnya, hadits Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW keluar pada Idul Fitri dan melakukan shalat Idul Fitri dua rakaat dan beliau tidak melakukan shalat sebelum dan sesudahnya. Nabi SAW saat itu bersama Bilal.” (HR Bukhari no 989; Muslim no 884).

(11) Tidak disyariatkan adzan dan juga iqamah dalam shalat Idul Fitri/Adha. Dalilnya hadits dari Jabir bin Samurah ra, dia berkata.”Saya pernah shalat Idul Fitri dan Idul Adha bersama Nabi SAW tak hanya sekali atau dua kali, dan shalat tersebut tanpa adzan dan juga tanpa iqamah.” (HR Muslim, no 887).

(12). Disyariatkan khutbah setelah selesainya shalat Idul Fitri. Para ulama berbeda pendapat apakah khutbahnya itu dua kali khutbah seperti khutbah Jumat ataukah hanya sekali khutbah. Fuqaha empat mazhab sepakat khutbah Ied itu dua khutbah seperti khutbah Jumat. Bahkan Imam Ibnu Qudamah dan Ibnu Hazm menegaskan dalam masalah ini sesungguhnya para fuqaha tak berbeda pendapat. (Abdurrahman Jazairi, Al Fiqh ‘Ala Al Mazahib Al Arba’ah, 1/238).

Namun sebagian fuqaha berpendapat khutbah Ied hanya satu khutbah, bukan dua khutbah. Inilah pendapat Imam Syaukani, Imam Shan’ani, dan lain-lain. (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 695; Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/679). Pendapat yang rajih, khutbah Ied dilaksanakan dua kali, bukan satu kali. (Mahmud ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shalah, 2/177).

(13) Dibolehkan mengucapkan selamat (tahni`ah) setelah shalat Ied, dengan ucapan,”Taqabbalallahu minnaa wa minka/minkum.” (semoga Allah menerima amal kami dan amal Anda). (Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, 2/446). Memulai mengucapkan selamat adalah boleh, namun menjawabnya wajib. (Ibnu Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, 24/253). Wallahu a’lam. [M. Shiddiq Al Jawi]

(hti/voa-khilafah.com)

SIAPA TERORIS ITU?

SIAPA TERORIS ITU?

Voa-Khilafah.com - Ini yang selalu terjadi menjelang perayaan Natal. Pengamanan gereja diperketat. Tim gegana diterjunkan utuk memyusuri setiap sudut ruangan demi memastikan tidak ada bom di dalamnya. Dan saat perayaan Natal berlangsung, jumlah polisi pengamanan ditingkatkan. Bahkan, organisasi pemuda Islam pun siap siaga melakukan pengamanan.

Apa yang ditakutkan? Katanya, ini demi menjaga dari kemungkinan serangan teroris.

Siapa teroris yang dimaksud? Ya, tentu saja umat Islam yang dituduh teroris.

Tapi, tuduhan itu sama sekali tak terbukti. Tak ada serangan terhadap gereja. Tak ada pembakaran gereja. Tak ada larangan mereka berhari raya.

Bandingkan dengan apa yang terjadi di Papua. Gereja berkirim surat, melarang umat Islam berhari raya. Situasi ini jelas merupakan ancaman nyata. Tetapi, tidak ada pengawalan polisi, meski surat itu ditembuskan pada mereka. Tidak ada pula, tim gegana diterjunkan. Apalagi organisasi pemuda Islam membantu pengamanan? Sama sekali tidak ada.

Tapi, teror justru terjadi. Masjid dibakar saat umat Islam sedang sholat hari raya. Bukan hanya masjid, bahkan rumah dan ruko milik warga muslim juga dibakar.

Lalu, apa reaksi pemerintah?

Alih-alih memberi instruksi penangkapan pelaku teror, pemimpin negeri muslim terbesar ini justru menyalahlan speaker masjid sebagai biang pembakaran. Media mainstream juga idem. Bukannya mengutuk gereja sebagai pelakunya, mereka justru sibuk meminta umat Islam menahan diri, agar tidak melakukan aksi pembalasan.

Benar-benar sebuah ironi yang memilukan. Stempel teroris justru disematkan ke diri kaum muslimin, yang faktanya tidak melakukan tindakan teror. Dan mereka yang nyata-nyata melakukan aksi teror justru dilindungi, hanya karena pelakunya bukan muslim.

(Sumber : M. Ihsan Abdul Djalil)

(www.voa-khilafah.com)

Ustadz Felix Siauw : Pembakaran Masjid di Papua, Kedzaliman Besar !

Ustadz Felix Siauw : Pembakaran Masjid di Papua, Kedzaliman Besar !

Voa-Khilafah.com - Pembakaran Masjid di Kab. Tolikara, Papua disaat kaum Muslim merayakan Idul Fitri telah menuai banyak kecaman keras dari Umat Islam Indonesia. Tokoh-tokoh umatpun silih berganti mengecam tindakan brutal yang biadab tersebut. Tidak ketinggalan, respon keras juga keluar dari Ust. Felix Siauw yang mengatakan bahwa pembakaran Masjid di Papua adalah sebuah KEDZALIMAN BESAR!.

Pada laman facebook beliau, Ust. Felix menjelaskan responnya kepada jutaan penggemarnya. Beliau mengutip Q.S Al-Baqarah ayat 144 :

Dan siapa yang lebih aniaya dari orang yang menghalangi menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya? (Q.S 2:114)

Beliau melanjutkan bahwa kejadian pembubaran shalat Ied dan pembakaran masjid di Papua ini menunjukkan banyak pelajaran. Pertama, saat Muslim dalam posisi mayoritas, mereka disudutkan dengan dalil toleransi, namun saat minoritas, mereka ditekan dengan dalil demokrasi. Beliau melanjutkan, saat Muslim menjadi mayoritas, mereka dipaksa mengorbankan akidah dengan dalil toleransi dan membiarkan seluas-luasnya syiar agama lain. Sebaliknya saat Muslim minoritas, mereka dipaksa juga untuk menghormati yang banyak, juga dengan mengorbankan akidah, mengorbankan agama. kedua, lalainya negara memberikan jaminan perlindungan hukum, menurut beliau seharusnya hal seperti ini ditindak keras agar tidak menyebar pada yang lain. Bagaimanapun hal seperti ini berbahaya dalam menyulut konflik antar masyarakat adalah peran negara untuk memberikan keadilan bagi ummat, jelas beliau. Hanya saja, hukum di negara ini memang rancu, mengapa? karena tidak diterapkan syariat Islam untuk mengaturnya, jelas beliau retorik.

Beliau kemudian menjelaskan perbedaan kaum Muslim/Non Muslim hidup di bawah naungan sistem Islam dan selain dari sistem Islam. Bahwa dalam sistem hukum yang bukan berdasar Islam, baik ummat Muslim ataupun Non-Muslim sama-sama terancam keberadannya, tidak aman tapi dalam sistem Islam, Islam menjamin dan melindungi semua bentuk ibadah apapun agamanya, akan dilindungi dan dijamin oleh Islam.

Lalu bagaimana kita menyikapi insiden kedzaliman di Papua ini?, menurut beliau sebagai seorang muslim harus memegang hal-hal demikian, pertama harus adil dengan membatasi bahasan hanya pada insidennya dan pelakunya saja bukan mengeneralisasi dan meluaskan masalah karena kita Muslim dan kita diajarkan Allah dan Rasul-Nya tidak membalas perlakuan dzalim dengan kedzaliman juga, kedua, setiap kedzaliman harus dihilangkan, dan ini adalah peran negara maka negara harus mengambil langkah tegas terhadap insiden ini. Pelakukanya diusut, ditindak dan dihukum setimpal agar jadi peringatan buat yang lain | dan dijamin agar tidak terjadi hal yang sama ketiga, yang terpenting, kesadaran bahwa tidak akan ada kebaikan menyeluruh tanpa penerapan syariat Islam secara total di negeri ini sebab hanya syariat Islam yang bisa memberikan jaminan keadilan karena hukumnya datang dari Yang Maha Adil, Allah Swt. Karenanya penting sekali Khilafah yang menerap syariat agar konflik seperti ini tidak berterus dan berpanjang.

Beliau juga tidak lupa mendoakan saudara-saudara Muslim Papua dan dimanapun mereka minoritas semoga Allah kuatkan dan mudahkan mereka, semoga Allah berikan ganjaran terbaik atas keistiqamahan mereka dan balasan terbaik berupa ridha-Nya, juga bagi kita semuanya, tutup beliau. [visimuslim/voa-khilafah.com]

HTI Kecam Keras Pembakaran Masjid di Papua

HTI Kecam Keras Pembakaran Masjid di Papua

Voa-Khilafah.com - Hizbut Tahrir Indonesia mengecam penyerangan terhadap umat Islam saat sholat Idul Fitri yang disusul dengan pembakaran masjid di Kabupaten Tolikara Papua pada Jumat pagi (17/7).

“ Hizbut Tahrir Indonesia mengecam keras tindakan brutal ini, apalagi dilakukan saat umat Islam melakukan ibadah sholat Idul Fitri,” kecam Rochmat S. Labib ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia.

Menurutnya, tindakan ini merupakan kedzoliman berulang yang terjadi pada umat Islam, terutama di daerah-daerah umat Islam menjadi minoritas.

“Aksi brutal ini menunjukkan kegagalan negara sekuler melindungi umat Islam, dimana peran negara saat umat Islam didzolimi ? ” tanyanya.

Rochmat juga menyayangkan pernyataan Wapres JK yang menyebutkan pemicu masalah ini adalah speaker atau pengeras suara.

Pernyataan JK ini mengesankan seolah-olah umat Islamlah yang menjadi pemicu. Tambahnya, hal ini merupakan pola berulang selalu menyalahkan umat Islam yang menjadi korban.

Menurutnya, adanya surat larangan yang dikeluarkan gereja terhadap ibadah umat Islam, menunjukkan masalah ini bukan sekedar speaker. Ditambah lagi adanya berbagai bentuk tekanan terhadap umat Islam selama ini di beberapa tempat di Papua.

“Kalaupun ada masalah pengeras suara, apakah kemudian boleh bakar-bakaran seperti itu ?” tanyanya.

Apalagi, lanjutnya, sholat Idul fitri tidaklah membutuhkan waktu yang lama, biasanya, tidak lebih dari 1 jam, apa salahnya memberikan umat Islam kesempatan dalam waktu yang tidak begitu lama untuk beribadah, ujarnya. (hti/voa-khilafah.com)

MIMAR SINAN Arsitek Terbaik Dalam Sejarah Peradaban Khilafah Islam

MIMAR SINAN Arsitek Terbaik Dalam Sejarah Peradaban Khilafah Islam

Voa-Khilafah.com - Sejarah Islam penuh dengan arsitek-arsitek jenius. Beberapa bangunan terkenal di muka bumi adalah produk dari engineer muslim. Mereka membangun struktur indah yang menunjukkan kebesaran Islam di sepanjang masa. The Dome of the Rock atau Qubbatu Shakhrakh di Yerusalem, Taj Mahal di Agra, India, Alhambra di Granada, Spanyol, dan Masjid Biru di Istanbul, Turki, merupakan contoh tradisi arsitektur fenomenal dan indah.

Memang sejarawan berselisih pendapat mengenai siapa arsitektur paling berpengaruh dalam sejarah Islam, namun nama Mimar Sinan seolah-olah menjadi ikon karena karya-karyanya yang fenomenal. Mimar Sinan hidup antara tahun 1489 sampai 1588, di masa keemasan Khilafah Utsmani. Ia hidup di masa Sultan Salim I, Sultan Sulaiman, Sultan Salim II, dan Sultan Murad III. Selama kurun waktu ini wajah Kota Istanbul penuh perubahan, cita-cita pembangunan para sultan terwujud melalui karya-karya Mimar Sinan.

Siapakah Mimar Sinan?

Ayah Mimar Sinan, Abdul Mannan, adalah seorang mualaf yang berasal dari Yunani atau Armenia. Di masa mudanya, Mimar mengikuti jejak ayahnya bergabung dalam korps tentara elit Utsmani, Yenicheri. Tidak disangka, ternyata dalam dunia militer ini, jiwa dan bakat arsitekturnya muncul. Seiring waktu berjalan, pangkat kemiliteran Mimar pun mulai naik, ia menduduki posisi yang strategis dan dekat dengan Sultan Salim dan Sultan Sulaiman. Ia turut serta dalam aktivitas-aktivitas militer Utsmani di Eropa, Afrika, dan Persia.

Semakin banyak daerah baru yang menjadi bagian Kekhilafahan Utsmani berbanding lurus dengan maraknya pembangunan di daerah-daerah tersebut; pembangunan masjid dan bangunan-bangunan publik lainnya menjadi rencana utama pembangunan setiap daerah. Saat itulah kemampuan arsitektur Mimar semakin kentara dan kian terasah, ia turut serta dalam pembangunan-pembangunan di wilayah baru. Akhirnya pada tahun 1538, Kekhilafahan benar-benar mengapresiasi kemampuannya ini dan menetapkannya sebagai Menteri Pembangunan Khilafah Utsmani.

Awal Karir

Di Turki, Hagia Sophia selalu menjadi inspirasi dalam hal arsitektur. Hagia Sophia awalnya adalah gereja Bizantium yang dibangun pada tahun 537, ketika Muhammad al-Fatih menaklukkan Bizantium dan populasi muslim kian bertambah, maka Hagia Sophia diubah menjadi masjid di tahun 1453 dan sekarang Hagia Sophia dijadikan museum berdasarkan kebijakan Kemal Ataturk laknatullah.

Kubah Hagia Sophia yang besar dan megah banyak ditiru oleh arsitek-arsitek muslim. Oleh karena itu, kita lihat masjid-masjid di Turki memiliki kubah utama yang besar terletak di bagian tengah dan dikelilingi kubah-kubah kecil di bagian sisinya. Di saat arsitek-arsitek dari negeri lainnya tidak mampu membuat sebuah bangunan yang lebih atau setara dengan keindahan Hagia Sophia, saat itulah Mimar Sinan menunjukkan bawa ia bisa melakukannya. Keluar dari pakem dan standar yang telah dibuat oleh para arsitek terdahulu, dan membuat bangunan yang lebih monumental.

Di masa awal karirnya, Mimar membangun masjid-masjid kecil terlebih dahulu di wilayah-wilayah baru Utsmani. Ia membangun Masjid Khusruwiyah di Aleppo, Suriah, pada tahun 1547. Masjid ini tetap berdiri kokoh di era modern ini, namun saat ini mungkin telah hancur karena perang di negeri Syam ini. Ia juga merenovasi Masjid Imam Abu Hanifah di Baghdad dan Masjid Jalaluddin al-Rumi di Konya.

Proyek-proyek kecil ini terus mengasah kemampuan seni merancang bangunan Mimar Sinan untuk terus berkembang. Selain itu pemerintah juga terus mendukungnya dan membantunya mengasah bakatnya dengan proyek-proyek yang mereka berikan kepada Mimar.

Membangun Masjid Pangeran dan Masjid Sultan Sulaiman

Pada tahun 1543, Sultan Sulaiman mendapatkan sebuah musibah dengan meninggalnya salah satu putranya, yaitu Sultan Muhammad. Kejadian ini menimbulkan niatan pada sultan untuk membangun sebuah masjid megah yang ia gunakan untuk melayani umat Islam di Istanbul sekaligus sebagai pahala jariyah untuk sang anak.

Momen ini sekaligus kesempatan pertama yang diberikan Sultan Sulaiman kepada Mimar untuk bertanggung jawab atas proyek yang besar, membangun sebuah masjid yang megah dan memiliki tempat tersendiri di hati Sultan Sulaiman.

Selama empat tahun, Mimar mengerjakan proyek yang disebut dengan Sehzade Jami’(Masjid Pangeran) di pusat Kota Istanbul. Di lingkungan masjid ini terdapat komplek (kulliye) yang terdiri dari sekolah, dapur umum bagi kaum miskin, tempat tidur bagi wisatawan, dan makam Sultan Muhammad. Sultan Sulaiman memuji dan sangat puas dengan hasil kerja Mimar walaupun Mimar sendiri masih menaruh ambisi bahwa dia bisa mewujudkan sesuatu yang lebih hebat dari hasil karyanya ini.

Masjid besar berikutnya yang proyek pembangunannya dipimpin oleh Mimar Sinan adalah Masjid Sultan Sulaiman. Sultan Sulaiman menginginkan agar Kota Istanbul kembali dihiasi oleh masjid raksasa lainnya. Kali ini ia mengatasnamakan masjid tersebut atas namanya sendiri. Semakin besar masjid yang dibangun, ia berharap semakin banyak jamaah jamaah yang bisa shalat di sana, sehingga semakin banyak pula tabungan pahala untuknya, demikian harap sang sultan.

Proyek besar Masjid Sultan Sulaiman ini direncanakan akan rampung pembangunannya dalam waktu tujuh tahun. Selama lima tahun, Mimar Sinan sibuk membangun pondasi masjid besar ini. Sampai-sampai Sultan Sulaiman mengira Mimar melarikan diri dari pembangunan karena dia sangat sibuk di areal bawah tanah untuk membangun pondasi masjid.

Pada tahun 1557, selesailah pembangunan Masjid Sultan Sulaiman, dan ini adalah sebuah masterpiece, sebuah karya yang sangat fenomenal. Sebuah masjid besar dengan interior yang luar biasa, ketinggian langit-langit di ruang dalam menunjukkan kerumitan pembangunannya, kubah-kubah yang menunjukkan perhitungan geometri yang detail, di bagian luar terdapat empat menara ramping yang menjulang setinggi 50 m, saat itu menara ini benar-benar sesuatu yang menakjubkan, tidak ada arsitek yang mampu membuat serupa dengannya.

Komplek Masjid Sulaiman meliputi: masjid, rumah sakit, pemandian, perpustakaan, dapur umum, madrasah Alquran, madrasah hadis, taman kanak-kanak, dan pusara pemakaman Sultan Sulaiman.

hebatnya, dengan kemegahan dan kehebatan arsitektur masjid ini, Mimar Sinan masih yakin kalau ia bisa membangun bangunan yang lebih hebat lagi dari ini.

Karya Fenomenal Mimar Sinan

Setelah Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1566 M, putranya dan pewaris tahtanya, Sultan Salim II, memiliki keinginan serupa dengan ayahnya, yakni membangun masjid atas namanya dan diperuntukkan untuk melayani kaum muslimin. Masjid Sultan Salim II ini rencananya akan dibangun di Kota Edirne 200 Km dari Istanbul. Saat pembangunan berlangsung, usia Mimar Sinan sudah menginjak 70 tahun lebih, namun semangatnya masih tetap berkobar, ia tetap memendam impian mengalahkan kemegahan Hagia Sophia.

Dalam otobiografinya, Mimar Sinan menyebutkan bahwa komplek Masjid Sultan Salim II atau disebut Selimye adalah masterpiece-nya. Kubah masjid yang dibangun di atas tumpuan segi delapan memungkinkan masjid ini dibangun dengan tinggi yang pada akhirnya mengalahkan Hagia Sophia. Hingga saat ini Masjid Sultan Selim II menjadi landmark Kota Edirne.

Wafatnya

Mimar Sinan wafat pada tahun 1588 di usia 98 tahun. Ia dimakamkan di komplek Masjid Sultan Sulaiman. Arsitek kebanggaan Kekhilafahan Utsmani ini banyak meninggalkan warisan-warisan pembangunan, yaitu: 90 masjid besar di seluruh wilayah kekuasaan Utsmani, 50 masjid kecil, 57 perguruan tinggi, 8 jembatan, dan berbagai gedung-gedung sarana public di seluruh wilayah kekuasaan Kekhilafahan Utsmani. Ia juga mewarisi murid-murid hebat Masjid Sultan Ahmad atau dikenal dengan Blue Mosque, Taj Mahal di India.

Oleh karena itu, tidak heran apabila Mimar Sinan dianggap sebagai arsitek terbesar dalam sejarah peradaban Islam. Ia membangun bangunan-bangunan yang terus dikenang dan dikagumi oleh orang-orang hingga abad modern ini. (kisahmuslim/Voa-Khilafah.com)

Refleksi Hari Kemenangan Idul Fitri: Sudahkah Kita Bertakwa Seutuhnya?

Refleksi Hari Kemenangan Idul Fitri: Sudahkah Kita Bertakwa Seutuhnya?

Voa-Khilafah.com - Usai sudah umat Islam berpuasa, selama satu bulan Ramadhan penuh di tahun ini. Idul fitri pun tiba, sebagai hari kemenangan mereka melawan hawa nafsu dan beragaam godaan. Namun, apakah semua usaha tersebut sudah mengantarkan kita kepada ketaqwaan seutuhnya?

Secara pribadi, seorang muslim memang telah mencapai kemenangan, namun secara umat keseluruhan, kemenangan tersebut belum lah tercapai sepenuhnya. Pasalnya masih banyak kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, seperti di Palestina, Suriah, Myanmar dan Xinjiang China, masih merasakan pahit getir penderitaan, tanpa sekalipun merasakan kegembiraan, layaknya di Indonesia.

Oleh karena itu, ketakwaan dan kemenangan seutuhnya, hanyalah bisa terpenuhi, jika semua syariat Islam ditaati, termasuk mendirikan Khilafah Islamiyah, sebagai wadah penerapan aturan Islam secara keseluruhan, pelindung dan mensejahterakan umat. Serta memberantas kekufuran, kemusyrikan, maupun menghapus perbudakan. [hti/voa-khilafah.com]

Sebelum Pembakaran Masjid, Beredar Surat Pelarangan Shalat Ied di Tolikara

VOA-KHILAFAH.COM, JAKARTA -- Sebuah surat pelarangan perayaan Idul Fitri di Tolikara muncul sebelum kasus pembakaran masjid terjadi, Jumat (17/7). Surat itu beredar dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) pada 11 Juli 2015 yang ditantangani Ketua GIDI Wilayah Toli, Pendeta Nayus Wenda.

Dalam surat itu, GIDI melarang tiga hal dilakukan di Tolikara, Wamena, Papua. Tiga hal tersebut adalah melarang pembukaan lebaran (Idul Fitri) yang jatuh pada hari ini, Jumat (17/7) di wilayah Kabupaten Tolikara (Karubaga), Wamena Papua. Kedua, GIDI hanya mengijinkan perayaan dilakukan di luar kabupaten Tolikara dan Jayapura. Ketiga, umat muslim perempuan dilarang mengenakan jilbab di wilayah tersebut.

GIDI menyebutkan, tiga larangan itu didasarkan pada hasil seminar dan KKR pemuda GIDI tingkat internasional. Sehingga GIDI wilayah Toli membatalkan semua kegiatan yang bersifat mengundang umat besar. Mulai dari tingkat jemaat lokal, klasis atau pun dari yayasan dan lembaga-lembaga lainnya.

Selain itu, GIDI wilayah Toli juga melarang agama lain dan gereja denominasi lain untuk mendirikan tempat-tempat ibadah di kabupaten Tolikara. Selain pembakaran masjid, GIDI juga sudah menutup gereja Adven di Paido. Sehingga umat gereja Adven bergabung dengan GIDI. (ROL/Voa-Khilafah.com)

Diserang Sekelompok Orang, Jama'ah Sholat Ied di Papua BUBAR, Rumah Kios dan Musholla Pun Dibakar

Voa-Khilafah.com - Saat Umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan suka cita, tidak demikian yang terjadi di Papua. Kekacauan terjadi pada pelaksanaan salat Idul Fitri 1436 Hijriah di Kabupaten Tolikara, Papua.

Dilansir dari Metro TV, peristiwa itu terjadi sekira pukul 07.00 WIT, Jumat (17/7).

Saat itu, Umat Islam tengah melaksanakan salat Idul Fitri di halaman Koramil 1702 / JWY.

Namun, baru saja imam mengucapkan takbir pertama, dengan tiba-tiba beberapa orang mendekati jemaah dan berteriak.

Ratusan umat Muslim di Karubaga yang sedang melaksanakan shalat Id di Lapangan Koramil Tolikara terpaksa membubarkan diri karena takut menjadi sasaran amuk massa.

"Mereka mencari perlindungan di Markas Koramil Tolikara dan Pos Yonif 756," kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Patridge Renwarin saat dikonfirmasi, Jumat (17/7/2015).

Sejam kemudian, sekelompok orang tak dikenal juga melempar dan membakar Mushola Baitul Mutaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian.

Selain mushola, enam rumah dan sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu.

Dilansir Metro TV, akibat kejadian itu, warga setempat jadi ketakutan.

Hingga berita ini dimuat, polisi dan TNI berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian. Petugas gabungan mengantisipasi kerusuhan berlanjut.

Alasan pengrusakan dan pembakaran tersebut pun belum diketahui. Belum ada pula keterangan resmi dari aparat setempat.

Personel Polri/TNI yang mengamankan jalannya salat Id sempat menghalau para penyerang. "Tapi karena penyerang jumlahnya begitu banyak, anggota tidak mampu mengatasi," ujar Patridge.

Saat ini situasi di Karubaga, Tolikara dinyatakan sudah kondusif. Polisi masih melakukan penyelidikan terkait penyerangan brutal ini.

Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti meminta kepolisian setempat menangani cepat kasus penyerangan warga di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua.

"Sudah ditangani, Wakapolda (datang) ke sana. Saya berharap ini tidak berkembang. Diharapkan tokoh-tokoh dikumpulkan bersama," kata Badrodin saat datang halal bihalal ke kediaman Megawati Soekarnoputri di Menteng, Jakpus, Jumat (17/7/2015).

Sekitar 70 orang melakukan penyerangan terhadap warga yang sedang menunaikan salat Id di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Ada 11 orang penyerang yang berhasil dilumpuhkan personel Polri/TNI.

"Dari kelompok pengganggu ada 3 orang yang mengalami luka dievakuasi ke Jayapura, dan 8 orang dirawat di Puskesmas Tolikara," ujar Kabid Humas Polda Papua, Kombes Patridge Renwarin.

Kesebelas orang penyerang ini terluka saat berhadapan dengan personel gabungan yang mengamankan jalannya salat Idul Fitri warga. "Kami sudah melakukan upaya persuasif, setelah itu tembakan peringatan namun karena terdesak kami melakukan tembakan melumpuhkan para penyerang," tutur Patridge.

Para penyerang mulanya melakukan pelemparan ke arah warga yang sedang salat pada sekitar pukul 07.10 WIT. Saat warga berhamburan menyelamatkan diri ke Koramil setempat, penyerang mulai membakar rumah yang juga difungsikan sebagai kios.

Akibatnya total 70 rumah kios berkonstruksi papan kayu yang terbakar. "Tidak ada korban jiwa dari kelompok masyarakat yang salat Id," sambungnya.

Polisi menurut Kombes Patridge sudah mengidentifikasi kelompok penyerang. Penyelidikan tengah dilakukan untuk melakukan upaya hukum lanjutan.

"Mereka yang melakukan penyerangan sudah teridentifikasi, sudah dikenali anggota TNI/Polri," ujar dia.

Sumber: detikcom, rmol, metrotvnews, kompas

(www.voa-khilafah.com)

Idul Fitri dan Budaya konsumtif

Idul Fitri dan Budaya konsumtif

Voa-Khilafah.com - Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, ada kebiasaan menarik di kalangan umat Islam di negeri ini. Tingkat konsumsi masyarakat biasanya meningkat dengan tajam, jika di awal Ramadhan, konsumsi atas kebutuhan pokok (sembako), makanan-makanan tertentu terutama ‘daging-dagingan’. Sedangkan menjelang idul fitri lebih banyak lagi, selain kebutuhan pokok (sembako), masyarakat berlomba memborong kebutuhan pelengkap seperti kue2, pakaian dan asesorisnya, barang elektronik, hingga kendaraan bermotor. Sebagian masyarakat, seolah ‘merasa wajib’ membeli berbagai barang konsumsi tersebut dengan dalih momen Ramadhan dan Idul Fitri adalah momen yang sangat istimewa. Apalagi bagi mereka yang punya tradisi pulang kampung (mudik),saat Idul fitri adalah saat mereka bersilaturrahim, yang bagi sebagiannya, dijadikan sebagai ajang unjuk gigi. Yang lebih menarik lagi, beberapa Ramadhan terakhir ini, justru pusat-pusat perbelanjaan, pasar-pasar atau mall-mall, tidak hanya ramai di penghujung Ramadhan, tetapi saat ini sudah ramai di awal Ramadhan, sitambah lagi dengan pesta diskon dimana-mana. Banyak di antara pengunjung sudah berbelanja un tuk kebutuhan Idul Fitri, sehingga kemacetan lalu lintas menjadi pemandangan yang sering ditemui di pusat-pusat kota.

Bahkan bagi sebagian mereka, seolah tak masalah jika harus merogoh kocek dalam-dalam demi memuaskan perilaku konsumtif jelang lebaran. Bahkan tak sedikit yang akhirnya kehilangan rasionalitas; mengutang sana-sini, menggadaikan barang berharga, meminjam uang di bank berrente, semata-mata demi memenuhi “tradisi serba ada dan serba baru” di saat idul fitri.Tak heran jika bagi kalangan produsen, saat-saat menjelang lebaran adalah masa-masa panen keuntungan, karena volume penjualan barang yang mereka produksi atau yang mereka jual, biasanya meningkat berkali-kali lipat. Lalu, bagaimana pandangan Islam tentang fenomena ini ?

Islam Mengatur Pembelanjaan Harta

Sebagai diin yang sempurna, Islam mengatur bagaimana mengembangkan harta, sekaligus juga mengatur bagaimana cara membelanjakannya. Islam telah menetapkan metode pembelanjaan harta sekaligus menentukan bagaimana tata caranya. Sistem Islam sangat berbeda dengan sistem kapitalisme-sekulerisme yang diterapkan saat ini, yang mengagungkan kebebasan pemilikan dan berperilaku, menjadikan manfaat sebagai asasnya. Dalam Islam, seorang pemilik harta tidak dibiarkan bebas mengelola dan membelanjakan harta, sekalipun harta itu secara hokum, sah merupakan miliknya. Akan tetapi Islam mengaturnya dengan rinci.

Islam telah melarang seseorang bertindak israf atau tabzir ketika membelanjakan harta, sekaligus melarang seseorang bersikap kikir atau taqtir. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Furqan [25] : 67 :

“Mereka yang jika mengeluarkan harta, tidak bertindak israf ataupun kikir (taqtir); pengeluarannya ada di tengah-tengah yang demikian”

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf (berlebih-lebihan)” (QS Al-A’raf : 31)

Israf dalam pengertian syara’ bermakna mengeluarkan harta dalam perkara yang haram atau kemaksiatan atau bukan di jalan yang haq, sekalipun yang dikeluarkan jumlahnya hanya sedikit. Sedangkan kikir (taqtir) terhadap diri sendiri bermakna menahan diri dari kenikmatan yang dibolehkan syari’ah (Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya An-Nidzham al-Iqtishadi fil Islaam). Keduanya merupakan perkara yang dicela oleh Allah SWT. Selain israf dan kikir (taqtir), Islam juga melarang kaum muslimin untuk berfoya-foya atau menghambur-hamburkan harta. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Waqi’ah [56] : 41-45 :

“Golongan kiri , siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan) angin yang amat panas. Dan air panas yang mendidih dalam naungan asap hitam.Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup berfoya-foya atau bermewah-mewah.

Selain itu Islam juga tidak menganjurkan kita untuk menyia-nyiakan harta (idha’atul maal), yaitu menafkahkan harta pada barang-barang yang sesungguhnya tidak kita butuhkan, sehingga akhirnya barang tersebut tidak terpakai bahkan akhirnya terbuang. Rasulullah SAW bersabda : “… dimakruhkan atas kamu banyak atas kamu banyak bicara dan bertanya (tentang hal-hal yang sifatnya khayalan) serta menyia-nyiakan harta.”

Lalu, bagaimana dengan fenomena saat ini, apakah terkategori israf (boros/berlebihan) atau taftur (berfoya-foya/bermewah-mewah) atau menyia-nyiakan harta ?

Dari penjelasan makna tentang israf, maka dapat kita simpulkan, jika mereka membelanjakan hartanya untuk hal-hal yang mubah atau untuk ketaatan dengan menjaga niat karena Allah, maka perilaku seperti ini tidak terkatagori israf atau tabzir. Akan tetapi, jika mereka membelanjakan hartanya untuk membeli minuman keras atau membeli pakaian yang diharamkan dipakai di tempat umum karena membuka aurat atau untuk berinfaq karena ingin dipuji misalnya maka itu termasuk perilaku israf atau tabzir yang diharamkan, tanpa melihat besar kecilnya jumlah harta yang dibelanjakan . Akan tetapi tentu saja kita harus berhati-hati dari tindakan foya-foya, yaitu

membelanjakan harta demi kesombongan atau berbangga diri. Jadi, bukan semata-mata membelanjakan harta untuk menikmati kekayaan. Karena pada dasarnya, Islam tidak melarang kita untuk menikmati dan merasakan nikmatnya rezeki yang telah Allah anugerahkan. Allah SWT berfirman, “Qul man harrama ziinatallaahil latii akhraja li ‘ibaadihii wath-thayyibaati minar-rizq” “Katakanlah siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hambaNya, juga rezeki-Nya yang baik-baik?”

Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Amr ra yang mengatakan, bahwa Nabi Saw pernah bersabda : ”Sesungguhnya Allah suka untuk melihat tanda-tanda kenikmatan-Nya pada hambaNya.” Bahwa Allah suka jika hambaNya menikmati nikmat dari Allah sekaligus merasakan rezekiNya yang baik-baik, yang telah Allah anugerahkan kepadanya oleh Sang Pencipta alam semesta ini. Akan tetapi Allah membenci banyaknya kenikmatan yang mengakibatkan lahirnya sikap arogan, sombong dan membangkang yaitu ketika terjadi tindakan tarfu atau berfoya-foya. Nah, perilaku konsumtif yang muncul termasuk saat menjelang idul fitri ini, bisa menjerumuskan seseorang pada tindakan tarfu/berfoya-foya yang diharamkan Allah. Karena biasanya, perilaku konsumtif muncul didorong oleh nafsu ingin dipuji, ingin diakui eksistensi atau karena senang berbangga diri ataupun menjerumuskan diri pada perilaku menyia-nyiakan harta. Jika demikian halnya, maka seorang yang mengaku telah beriman kepada Allah dengan keimanan yang lurus, tentu tidak layak terjebak dalam perilaku seperti ini.

Khatimah

Perilaku konsumtif saat ini memang tengah mengancam kehidupan umat, telah menjebak umat Islam pada aktivitas mengejar kesenangan jasadi semata yang akan mendorong seseorang pada perbuatan yang menyalahi hokum-hukum syara’ bahkan lebih jauh, akan membuat umat Islam berpaling dari tujuan hidup sebenarnya Yakni menjaga Islam dan memperjuangkan kemuliaannya

Penyakit ini akan terus berkembang dan meracuni umat Islam selama sistem kapitalisme dan paham sekularisme yang melandasinya masih mendominasi kehidupan umat Islam. Karena itu, saatnya kaum muslimin mencampakkan sistem yang rusak dan merusak ini, kemudian menggantinya dengan sistem kehidupan Islam yang menjamin kemuliaan hakiki Caranya adalah dengan berupaya berdakwah membangun kesadaran masyarakat dengan Islam kaffah dan berupaya menegakkannya dalam wadah Khilafah Islamiyyah. Wallaahu a’lam bisshawwab (NS)

Sumber: hizbut-tahrir.or.id

(www.voa-khilafah.com)

Keterangan Pers Pengumuman Hasil Monitoring Hilal Syawal 1436 H Dan Ucapan Selamat Idul Fithri Yang Penuh Berkah

Keterangan Pers Pengumuman Hasil Monitoring Hilal Syawal 1436 H Dan Ucapan Selamat Idul Fithri Yang Penuh Berkah

Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir

No : 057/1436 H

29 Ramadhan 1436 H/ 16 Juli 2015 M

Keterangan Pers

Pengumuman Hasil Monitoring Hilal Syawal 1436 H

Dan Ucapan Selamat Idul Fithri Yang Penuh Berkah

، ﷲ ﺮﺒﻛأ ، ﻪﻠﻟو ﺪﻤﺤﻟا ‏… ﷲ ﺮﺒﻛأ ،ﷲ ﺮﺒﻛأ ،ﷲ ﺮﺒﻛأ ،ﻻ ﻪﻟإ ﻻإ ﷲ…ﷲ ﺮﺒﻛأ

Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga Beliau, para sahabat beliau. Juga kepada siapa saja yang loyal kepada Beliau serta mengikuti Beliau sehingga ia menyusuri jejak langkah beliau, menjadikan akidah islamiyah sebagai asas untuk pemikirannya, menjadikan hukum-hukum syara’ sebagai standar bagi amal-amalnya dan sebagai sumber bagi hukum-hukumnya. Amma ba’du…

Imam Ahmad telah mengeluarkan dari jalur Muhammad bin Ziyad, ia berkata: aku telah mendengar Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah atau Abu al-Qasim saw telah bersabda:

« اوﱡﺪُﻌَﻓ َﻦﻴِﺛَﻼَﺛ اﻮُﻣﻮُﺻ ﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ ،ِ اوُﺮِﻄْﻓَأَو ﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ ،ِ نِﺈَﻓ ْ ﻲِﺒُﻏ َ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ »

“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal dan jika tertutup mendung atas kalian maka genapkanlah (hitungan bukan) tiga puluh (hari).”

Dan setelah memonitor hilal Syawal pada malam ini, malam Jum’at, maka telah terbutki terlihat hilal dengan ru’yat syar’iyah di beberapa negeri kaum Muslim. Atas dasar itu maka besok, Jum’at, adalah hari pertama bulan Syawal dan merupakan hari raya Idul Fithri yang penuh berkah.

Berkaitan dengan moment in, maka Amir Hizbut Tahrir al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah hafizhahullah menyampaikan kepada umat Islam seluruhnya ucapan selamat penuh hangat atas datangnya Idul Fithri yang penuh berkah ini… Beliau berdoa kepada Allah SWT agar mengaruniai kita dengan tegaknya Daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian yang akan menerapkan syariah Allah di muka bumi, mengemban Islam ke seluruh dunia sebagai risalah petunjuk dan cahaya. Yaitu negara yang adil yang akan membebaskan negeri-negeri dan memberikan keadilan kepada para hamba (manusia). Negara jihad yang dengannya akan terjadi kembali pembebasan-pembebasan yang telah terjadi, sehingga manusia akan bertakbir di hari raya Id mereka dan di pembebasan-pembebasan mereka. Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, lâ ilâh illâ Allâh, Allâhu akbar, wa lillâhi al-hamdu…

Demikian juga, saya merasa berbahagia mentransformasikan ucapan selamat Kepala Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir dan seluruh aktivis Hizbut Tahrir kepada Amir Hizbut Tahrir al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah dan kepada seluruh kaum Muslim, atas datangnya hari raya Idul Fithri yang penuh berkah ini. Hari raya yang Allah kehendaki agar menjadi kegembiraan untuk orang-orang yang berpuasa, sebagai manifestasi (simbol) bagi kesatuan kaum Muslim dan sebagai peringatan untuk kaum Muslim bahwa mereka sesungguhnya adalah umat yang satu yang berbeda dari umat manusia.

Wahai kaum Muslim di seluruh dunia mulai ujung timur hingga ujung barat bumi.

Saya memohon kepada Allah SWT agar menerima dari kami dan Anda semua shalat, puasa dan qiyam serta amal-amal saleh. Sebagaimana saya juga memohon kepada Allah SWT agar kembali menyampaikan hari raya Id kepada Anda dan Allah telah memuliakan Anda dengan seorang Khalifah yang adil dan mendapat petunjuk (rasyid) yang Anda semua berlindung dengannya dan berperang di belakangnya… Ia memimpin Anda semua dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw… dan Allah SWT Maha Perkasa atas yang demikian itu.

Sesungguhnya Idul Fithri merupakan karunia dari Allah SWT kepada kaum Muslim. Dan sesungguhnya puncaknya hari raya adalah terealisasinya janji Allah SWT dan kabar gembira Rasulullah saw akan pemberian dan peneguhan kekuasaan dan terbangunnya negara yang menghukumi dengan syariah-Nya, yakni daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.

Sehingga sempurna kegembiraan hari raya ini maka singgasana para penguasa khianat dan mahkota di atas kepada mereka harus dihancurkan…

Sehingga sempurna kegembiraan hari raya ini maka harus ada penyatuan seluruh potensi dan kemampuan Umat Islam seluruhnya…

Sehingga sempurna kegembiraan tersebut maka haruslah tentara memberikan nushrah kepada Hizbut Tahrir untuk melanjutkan kembali kehidupan islami di seluruh sektor baik politik, ekonomi, tata interaksi, pendidikan dan seluruh sektor kehidupan. Hal itu dengan membangun bangunan Islam yang agung, al-Khilafah ar-Rasyidah kedua yang mengikuti manhaj kenabian.

Kepada puncak hari raya tersebut dan perjuangan untuk merealisasikannya maka kami menyeru Anda semua. Jadikanlah penutup hari raya Anda dengan menjalankan perintah Allah SWT dan berjuang bersama para pejuang mukhlis untuk memuliakan dan mengagungkan agama ini dan meneguhkan kekuasaannya supaya kita bisa bertakbir bersama-sama pada hari kemenangan yang nyata, takbirnya orang-orang yang mendapat kemenangan, yang taat, yang senantiasa menyanjungkan pujian dan bertaubat… ﻮﻟو هﺮﻛ نوﺮﻓﺎﻜﻟا ﻻ ﻪﻟإ ﻻإ ﷲ .. ﻻو ﺪﺒﻌﻧ ﻻإ هﺎﻳإ .. ﻦﻴﺼﻠﺨﻣ ﻪﻟ ﻦﻳﺪﻟا ﺰﻋأو هﺪﻨﺟ مﺰﻫو باﺰﺣﻷا هﺪﺣو ﻻ ﻪﻟإ ﻻإ ﷲ هﺪﺣو … قﺪﺻ هﺪﻋو .. ﺮﺼﻧو هﺪﺒﻋ ..

ﻼﻴﺻأو ﷲ ﺮﺒﻛأ اﺮﻴﺒﻛ ، ﺪﻤﺤﻟاو ﻪﻠﻟ اﺮﻴﺜﻛ .. نﺎﺤﺒﺳو ﷲ ةﺮﻜﺑ ﷲ ﺮﺒﻛأ ،ﷲ ﺮﺒﻛأ .. ﻪﻠﻟو ﺪﻤﺤﻟا ﷲ ﺮﺒﻛأ ،ﷲ ﺮﺒﻛأ ،ﷲ ﺮﺒﻛأ …ﻻ ﻪﻟإ ﻻإ ﷲ

Hari Raya Anda yang penuh berkah dan semoga Allah menerima dari kami dan Anda, semua ketaatan.

Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Malam Jum’at, hari pertama Idul Fithri yang penuh berkah 1436 H

Utsman Bakhasy

Direktur Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir

http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_49342

(www.voa-khilafah.com)

Pengumuman 1 Syawwal Hilal 1436 H

Pengumuman 1 Syawwal Hilal 1436 H

Setelah memonitor hilal Syawwal pada malam ini, malam Jumat, maka telah terbukti terlihat hilal di beberapa negeri kaum muslimin. Atas dasar itu, Jumat adalah hari pertama bulan Syawwal dan merupakan hari raya Idul Fitri yang penuh berkah.

‘Aid Mubarak taqabballohu minna waminkum at tho’at

Sumber: hizbut-tahrir.or.id

(www.voa-khilafah.com)

Idul Fitri Tanpa Khilafah

Idul Fitri Tanpa Khilafah

Voa-Khilafah.com - Setiap kali Idul Fitri, kaum Muslim di seluruh penjuru dunia bersama-sama menggemakan pujian atas besaran Allah SWT. Lebih dari 1,5 miliar umat Islam di dunia menggemakan takbir, tahlil dan tahmid yang menggetarkan hati. Inilah hari kemenangan umat Islam setelah sebulan berpuasa.

Idul Fitri tentu membahagiakan kita. Namun, tak berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, nasib umat Islam masih saja menyedihkan. Pangkal utamanya adalah ketiadaan Khilafah Islam di tengah-tengah umat. Padahal Khilafah telah diwajibkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Tanpa Khilafah, umat Islam tidak memiliki pelindung. Pasalnya, salah satu kewajiban utama Khalifah adalah melindungi umat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah perisai; di belakang dia umat berperang dan kepada dia umat berlindung.” (HR Muslim).

Tanpa Khilafah sebagai pelindung, darah umat Islam yang mulia ini masih tertumpah di mana-mana. Nyawa umat Islam demikian murah di hadapan musuh-musuh Allah. Jerit-tangis anak-anak dan para ibu masih terdengar menyayat hati; di Suriah, Palestina, Irak, Pakistan, Myanmar dan tempat-tempat lain. Jeritan kesedihan karena ditinggal orang-orang yang mereka cintai. Jeritan harapan agar ada penolong yang menyelamatkan diri mereka yang dizalimi. Namun, tak ada yang menolong.

Pada bulan Ramadhan yang penuh berkah, zionis Israel kembali menyerang Jalur Gaza dengan jet-jet tempurnya. Serangan itu meluluhlantakkan gedung-gedung serta melukai dan membunuh umat Islam. Mereka sebelumnya juga menculik dan membakar para pemuda Palestina.

Tanpa Khilafah tak ada yang melindungi akidah umat dari serangan musuh-musuh Islam. Mereka secara sistematis dan gencar menyerang akidah anak-anak kita. Lewat kurikulum pendidikan, media massa dan sarana hiburan, mereka menanamkan pada diri anak-anak umat ini doktrin-doktrin kufur seperti sekularisme, liberalisme (kebebasan) dan pluralisme. Tujuannya adalah menyesatkan umat Islam dan menjauhkan dari Islam. Alih-alih menjadi pelindung, penguasa sekular justru mempermudah serangan ini.

Tanpa Khilafah kehormatan umat dan agama ini tak ada yang melindungi. The Jakarta Post kembali berulah, melecehkan Islam. Koran The Jakarta Post (JP) edisi Kamis (3/6) halaman 7 memuat karikatur yang menghina Islam. Karikatur tersebut menggambarkan bendera khas bajak laut tetapi dengan tulisan ‘La ilaha illalLah’ disertai logo tengkorak. Kemudian tepat di tengah tengkorak, tertera tulisan: Allah, Rasul, Muhammad’.

Perkara inilah yang dikecam keras Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto. Menurut Ismail, ini merupakan penghinaan dan pelecahan yang berulang. Dengan karikatur tersebut mereka ingin mengasosiasikan bahwa Islam itu kekuatan destruktif, kriminal, pembunuh.

Tampaknya Islamophobia merupakan ideologi dan garis redaksi JP. Koran berbahasa Inggris milik Kompas Grup ini dan orang-orang sekular di belakangnya kerap melakukan penghinaan. Mereka juga sering memuat berita yang insinuatif (ngarang/mengkhayal), menggambarkan Islam identik dengan terorisme, kekerasan dan sebagainya.

Tanpa Khilafah umat Islam tak bisa benar-benar mewujudkan ketakwaannya secara totalitas. Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita untuk berhukum hanya pada syariah-Nya dalam seluruh aspek kehidupan.

Tanpa Khilafah, kita hidup tanpa pemimpin yang adil. Tanpa Khilafah, pemimpin yang terpilih melalui sistem demokrasi adalah pemimpin yang berhukum pada hukum jahiliah, tidak menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem sekular hanya akan memunculkan pemimpin yang suka berdusta bahkan mengancam kehidupan rakyat. Abu Hisyam as-Silmi menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (berjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, tetapi pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) keburukan mereka, membenarkan kebohongan mereka dan memberi mereka hak yang mereka senangi.” (HR ath-Thabrani).

Tanpa Khilafah pemimpin yang muncul ditengah umat Islam adalah pemimpin ruwaybidhah; pemimpin pengkhianat dan bodoh yang berbicara tentang urusan umat. “Akan datang kepada kalian masa yang penuh dengan tipudaya saat orang-orang akan mempercayai kebohongan dan mendustakan kebenaran. Mereka mempercayai para pengkhianat dan tak mempercayai para pembawa kebenaran. Pada masa itu, ruwaibidhah akan berbicara.” Demikian sabda Nabi saw. Para Sahabat bertanya, “Apa ruwaybidhah itu?” Beliau menjawab, “Ruwaybidhah adalah orang-orang bodoh (yang berbicara) tentang urusan umat.” (HR Ibnu Majalah)

Tanpa Khilafah, kezaliman terhadap umat akan terus berulang. Ini berarti, hanya dengan Khilafah kezaliman ini bisa dihentikan. Khilafah akan menggerakkan tentara-tentara Islam—bersama-sama umat Islam—dari berbagai kawasan negeri Islam untuk membebaskan al-Quds dari zionis Israel.

Khilafah tak akan membiarkan darah umat Islam tertumpah walaupun setetes. Dengan kekuatan politik dan militer yang dimiliki, musuh-musuh Allah SWT tak akan lagi berani menganiaya umat Islam. Hal ini bukan perkara omong-kosong. Secara historis terbukti, lebih dari 1300 tahun Khilafah amat disegani dan ditakuti oleh musuh-musuh Islam.

Saat Rasulullah saw. menjadi kepala negara, beliau mampu menghinakan Yahudi Bani Qainuqa dengan mengepung dan mengusir mereka dari Madinah. Pasalnya, bangsa Yahudi ini telah melecehkan seorang Muslimah dan membunuh Muslim yang membela dia. Rasulullah juga menghukum mati laki-laki yang sudah balig dari kalangan Yahudi Bani Quraizhah. Lagi-lagi karena mereka berkhianat saat bekerjasama dengan pasukan koalisi kafir menyerang negara Islam.

Tindakan tegas Rasullullah saw. ini diikuti oleh Khalifah al-Mu’tashim Billah saat membebaskan Muslimah yang dinodai pasukan adidaya Romawi di daerah Amuriyah. Peristiwa ini diikuti oleh Panglima Perang Saifuddin Qutuz saat mengalahkan pasukan Tartar dalam Perang ‘Ain Jalut pada bulan Ramadhan 658 H. Mereka mengalahkan pasukan bengis yang dalam invasinya telah membunuh lebih dari 1,5 juta umat Islam.

Hal yang sama dilakukan Muhammad bin Qasim saat membebaskan wanita yang ditawan Raja Sindh. Berdasarkan mandat Khalifah, Muhammad bin Qasim mengirim tentara kaum Muslim. Tentara Islam ini mengguncang tahta Raja Sindh, membebaskan para perempuan yang ditahan, menaklukkan Sindh dan India serta menyinari negeri itu dengan Islam. [Farid Wadjdi]

Sumber:  hizbut-tahrir.or.id

(www.voa-khilafah.com)

Hukum-hukum Seputar Idul Fitri

Hukum-hukum Seputar Idul Fitri

Voa-Khilafah.com - Umat Islam mempunyai dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Di dalamnya mereka dibolehkan untuk mengeksperesikan perasaan gembira dan bersenang-senang. Agar tidak menjadi sekedar ritual tahunan, perayaan Idul Fitri mesti mengikuti ketentuan syariah.

1- Mengumandangkan takbir sejak matahari terbenam di malam Idul Fitri: Disunnahkan untuk mengumandangkan takbir dengan suara keras, sejak matahari terbenam di malam Idul Fitri hingga imam/khatib memulai shalat.

2- Mandi sebelum Shalat Id: Disunnahkan mandi seperti mandi junub sebelum shalat Id. Ibn ‘Umar, sahabat yang paling kuat mengikuti Nabi mencontohkannya, sebelum berangkat ke tempat shalat Id (Hr. Malik dalam al-Muwattha’).

3- Memakai pakaian yang paling bagus: Disunnahkan memakai pakaian yang paling bagus, meski tidak harus baru. Rasul mempunyai pakaian khusus yang biasanya dikenakan di hari raya.

4- Memakai wewangian: Memakai wangi-wangian termasuk perkara yang disunnahkan pada hari raya Idul Fitri. Diriwayatkan dari ‘Ali ra. bahwa beliau mandi di hari Id, demikian juga riwayat yang sama dari Ibn ‘Umar dan Salamah bin Akwa dan agar memakai pakaian yang paling bagus yang dimiliki serta memakai wewangian” (Syarhus Sunnah 4/303)

5- Makan Sebelum berangkat ke tempat shalat: Disunnahkan makan sebelum berangkat ke tempat shalat. Rasulullah saw. tidak keluar pada hari Idul Fitri sebelum beliau makan beberapa butir kurma. Nabi memakannya dalan hitungan ganjil (Hr. Bukhari).

6- Bertakbir ketika keluar menuju tempat shalat dengan suara keras: Disunnahkan memperbanyak takbir, tahmid dan tahlil ketika keluar rumah, dalam perjalanan hingga ke tempat shalat.

7- Shalat Idul Fitri: Ada yang menyatakan, bahwa shalat Idul Fitri hukum fardhu kifayah, tetapi juga ada yang menyatakan bahwa hukumnya sunnah mu’akkadah. Perlaksanaan shalat Idul Fitri diperintahkan oleh Nabi agar diakhirkan, setelah terbitnya matahari, sementara shalat Idul Adhha diperintahkan agar diawalkan. Shalat dilaksanakan tanpa adzan dan iqamat. Dengan 7 takbir di rakaat pertama, dan 5 takbir di rakaat kedua.

8- Shalat Idul Fitri bagi wanita: Rasulullah saw. memerintahkan kaum wanita keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, yaitu gadis-gadis, wanita haid dan wanita-wanita yang dipingit. Adapun yang haid maka dia harus menjauhi tempat shalat dan ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Hukum shalat Idul Fitri bagi wanita ini adalah sunnah. Mereka diwajibkan memakai jubah dan jilbab. Kalau tidak punya, maka hendaknya dipinjami oleh saudaranya (Hr Bukhari-Muslim)

9- Shalat Id bagi musafir: Bagi kaum Muslim yang sedang di tengah perjalanan, tidak diperintahkan untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Menurut Ibn Taimiyyah, tidak ada satu riwayat pun yang menyatakan, bahwa Nabi saw. melakukan shalat jumat dan Id dalam perjalanan baginda…”

10- Tempat shalat Id: Shalat Id disunnahkan dilaksanakan di lapangan terbuka, kecuali kalau hujan.

11- Pelaksanaan Khutbah: Khutbah Id, baik Fitri maupun Adha dilaksanakan setelah shalat. Hukumnya tidak terpisahkan dari kesunnahan hokum shalat Id. Mendengarkan khutbah hukumnya juga sunnah. Namun demikian mendengarkan ajakan dan seruan kepada ketaqwaan dan keterikatan pada Syariah Islam termasuk hal yang utama.

12- Memilih rute jalan berangkat dan pulang dari Shalat Id yang berbeda: Disunnahkan pada saat pulang dari melaksanakan shalat Ied’ memilih rute jalan yang berbeda dari rute berangkat.

13- Jika Hari Raya Ied pada hari Jumat: Orang yang telah menjalankan shalat hari raya, kewajibannya melaksanakan shalat Jum’at dinyatakan gugur.

14- Ucapan Selamat Hari Raya: Mengucapkan, “Taqaballahu minna wa minkum”. di antara sesama kaum Muslim hukumnya sunah.

15- Menari, menyanyi dan bergembira: Hukumnya mubah merayakan hari raya dengan menari, menyanyi dan bergembira.

Sumber: hizbut-tahrir.or.id

(www.voa-khilafah.com)

Bolehkah Zakat Fitrah Dengan Uang?

Bolehkah Zakat Fitrah Dengan Uang?

Apakah boleh kita membayar zakat fitrah dalam bentuk uang?

Jawab :

Ada khilafiyah di kalangan fuqaha dalam masalah ini menjadi dua pendapat. Pertama, pendapat yang membolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Tsauri, Imam Bukhari, dan Imam Ibnu Taimiyah. (As-Sarakhsi, al-Mabsuth, III/107; Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXV/83).

Dalil mereka antara lain firman Allah SWT (artinya),”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka.” (QS at-Taubah [9] : 103). Menurut mereka, ayat ini menunjukkan zakat asalnya diambil dari harta (mal), yaitu apa yang dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang). Jadi ayat ini membolehkan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang. (Rabi’ Ahmad Sayyid, Tadzkir al-Anam bi Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 4)

Mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi SAW,”Cukupilah mereka (kaum fakir dan miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri).” (HR Daruquthni dan Baihaqi). Menurut mereka, memberi kecukupan (ighna`) kepada fakir dan miskin dalam zakat fitrah dapat terwujud dengan memberikan uang. (Abdullah Al-Ghafili, Hukm Ikhraj al-Qimah fi Zakat al-Fithr, hal. 3)

Kedua, pendapat yang tidak membolehkan dan mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok (ghalib quut al-balad). Ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni, IV/295).

Dalil mereka antara lain hadits Ibnu Umar RA bahwa,”Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ jewawut (sya’ir) atas budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa, dari kaum muslimin.” (HR Bukhari, no 1503). Hadits ini jelas menunjukkan zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk bahan makanan, bukan dengan dinar dan dirham (uang), padahal dinar dan dirham sudah ada waktu itu. (Rabi’ Ahmad Sayyid, Tadzkir al-Anam bi Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 9).

Menurut kami, yang rajih adalah pendapat jumhur yang tak membolehkan zakat fitrah dengan uang dan mewajibkannya dalam bentuk makanan pokok. Alasan kami: Pertama, ayat QS at-Taubah : 103 memang bersifat global (mujmal), yaitu zakat itu diambil dari harta (mal). Namun telah ada penjelasan (bayan) dari As-Sunnah yang merinci bahwa harta yang dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah bahan makanan, bukan uang.

Kedua, hadits yang dijadikan dalil adalah dhaif (lemah), karena ada seorang periwayat hadits bernama Abu Ma’syar yang dinilai lemah. Demikianlah menurut Imam Nawawi (al-Majmu’, VI/126), Ibnu Hazm (al-Muhalla, VI/121), Imam Syaukani (Nailul Authar, IV/218), Imam az-Zaila’i (Nashbur Rayah, II/431), Ibnu Adi, (al-Kamil fi adh-Dhu’afa, VII/55), dan Imam Nashiruddin al-Albani (Irwa`ul Ghalil, III/844). Padahal hadits dhaif tidak layak dijadikan dasar hukum.

Kalaupun dianggap sahih, hadits itu bersifat mutlak, tanpa penjelasan bagaimana caranya mewujudkan kecukupan (ighna`). Maka as-Sunnah memberikan pembatasan (taqyid) mengenai caranya, yaitu mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan, bukan dengan uang. (Nada Abu Ahmad, Ahkam Zakat al-Fithr Hal Yajuzu Ikhrajuha Qiimah, hal. 35).

Kesimpulannya, tidak boleh membayar zakat fitrah dalam bentuk uang, melainkan wajib dalam bentuk bahan makanan pokok. Wallahu a’lam. (Ustadz Shiddiq al Jawie)

Sumber: hizbut-tahrir.or.id

(www.voa-khilafah.com)

Menolak Lupa, Pembunuhan Massal 100 Ribu Muslim Bosnia

Menolak Lupa, Pembunuhan Massal 100 Ribu Muslim Bosnia

Bosnia: Konflik Terburuk di Eropa Sejak Perang Dunia II

Kekejaman perang dilakukan semua pihak tapi penduduk Muslim Bosnia lah yang bisa dikatakan menderita perlakuan sangat buruk dan itu adalah pembantaian yang dilakukan terhadap warga Bosnia –terutama di Sarajevo dan Srebrenica –yang telah identik dengan konflik itu.

Antara bulan April 1992 hingga Desember 1995, diperkirakan 100.000 orang tewas dan 2,2 juta mengungsi dalam perang “pembersihan etnis”. Sekitar 50.000 kaum perempuan, sebagian besar penduduk Bosnia, diperkosa.

Perang itu dipicu oleh pecahnya Yugoslavia yang membuat Bosnia menyatakan kemerdekaannya pada bulan Februari 1992.

Ibukota Bosnia Sarajevo diserang oleh milisi Serbia Bosnia yang didukung oleh Angkatan Darat Yugoslavia dalam pengepungan terpanjang dalam sejarah modern.

Selama blokade, sekitar 10.000 warga sipil tewas dan lebih dari 50.000 lainnya terluka. Lebih dari 300 tembakan artileri jatuh di kota itu setiap hari, hingga merusak ribuan bangunan.

Perang itu juga membuat kembalinya kamp konsentrasi ke Eropa. Menurut sebuah asosiasi kamp para korban, ada 657 kamp yang dijalankan oleh Serbia di mana sekitar 30.000 tahanan tewas dan ribuan lainnya disiksa dan dibiarkan kelaparan. Sebagian besar mereka yang tewas dikubur pada kuburan massal di seluruh negeri.

Di Prijedor, barat laut Bosnia, di mana terdapat sejumlah besar kamp, lebih dari 5.000 orang tewas, dimana sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.

Dalam satu awal insiden, 224 warga Bosnia dibawa dari Prijedor pada bulan Agustus 1992. Mereka semua lalu dibunuh oleh pasukan Serbia. Mayat 188 korban itu tetap belum ditemukan hingga 23 tahun kemudian.

Pembantaian lain terjadi di Desa Ahmici, pusat Bosnia, ketika pasukan Dewan Pertahanan Kroasia membunuh 116 orang Bosnia, termasuk 43 perempuan dan anak-anak.

Tapi mungkin kejahatan perang yang paling dekat hubungannya dengan perang itu adalah komitmen di Srebrenica pada bulan Juli 1995 ketika di depan mata penjaga perdamaian PBB Belanda, paramiliter Serbia menangkap dan membunuh lebih dari 8.000 pria Muslim dan anak laki-laki dalam pembantaian terburuk di Eropa sejak zaman Nazi.

Pada bulan Agustus, NATO meluncurkan serangan udara terhadap Serbia, yang mengarah pada kesepakatan dan pembicaraan damai pada bulan berikutnya di Dayton, Ohio, yang menghasilkan kesepakatan perdamaian akhir.

(worldbulletin.net, 10/7/2015)

(hizbut-tahrir.or.id / www.voa-khilafah.com)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers

SEPUTAR RAMADHAN

TSAQOFAH ISLAM

FIKIH

HADITS

TAFSIR AL QUR'AN

NAFSIYAH

HIKMAH

NASYID

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

AL-ISLAM

DAKWAH

ULAMA

SEJARAH

DOWNLOAD

ARTIKEL