Bagaimanakah Cara Menetapkan dan Menurunkan Harga Dalam Perspektif Islam?

Bagaimanakah Cara Menetapkan dan Menurunkan Harga Dalam Perspektif Islam?

Wapres Jusuf Kalla menampik adanya mafia yang bermain di balik naiknya harga beras saat ini. Ia menduga permainan di pasaran hanya sebatas timbun-menimbun beras (Kompas.com, 23/2).

Kalau begitu mestinya pelakunya segera ditindak. Jika Polisi bisa demikian cepat dalam kasus KPK dan canggih dalam kasus terorisme, masa tidak bisa dengan cepat dan canggih menindak para penimbun beras?!

Yang jelas, kenaikan harga beras saat ini tidak wajar. Jika semata-mata karena aksi penimbunan, kok terjadi di mana-mana dan bersamaan? Itu artinya, yang menimbun bisa jadi pemain besar yang bisa mempengaruhi suplai untuk wilayah yang luas sekali.

Dan yang jelas, Pemerintah lagi-lagi kedodoran menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat. Kenaikan ini mestinya bisa diantisipasi dan bisa diatasi dengan cepat jika birokrasi baik, bekerja cepat dengan koordinasi yang baik dan berorientasi pada pelayanan urusan rakyat (ri’ayah).

Bagaimanakah Cara Menetapkan dan Menurunkan Harga Dalam Perspektif Islam? Berikut ini dipaparkan caranya oleh Bapak Ustadz Alimuddin (Candidate Doktor Pascasarjana IPB, Lajnah Siyasah DPP-HTI ), yang dikutip dari website hizbut-tahrir.or.id

Cara Menetapkan Harga

Jumhur ulama menolak peran negara untuk mencampuri urusan ekonomi, di antaranya untuk menetapkan harga, sebagian ulama yang lain membenarkan negara untuk menetapkan harga. Perbedaan pendapat ini berdasarkan pada adanya hadis yang diriwayatkan oleh Anas sebagaimana berikut: “Orang orang mengatakan, wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezalimanpun dalam darah dan harta.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Asy-Syaukani menyatakan, hadits ini dan hadits yang senada dijadikan dalil bagi pengharaman pematokan harga dan bahwa ia (pematokan harga) merupakan suatu kezaliman (yaitu penguasa memerintahkah para penghuni pasar agar tidak menjual barang barang mereka kecuali dengan harga yang sekian, kemudian melarang mereka untuk menambah ataupun mengurangi harga tersebut). Alasannya bahwa manusia dikuasakan atas harta mereka sedangkan pematokan harga adalah pemaksaan terhadap mereka. Padahal seorang imam diperintahkan untuk memelihara kemashalatan umat Islam. Pertimbangannya kepada kepentingan pembeli dengan menurunkan harga tidak lebih berhak dari pertimbangan kepada kepentingan penjual dengan pemenuhan harga. Jika kedua persoalan tersebut saling pertentangan, maka wajib memberikan peluang kepada keduanya untuk berfikir bagi diri mereka sedangkan mengharuskan pemilik barang untuk menjual dengan harga yang tidak disetujukan adalah pertentangan dengan firman Allah.

Berdasarkan hadis ini pula, mazhab Hambali dan Syafi’i menyatakan bahwa negara tidak mempunyai hak untuk menetapkan harga. Ibnu Qudhamah al Maqdisi, salah seorang pemikir terkenal dari mazhab Hambali menulis, Imam (pemimpin pemerintah) tidak memiliki wewenang untuk mengatur harga bagi penduduk, penduduk boleh menjual barang mereka dengan harga berapapun yang mereka sukai. Pemikir dari mazhab Syafi,i juga memiliki pendapat yang sama (Islahi, 1997: 111).

Ibnu Qudhamah mengutip hadis di atas dan memberikan dua alasan tidak memperkenankan mengatur harga. Pertama rasulullah tidak pernah menetapkan harga meskipun penduduk menginginkan. Bila itu dibolehkan pasti rosulullah akan melaksanakannya. Kedua menetapkan harga adalah suatu ketidakadilan (zulm) yang dilarang. Hal ini karena melibatkan hak milik seorang, yang di dalamnya adalah hak untuk menjual pada harga berapapun, asal ia bersepakat dengan pembelinya (Islahi 1997: 111).

Dari pandangan ekonomis, Ibnu Qudamah menganalisis bahwa penetapan harga juga mengindasikan pengawasan atas harga tak menguntungkan. Ia berpendapat bahwa penatapan harga akan mendorong harga menjadi lebih mahal. Sebab jika pandangan dari luar mendengar adanya kebijakan pengawasan harga, mereka tak akan mau membawa barang dagangannya ke suatu wilayah di mana ia dipaksa menjual barang dagangannya di luar harga yang dia inginkan. Para pedagang lokal yang memiliki barang dagangan, akan menyembunyikan barang dagangan. Para konsumen yang membutuhkan akan meminta barang barang dagangan dan membuatkan permintaan mereka tak bisa dipuaskan, karena harganya meningkat. Harga meningkat dan kedua pihak menderita. Para penjual akan menderita karena dibatasi dari menjual barang dagangan mereka dan para pembeli menderita karena keinginan mereka tidak bisa dipenuhi. Inilah alasannya kenapa hal itu dilarang (Islahi 1997: 111).

Argumentasi itu secara sederhana dapat disimpulkan bahwa harga yang ditetapkan akan membawa akibat munculnya tujuan yang saling bertentangan. Harga yang tinggi, pada umumnya bermula dari situasi meningkatnya permintaan atau menurunnya suplai. Pengawasan harga hanya akan memperburuk situasi tersebut. Harga yang lebih rendah akan mendorong permintaan baru atau meningkatkan permintaanya, dan akan mengecilkan hati para importir untuk mengimpor barang tersebut. Pada saat yang sama, akan mendorang produksi dalam negeri, mencari pasar luar negeri (yang tak terawasi) atau menahan produksinya sampai pengawasan harga secara lokal itu dilarang. Akibatnya akan terjadi kekurangan suplai. Jadi tuan rumah akan dirugikan akibat kebijakan itu dan perlu membendung berbagai usaha untuk membuat regulasi harga.

Ibnu Taimiyah menguji pendapat-pendapat dari keempat mazhab itu, juga pendapat beberapa ahli fiqih, sebelum memberikan pendapatnya tentang masalah itu. Menurutnya “kontroversi antar para ulama berkisar dua poin: Pertama, jika terjadi harga yang tinggi di pasaran dan seseorang berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi dari pada harga sebenarnya, perbuatan mereka itu menurut mazhab Maliki harus dihentikan. Tetapi, bila para penjual mau menjual di bawah harga semestinya, dua macam pendapat dilaporkan dari dua pihak. Menurut Syafi’i dan penganut Ahmad bin Hanbal, seperti Abu Hafzal-Akbari, Qadi Abu ya’la dan lainnya, mereka tetap menentang berbagai campur tangan terhadap keadaan itu (Islahi, 1997: 113).

Kedua, dari perbedaan pendapat antar para ulama adalah penetapan harga maksimum bagi para penyalur barang dagangan (dalam kondisi normal), ketika mereka telah memenuhi kewajibannya. Inilah pendapat yang bertentangan dengan mayoritas para ulama, bahkan oleh Maliki sendiri. Tetapi beberapa ahli, seperti Sa’id bin Musayyib, Rabiah bin Abdul Rahman dan yahya bin sa’id, menyetujuinya. Para pengikut Abu Hanifah berkata bahwa otoritas harus menetapkan harga, hanya bila masyarakat menderita akibat peningkatan harga itu, di mana hak penduduk harus dilindungi dari kerugian yang diakibatkan olehnya (Taimiyah, 1983: 49).

Ibnu Taimiyah menafsirkan sabda Rasulullah SAW yang menolak penetapan harga, meskipun pengikutnya memintanya, “Itu adalah sebuah kasus khusus dan bukan aturan umum. Itu bukan merupakan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi konpensasi yang ekuivalen (‘Iwad al-Mithl).” (Taimiyah, 1983: 114).

Ia membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil, jika terjadi perselisihan antara dua orang. Kondisi pertama, ketika dalam kasus pembebasan budaknya sendiri, Ia mendekritkan bahwa harga yang adil (qimah al-adl) dari budak itu harus di pertimbangkan tanpa ada tambahan atau pengurangan (lawakasa wa la shatata) dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan (lslahi, 1997: 114).

Kondisi kedua, dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon, yang sebagian tumbuh di tanah orang lain, pemilik tanah menemukan adanya bagian pohon yang tumbuh di atas tanahnya, yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu kepada Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima konpensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan konpensasi harganya kepada pemilik pohon (Islahi, 1997: 115). Ibnu Taimiyah menjelasklan bahwa “jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting dari pada kebutuhan seorang individu.”

Salah satu alasan lagi mengapa Rasulullah SAW menolak menetapkan harga adalah “pada waktu itu, di Madinah, tak ada kelompok yang secara khusus hanya menyadi pedagang. Para penjual dan pedagang merupakan orang yang sama, satu sama lain (min jins wahid). Tak seorang pun bisa dipaksa untuk menjual sesuatu. Karena penjualnya tak bisa diidentifikasi secara khusus. Kepada siapa penetapan itu akan dipaksakan?” (Taimiyah, 1983: 51). Itu sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara persis ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Ketiadaan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk menetapkan harga. Sebab, itu tak bisa dikatakan pada seseorang yang tak berfungsi sebagai suplaier, sebab tak akan berarti apa-apa atau tak akan adil. Argumentasi terakhir ini tampaknya lebih realistis untuk dipahami.

Menurut Ibnu Taimiyah, barang barang yang dijual di Madinah sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Jadi, Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi, dengan mengatakan, “Seseorang yang mambawa barang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, siapapun yang menghalanginya sangat dilarang.” Faktanya saat itu penduduk madinah tidak memerlukan penetapan harga. (Islahi, 1997: 116).

Dari keterangan di atas, tampak sekali bahwa penetapan harga hanya dianjurkan bila para pemegang stok barang atau para perantara di kawasan itu berusaha menaikkan harga. Jika seluruh kebutuhan menggantungkan dari suplai impor, dikhawatirkan penetapan harga akan menghentikan kegiatan impor itu. Karena itu, tidak menetapkan harga, tetapi membiarkan penduduk meningkatkan suplai dari barang-barang dagangan yang dibutuhkan, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.Tak membatasi impor, dapat diharapkan bisa meningkatkan suplai dan menurunkan harga.

Cara Menurunkan Harga

Penyebab kenaikan harga tersebut di atas bisa diakibatkan oleh 3 faktor: Pertama, Langkanya barang, semisal akibat bencana alam, Kedua, Penurunan nilai mata uang yang dipegang masyarakat, Ketiga, Tingginya permintaan, semisal menjelang hari besar Islam. Ketiga faktor tersebut sama-sama akan membuat kenaikan harga, atau kemampuan uang untuk mendapatkan harga sembako tersebut akan menurun, sehingga untuk mendapatkan harga sembako, masyarakat harus mengeluarkan jumlah uang yang lebih besar dari biasanya. Dan ini bisa disebut sebagai inflasi (kenaikan harga).

Perbedaannya adalah, apabila faktor pertama dan ketiga adalah faktor yang bukan berasal dari perbuatan jelek dari tangan manusia, sehingga Nabi SAW melarang menetapkan harga (ta’sir) ketika para shahabat menginginkannya agar harga tidak berfluktuatif. Sedangkan faktor ketiga adalah bukan sebab alami, melainkan sebab perbuatan jelek dari tangan manusia. Dan inilah problem inflasi yang dibahas dalam dunia akademisi ekonomi dalam bidang ekonomi makro. Karena kenaikan harga (inflasi) pada es jeruk atau barang-barang kebutuhan pokok pada faktor kedua, merupakan hal yang biasa terjadi dalam skala tahunan dan secara agregat (merata pada suatu masyarakat), dan hal ini terjadi bukan oleh sebab kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok tersebut.

Islam mendorong perdagangan karena dengan itu manusia akan saling mencukupi kebutuhannya, tapi tidak boleh berlansung bebas/liberal (freedom) dan freemarket. Dalam konsep free market swasta dibebaskan dari keterikatannya terhadap negara dan tanggung jawab atas permasalahan sosial yang terjadi karena aktivitas perusahaan mereka. Pengurangan tingkat upah dengan menghapus serikat-serikat pekerja dan memotong hak-hak buruh. Harga dibiarkan bergerak tanpa intervensi pemerintah. Kebebasan total di dalam perpindahan modal, barang, jasa. Para pengusung free market senantiasa menyatakan: “Pasar yang tidak diatur adalah jalan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memberikan keuntungan bagi setiap orang.”Perdagangan harus berjalan sebagai bagian dari ibadah. Dalam pandangan Islam perdagangan dibiarkan perdagangan secara wajar. Mekanisme penawaran dan permintaan akan menciptakan menciptakan tata pemenuhan kebutuhan masyarakat dan penetapan harga di atas keridhaan semua pihak yaitu antara penjual dan pembeli bukan ditentukan oleh sepihak (penjual saja). Negara mengawasi agar tidak terjadi praktek-praktek yang terlarang seperti penipuan, penimbunan, monopoli, kedzaliman, menetapkan harga, menaikkan harga. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas sebagaimana berikut: “Orang orang mengatakan, wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezalimanpun dalam darah dan harta.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Imam As-Syaukani Asy-Syaukani menyatakan, hadits ini dan hadits yang senada dijadikan dalil bagi pengharaman pematokan harga dan bahwa ia (pematokan harga) merupakan suatu kezaliman (yaitu penguasa memerintahkah para penghuni pasar agar tidak menjual barang barang mereka kecuali dengan harga yang sekian, kemudian melarang mereka untuk menambah ataupun mengurangi harga tersebut). Alasannya bahwa manusia dikuasakan atas harta mereka sedangkan pematokan harga adalah pemaksaan terhadap mereka. Padahal seorang imam diperintahkan untuk memelihara kemashalatan umat Islam. Pertimbangannya kepada kepentingan pembeli dengan menurunkan harga tidak lebih berhak dari pertimbangan kepada kepentingan penjual dengan pemenuhan harga. Jika kedua persoalan tersebut saling pertentangan, maka wajib memberikan peluang kepada keduanya untuk berfikir bagi diri mereka sedangkan mengharuskan pemilik barang untuk menjual dengan harga yang tidak disetujukan adalah pertentangan dengan firman Allah. Penjabaran di atas bahwa melindungi kepentingan pembeli bukanlah hal yang lebih penting dari melindungi penjual. Jika melindungi keduanya sama perlunya, maka wajib membiarkan kedua belah pihak menetapkan harga secara wajar di atas keridhaan keduanya. Memaksa salah satu pihak merupakan kezaliman sepertinya yang terjadi sekarang cuma penjual menaikkan harga tanpa ada persetujuan dari pihak pembeli (masyarakat) dan bertentangan dengan firman Allah:

“Hai orang-orang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesame dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa:29).

Penetapan harga dan menaikkan harga secara sepihak demi kepentingan penjual kemudian penjual terdiri perseroan (perusahaan) swasta free market dengan asumsikan bahwa tingginya permintaan dengan hari-hari besar Islam tentu menyusahkan bagi masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah (kurang mampu) tidak dapat membeli barang terutama kebutuhan primer bahan pangan (sembako). Akibatnya masyarakat ekonomi menengah keatas yang bisa membeli/belanja di toko, pasar, supermarket, mall sehingga terjadi ketimpangan, kesenjangan, ketidakadilan, tidak terjadi distribusi secara merata atau pemerataan barang di tengah masyarakat. Masyarakat ekonomi lemah (miskin) semakin menderita, menjerat tidak bisa hidup dengan baik tidak bisa berbuat apa-apa, kurang gizi, hidup di atas ketertindasan.

Demikian halnya menaikkan harga demi kepentingan pembeli mendorong hilangnya barang dipasaran, karena penjual merasa dirugikan. Dan ini menyebabkan harga barang naik, yang tentu akan menyusahkan masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah (kurang mampu). Atau demi mendapatkan harga yang tinggi produsen (pemilik barang) menimbung barang dagangannya untuk sementara waktu hingga pasaran naik. inilah disebut ihtikar. Tindakan inipun dikecam oleh Rasulullah SAW. menyatakan :

” Tidak akan menimbun barang supaya naik harganya kecuali orang-orang yang berdosa“(HR. Muslim).

“Barangsiapa ikut campur urusan harga kaum muslimin, dengan tujuan memenangkan atas mereka, adalah haknya Allah mendudukkannya digolakkan besar api pada hari kiamat (HR. Ahmad)

Pada zaman Umar bin Khattab pernah mengambil kebijakan mengurangi bea masuk terhadap beberapa barang, diantaranya barang nabati dan kurma Syria sebesar 59%, guna memperlancar arus pangan ke kota sehingga kenaikan yang tidak wajar dapat dihindarkan. Umar juga membangun pasar-pasar, dengan mekanisme penawaran dan permintaan, dapat berjalan dengan lancer. Umar suka turun ke pasar-pasar dan berseru keras.

Peran pemerintah seharusnya mampu mengawasi harga tidak boleh membiarkan harga melambung tinggi yang dinaikkan sepihak oleh penjual perseroan (perusahaan) swasta free market sementara masyarakat menjerit, menderita karena bentuk penzaliman terhadap masyarakat. Bila terjadi kelangkaan barang di dalam negeri harus menciptakan regulasi kran impor dan pengelolaan pangan di dalam negeri. Pemerintah mendorong berkembangnya sektor riil saja atau pertukran barang dan jasa (pertanian, perindustrian, transportasi dll). Pemerintah membuat regulasi yang mengatur barang dan jasa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Pemerintah menjaga agar perdagangan berjalan sewajarnya, sehat dan adil, tidak merugikan antara penjual dan pembeli dan menaikkan harga seperti yang terjadi sekarang ini.

Wallahu A'lam Bishshawab

[WWW.VOA-KHILAFAH.COM]


Benarkah Hizbut Tahrir Itu Wahabi?

Benarkah Hizbut Tahrir Itu Wahabi?

Hizbut Tahrir Bukan Wahabi

Siapa sebenarnya Wahabi? Benarkah Hizbut Tahrir Wahabi atau setidaknya mirip Wahabi? Jika tidak, ada apa sebenarnya di balik tuduhan seperti ini?

Wahabi adalah gerakan Islam yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab (1115-1206 H/1701-1793 M). Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya merupakan pengikut mazhab Hanbali, kemudian berijtihad dalam beberapa masalah, sebagaimana yang diakuinya sendiri dalam kitab, Shiyânah al-Insân, karya Muhammad Basyir as-Sahsawani.1 Meski demikian, hasil ijtihadnya dinilai bermasalah oleh ulama Sunni yang lainnya.

Nama Wahabi sendiri telah dikubur oleh para pengikut dan penganutnya. Boleh jadi karena sejarah kelam pada masa lalu. Namun, mereka mempunyai alasan lain. Menurut mereka, ajaran Muhammad bin Abdul Wahbab adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajarannya sendiri. Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafi atau Muwahhidûn, yang berarti “orang-orang yang mentauhidkan Allah”, bukan Wahhâbi.

Secara historis, gerakan Wahabi telah mengalami beberapa kali metamorfosis. Mula-mula adalah gerakan keagamaan murni yang bertujuan untuk memurnikan tauhid dari syirik, tahayul, bid’ah dan khurafat, yang dimulai dari Uyainah, kampung halaman pendirinya tahun 1740 M. Di kampungnya, gerakan ini mendapatkan penentangan. Muhammad bin Abdul Wahhab pun terusir dari kampung halamannya dan berpindah ke Dar’iyyah. Di sini, pendiri Wahabi itu mendapat perlindungan dari Muhammad bin Saud, yang notabene bermusuhan dengan Amir Uyainah. Dalam kurun tujun tahun, sejak tinggal di Dar’iyyah, dakwah Wahabi berkembang pesat.

Tahun 1747 M, Muhammad bin Saud, yang notabene adalah agen Inggris, menyatakan secara terbuka penerimaannya terhadap berbagai pemikiran dan pandangan keagamaan Muhammad bin Abdul Wahhab. Keduanya pun sama-sama diuntungkan. Dalam kurun 10 tahun, wilayah kekuasaan Muhammad bin Saud berkembang seluas 30 mil persegi. Muhammad bin Abdul Wahhab pun diuntungkan, karena dakwahnya berkembang dan pengaruhnya semakin menguat atas dukungan politik dari Ibn Saud. Namun, pengaruhnya berhenti sampai di wilayah Ihsa’ 1757 M.

Ketika Ibn Saud meninggal dunia tahun 1765 M, kepemimpinannya diteruskan oleh anaknya, Abdul Aziz. Namun, tidak ada perkembangan yang berarti dari gerakan ini, kecuali setelah tahun 1787 M. Dengan kata lain, selama 31 tahun (1957-1788 M), gerakan ini stagnan.

Namun, setelah Abdul Aziz, yang juga agen Inggris itu, mendirikan Dewan Imarah pada tahun 1787 M, sekaligus menandai lahirnya sistem monarki, Wahabi pun terlibat dalam ekspansi kekuasaan yang didukungnya, sekaligus menyebarkan paham yang dianutnya. Tahun 1788 M, mereka menyerang dan menduduki Kuwait. Melalui metode baru ini, gerakan ini menimbulkan instabilitas di wilayah Khilafah Utsmani; di semenanjung Arabia, Irak dan Syam yang bertujuan melepaskan wilayah tersebut dari Khilafah. Gerakan mereka akhirnya berhasil dipukul mundur dari Madinah tahun 1812 M. Benteng terakhir mereka di Dar’iyyah pun berhasil diratakan dengan tanah oleh Khilafah tahun 1818 M. Sejak itu, nama Wahabi seolah terkubur dan lenyap ditelan bumi.2

Namun, pandangan dan pemikiran Wahabi memang tidak mati. Demikian juga hubungan penganut dan pendukung Wahabi dengan keluarga Ibn Saud.

Metamorfosis berikutnya terjadi ketika mereka mengubah nama. Nama Wahabi tidak pernah lagi digunakan, mungkin karena rentan. Akhirnya, mereka lebih suka menyebut diri mereka Salafi. Namun, pandangan dan cara mereka berdakwah tetap sama. Inilah fakta sejarah tentang Wahabi. Dari fakta ini jelas sekali, bahwa Wahabi (Salafi) ikut membidani lahirnya Kerajaan Arab Saudi. Karena itu, tidak aneh jika kemudian Wahabi (Salafi) senantiasa menjadi pendukung kekuasaan Ibn Saud sekalipun Wahabi (Salafi) bukan merupakan gerakan politik.

Ini jelas berbeda dengan Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berideologi Islam. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan mendirikan Khilafah yang menerapkan sistem Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Politik adalah aktivitasnya.3 Meski begitu, Hizbut Tahrir tidak pernah terlibat dalam pendirian rezim manapun yang berkuasa saat ini di dunia. Hizb juga tidak pernah terlibat dalam dukung-mendukung kekuasaan/negara manapun. Sebabnya, semua negara yang ada di seluruh dunia saat ini bukanlah negara yang dibangun berdasarkan akidah Islam dan memerintah berdasarkan hukum-hukum Allah. Dalam pandangan Islam, menurut Hizb, satu-satunya negara bagi umat Islam di seluruh dunia adalah Khilafah, yang notabene pernah dirongrong oleh konspirasi Inggris dan agennya, dinasti Ibn Saud, termasuk di dalamnya menggunakan Wahabi.

Pandangan keagamaan Wahabi sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam masalah akidah, misalnya, Wahabi, banyak mengambil pandangan Ibn Taimiyyah dan muridnya, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah. Tauhid, menurut mereka, ada dua yaitu: tauhid rububiyyah wa asma’ wa shifat dan tauhid rububiyyah. Tauhid yang pertama bertujuan untuk mengenal dan menetapkan Allah sebagai Rabb, dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Tauhid yang kedua terkait dengan tuntutan dan tujuan (at-thalab wa al-qashd).4 Syaikh ‘Abd al-’Aziz bin Baz, kemudian membagi tauhid tersebut menjadi tiga: tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid al-asma’ wa as-

Ini berbeda dengan Hizb. Dalam tauhid, Hizb tidak mengenal klasifikasi seperti ini. Dalam pembahasan tentang sifat, misalnya, Hizb tidak membahas sifat dan asma dalam konteks itsbât bilâ tahrîf wa la ta’thîl wa la takyîf wa la tamtsîl (menetapkan sifat dan asma Allah, tanpa menyelewengkan, mengabaikan, mendes-kripsikan tatacara-Nya dan menyerupakannya dengan yang lain), sebagaimana lazimnya Wahabi.6 Hizb membahas sifat justru untuk meluruskan perdebatan yang tidak berkesudahan, antara Muktazilah, yang menyatakan bahwa sifat Allah sama dengan Dzat-Nya, dan Ahlussunnah, yang menyatakan, bahwa sifat Allah tidak sama dengan Zat-Nya. Dalam pandangan Hizb, perdebatan seperti ini tidak bisa dan tidak boleh dilakukan, karena tidak berangkat dari fakta, melainkan didasarkan pada asumsi mantik.7

Bagi Wahabi, masalah utama umat Islam adalah masalah akidah; akidah umat ini dianggap sesat, karena dipenuhi syirik, tahayul, bid’ah dan khurafat. Karena itu, aktivitas dakwah mereka difokuskan pada upaya purifikasi (pemurnian) akidah dan ibadah umat Islam. Akidah dimurnikan dari syirik, baik syirik ashghar (syirik kecil), akbar (syirik besar) maupun syirik khafi (syirik yang samar-samar); juga tahayul dan khurafat. Ibadah juga harus dimurnikan dari bid’ah, yang didefinisikan sebagai membuat metode yang tidak dicontohkan sebelumnya. Dalam pandangan mereka, bid’ah ada dua: bid’ah dalam adat dan tradisi; bid’ah dalam agama. Bid’ah yang pertama, menurut mereka, hukumnya mubah/boleh. Bid’ah yang kedua semuanya haram dan sesat (dhalalah). Bid’ah yang kedua ini mereka bagi menjadi dua: Bid’ah qawliyyah i’tiqadiyyah, seperti ucapan dan pandangan Jahmiyah, Muktazilah, Rafidhah dan sebagainya; bid’ah fi al-’ibâdah.8

Ini berbeda dengan Hizb. Pandangan seperti ini, menurut Hizb, juga berbahaya karena menganggap seolah-oleh umat Islam belum berakidah Islam. Ini tampak pada pandangan mereka terhadap kaum Muslim yang lain, selain kelompok mereka, yang dianggap sesat. Bahkan mereka tidak jarang saling sesat-menyesatkan terhadap kelompok sempalan mereka. Pandangan ini, menurut Hizb, sebagaimana disebutkan dalam kitab Nidâ’ al-Hâr, tidak proporsional. Betul, bahwa ada masalah dalam akidah umat Islam, tetapi tidak berarti mereka belum berakidah Islam. Bagi Hizb, umat Islam sudah berakidah Islam. Hanya saja, akidahnya harus dibersihkan dari kotoran dan debu, yang disebabkan oleh pengaruh kalam dan filsafat. Karena itu, Hizb tidak pernah menganggap umat Islam ini sesat. Hizb juga menganggap, bahwa persoalan akidah ini, meski penting, bukanlah masalah utama. Bagi Hizb, masalah utama umat Islam adalah tidak berdaulatnya hukum Allah dalam kehidupan mereka. Karena itu, fokus perjuangan Hizb adalah mengembalikan kedaulatan hukum Allah, dengan menegakkan kembali Khilafah.

Bagi Hizb, akidah umat harus dibersihkan agar bisa menjadi landasan yang kokoh dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. Setelah itu, akidah yang hidup di dalam diri umat ini akan mampu membangkitkan mereka dari keterpurukan, dan akhirnya mendorong mereka untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah dan hukum Allah di muka bumi.

Dengan pandangan Wahabi seperti itu terhadap akidah umat Islam, ditambah ketidaktahuan mereka tentang konstruksi masyarakat—yang terdiri dari manusia, pemikiran, perasaan dan system—maka wajar jika sejarah Wahabi berlumuran darah kaum Muslim. Situs-situs penting dan bersejarah di dalam Islam pun mereka hancurkan. Semuanya dengan dalih membebaskan umat Islam dari syirik dan khurafat. Ini jelas berbeda dengan Hizb. Hizb tahu persis konstruksi masyarakat sehingga dalam dakwahnya tidak pernah menyerang manusia atau obyek-obyek fisik, seperti situs-situs penting dan bersejarah; melainkan menyerang pemikiran, perasaan dan sistem yang diyakini dan dipraktikkan oleh manusia. Itulah yang menjadi fokus serangan Hizb. Karena itu, dakwah Hizb dikenal sebagai dakwah fikriyyah lâ ‘unfiyyah (intelektual dan non-kekesaran).

Pendek kata, perbedaan Hizb dengan Wahabi begitu jelas dan nyata. Menyamakan Hizb dengan Wahabi bisa jadi karena tidak mengerti tentang kedua-duanya, atau sengaja untuk melakukan monsterisasi terhadap Hizb, agar disalahpahami, dibenci dimusuhi dan dijauhi oleh umat. Inilah yang sebenarnya hendak dilakukan. Lalu siapa yang diuntungkan dengan semuanya ini, tentu bukan Islam dan kaum Muslim, melainkan kaum kafir penjajah dan para boneka mereka, yang tetap menginginkan negeri-negeri Muslim, seperti Indonesia, ini tetap terjajah. Na’ûdzu billâh. [hti/www.voa-khilafah.com]

MELURUSKAN NURIL ARIFIN: KAKEK GUS DUR MURID KAKEK PENDIRI HIZBUT TAHRIR

MELURUSKAN NURIL ARIFIN: KAKEK GUS DUR MURID KAKEK PENDIRI HIZBUT TAHRIR

MELURUSKAN NURIL ARIFIN: KAKEK GUS DUR MURID KAKEK PENDIRI HIZBUT TAHRIR

Oleh: NU Garis Lurus
Sumber: https://m2.facebook.com/pages/NU-Garis-Lurus/467428066729602?_rdr

Ceramah provokatif Nuril Arifin sebelum di turunkan dari panggung adalah menyebut Hizbut Tahrir adalah hasil perkawinan antara Ikhwanul Muslimin dan Wahabi. Tentu ini pemahaman sok tahu yang sangat lucu dan terkesan memaksakan. Orang yang aktif di dunia pergerakan akan paham kalau IM dan HT juga di tuduh bid'ah oleh wahabi sebagaimana NU Aswaja.

Lalu Siapa Pendiri Hizbut Tahrir ?!

HT di dirikan oleh Cucu dari Guru kakek Gus Dur yaitu Syeikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani. NU lebih dulu berdiri jauh sebelum HT. Guru KH. Hasyim Asy'ari selain Syaikh Yusuf saat mondok di Makkah adalah Syaikh al- Allamah Abdul Hamid al-Darutsani dan Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Selain itu, beliau berguru kepada Syaikh Ahmad Amin al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Attar, Sayyid Alawi ibn Ahmad as-Saqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Sholeh Bafadhal dan Syaikh Sultan Hasyim Dagatsani.

Para tokoh NU sering mengkritik pendapat para syabab HT yang terlalu berlebihan mengagungkan Syaikh Taqiyuddin sampai menganggapnya Mujtahid Mutlak. Namun HT hanyalah sebuah partai politik Islam yang jika memang mempunyai perbedaan tentang furu'iyyah dengan NU Aswaja maka tidak boleh di tuduh sesat. Justru sangat keliru menyebut HT sebagai wahabi karena Amir kedua HT bernama Syaikh Abdul Qodim Zallum justru mengarang sebuah kitab bernama "Kaifa Hudimatul Khilafah" yang isinya menyebut bahwa salah satu sebab runtuhnya Khilafah Turki Ottoman dari faktor eksternal adalah pemberontakan Wahabi Muhammad Bin Abdul Wahhab di Hijaz. Wahabi sendiri sangat membenci HT dan IM.

Adapun HT dan IM sendiri mempunyai perbedaan prinsipil tentang manhaj mereka berkaitan dengan hukum demokrasi sebagai jalan dakwah yang tentu sangat memilukan jika harus berakhir saling serang dan mengkafirkan. IM yang di Indonesia di wakili oleh PKS sudah sejak lama berperang secara ideologis dan pemikiran. Tentu saja Nuril terlihat sok tahu jika menyebutkan ketiganya sebagai hasil kawin.

SALING MENGHORMATI

Nuril yang sangat menghormati Gus Dur sebagai bapak guru keliberal'nya seharusnya secara nalar harus menghormati Syaikh Taqiyuddin. Jika Gus Dur adalah cucu pendiri NU maka Syaikh Taqiyuddin adalah cucu Guru dari pendiri NU. Ini nalar secara logika dan cerdas di akui maupun tidak.

Syaikh Taqiyuddin memang kurang begitu di kenal di kalangan ulama Mazhab Syafi'i, Namun Syaikh Yusuf An Nabhani adalah tokoh besar Mutaakkhirin tasawuf bermazhab Syafi'i. Syaikh Yusuf sangat di hormati oleh para Ulama dan Habaib di Hadramaut Yaman. Kitab beliau merupakan pegangan Ahli Tasawuf di Zamannya.

Di ceritakan bahwa Mufti Mazhab Syafi'i dahulu Sayyid Abdurrahman Bin Ubaidillah As Seggaf ra pernah mengkritik pendapat Syaikh Yusuf An Nabhani ra dalam beberapa Bait Syair. Tak lama Ibnu Ubaidillah pun mimpi bertemu Nabi Muhammad Saw dan Nabi pun menegur Ibnu Ubaidillah supaya menghormati Syaikh Yusuf karena beliau adalah ulama yang mencintai sepenuh hati terhadap Nabi Muhammad Saw.

Kitab beliau yang menyanjung Nabi adalah "Wasail Lil Wusul Ilaa Syamail lil Rusuul Shollaahu Alaihi Wa Sallam". Selain itu adalah Jâmi` Karamaat al-Awliya`, Khulasat al-Kalaam fi Tarjih Din Al-Islam, Syawahid al-Haqq fi Al-Istighatsah bi Sayyid al-Khalq, di mana di dalamnya ditolak faham Ibnu Taimiyah dan sekalian faham- faham yang tidak menyukai tawassul dan wasilah (574 halaman, cetakan Babil Halaby

Kitab beliau selanjutnya adalah Hadi al-Murid ila Thuruq Al-Asanid, Hujjat-Allahi ala al-Alamin, Jawahir al-bihar, Sa’adat al-Darayn fi Shalati ‘Ala Sayyid Al- Kaunain, Afdhalu Ash-Shalawat ‘Ala Sayyid As-Sadat, Ahsan al-Wasāil fī Nazmi Asmāi al-Nabiyyi al-Kāmil, Al Fathul Kabir, 3 jilid besar, cetakan Musthafa al Babil Halabi, Kairo yang berisi lebih dan 14.450 hadits, Muntakhab, dari dua kitab Sahih yang berisi 3010 hadits sahih, Al Majmu'atun Nabhaniyah, shalawat-shalawat kepada Nabi (4 jilid), Tafsir Qurratul Ain yang dikutip dari Tafsir Baidhawi dan Jalalein Dan lain-lain banyak lagi. Semua karya beliau ini sudah tercetak, kebanyakannya pada percetakan Kairo dan

Syeikh Ismail bin Yusuf an Nabhani pernah menjabat Hakim Tinggi dalam Mahkamah Tinggi di Beirut. Beliau wafat tahun 1350 H. setelah meninggalkan jasa bagi Ummat Islam, khususnya yang menganut Madzhab Syafi’i. Bahkan kitab beliau jauh lebih banyak dari Hadrotus Syaikh KH. Hasyim 'Asy'ari.

Maka secara nalar, Mereka para pengkultus Gus Dur seperti Nuril Arifin dkk jika memang mereka menghormati Gus Dur karena beliau cucu Mbah Hasyim maka harus lebih menghormati Syaikh Taqiyuddin karena pendiri HT ini cucu guru Mbah Hasyim. Itu kalau mereka masih menganggap dirinya bermazhab Syafi'i, Namun akan lain tanggapan dan jawaban Jika mazhab mereka adalah Pluralisme dan Iiberal.

Wallahu Alam

[NU GARIS LURUS/WWW.VOA-KHILAFAH.COM]

Sosok Almarhumah Ustadzah Roiyah Muslimah Pejuang Peretas Dakwah di Dolok Masihul

Sosok Almarhumah Ustadzah Roiyah Muslimah Pejuang Peretas Dakwah di Dolok Masihul

Muslimah Pejuang Peretas Dakwah di Dolok Masihul Kini telah tiada….

Innalillahi wa innailaihi Rojiun…

Telah berpulang ke Rahmatullah Ka Roiyyah seorang muslimah penanggung jawab (PJ) dakwah dolok Masihul. Istri dari Ustadz Junaidi pada Jumat siang 27 Februari 2015 pukul 14.00 di RS.Sari Mutiara – Kecelakaan saat Naik Angkot hendak mengisi Halqah (kajian) di Perbuangan.

Saya mengenal Ka Roiyyah sudah sekitar 9 tahun lalu saat beliau dan suaminya ustadz Junaidi di tempatkan tugas kerja sebagai seorang guru SD ke pelosok sumatera Utara tepatnya daerah Desa Batuhobot Serdang bedagai. Daerah yang notabenenya 90% penduduknya Kristen, Itu adalah kampong saya. Tak seorang pun dikenalnya di sana. Bermodalkan keyakinan juga dengan harapan dapat mengembangkan dakwah Alhamdulillah banyak hal dimudahkan dalam urusan dakwahnya. Termasuk tempat tinggal yang disediakan dll. Tapi tak sedikit juga cobaan dan tantangan yang beliau alami dalam membangun dakwah di sana.

Suaminya Ustadz Junaidi hanya bekerja sebagai penjual tahu bakar dahulu untuk memenuhi kehidupan mereka. Hampir sudah 15 tahun mereka berumah tangga belum juga di karuniakan anak. Pernah satu waktu (saya lupa tahun berapa) mereka diberikan kebahagiaan memiliki Anak, buah dari pernikahaan mereka. Tapi Allah lebih cinta kepada anak mereka cukup 1 hari saja mereka bisa melihat si buah hati lalu Allah kembali memanggil anak mereka.

Ustadz Junaidi dan Ka Roiyyah adalah tauladan kami para pengemban dakwah di medan sumatera utara. Banyak hal – hal yang patut di contoh dari semangatnya. Saya saja sampai saat ini terus meneteskan air mata mengingat perjuangan mereka untuk kembangkan dakwah di daerah kampong orang tua saya itu. Bisa dibayangkan, setiap minggu dengan sepeda motor butut milik suaminya (Honda astrea 700) mereka harus ke ibukota kabupaten hanya untuk halqoh dengan jalan berlubang jarak tempuh sekitar 60km perjalanan sekitar 3jam lebih. Dan itu berjalan selama 9 tahun dan nyaris beliau bukan termasuk orang yang suka lalai halqah. Dan waktu yang harus dia korbankan hanya untuk halqah adalah1 hari penyesuaian halqohnya dan suaminya kemudian dia juga harus mengisi halqoh di kota itu. Tak jarang mereka harus menginap di kota kabupaten sei rampah setiap minggu untuk halqah. Sekitar tahun lalu saat dakwah belum mekar untuk JM dan kajian mingguan mereka juga tak pernah tinggalkan. Mereka memberi teladan bagi kami bahwa dakwah itu adalah poros hidup. Dengan hanya tinggal di rumah kecil jatah sekolah tempatnya mengajar dalam bentuk sederhana– dia tetap teguh dalam mengembangkan dakwah di daerah itu bersama suami tercintanya.

Tak satu di kenal – tak satupun ada keluarga. Tapi kegigihannya dalam mengembangkan dakwah di sana menghadapi kondisi masyarakat yang keras dari pelosok negeri menjadikan dirinya layak di beri pertolongan demi pertolongan dalam dakwah. Padahal pernah satu waktu, suaminya itu mendapat cercaan dari tokoh masyarakat setempat karena latar belakang suaminya yang hanya dari tamat SMA menyampaikan Islam. Dia menceritakan pada saya seorang tokoh pernah mengusir dirinya keluar dari rumah karena telah bermimpi dan mengatakan bahwa dirinya anak kemaren sore dalam dakwah. Tapi suaminya tak pernah mengeluh akan hal itu. Terus dakwah masuk pada mereka di Daerah Dolok Masihul.

Kala hampir 6 tahun berjalan dakwah di sana tak seorangpun bertahaan dalam dakwah disana. Ada yang masuk dan dapat tekanan masyarakat akhirnya keluar lagi. Dan berbagai macam tantangan yang dihadapinya. Yang paling sering adalah boikotan dan pengucilan. Karena notabenenya mereka bukan warga asli penduduk setempat. Jadi selalu atas nama nenek moyang – adat dan premodialisme warga setempat mereka selalu mendapatkan cobaan dalam dakwah.

Dalam dakwahnya suami istri perindu syurga pejuang syariah dan khilafah ini, kerap membuat hati kita malu bertemu dengannya. Bagaimana tidak, jika ada rapat dakwah di kota medan dirinya tak pernah telat dan selalu hadir – sebagai informasi kota medan dari tempat tinggalnya sekitar 3- 4 jam walau malam larut malam dengan sepeda motor butut suaminya dia tak pernah mengeluh untuk hadir. Padahal dalam perjalanan malam dini hari selesai rapat dia harus melewati daerah minim penerangan, perkebunan sawit dan jalan yang berlubang berpuluh – puluh KM. tapi itu tak pernah gentarkan semangatnya. 9 tahun aku kenal dirinya dan suaminya tak pernah ku rasakan kalau mereka adalah orang pernah mengeluh untuk amanah Dakwah.

***

Tapi hari ini ka Roiyyah telah tiada. Allah sangat sayang padanya InsyaAllah dia termasuk orang yang syahid karena dalam perjalanannya menuju tempat untuk halqoh lalu mobil angkot yang ditumpanginya kecelakaan. Sekitar pukul 16.00 kala aku kabarkan kepada teman kerjanya bahwa ka roiyyah telah meninggal temannya tak menyangka. Karena sekitar pukul 11.30 siang dia masih mencuci WC sekolah tempat dirinya mengajar. Seorang guru mengatakan kepadanya, Kenapa di cuci WC nya bu? Tanya guru padanya. “ Ga apa-apa bu, anak lagi bermain istirahat, biar saya saja yang mencuci WCnya, kasihan mereka” itulah ucapannya terakhir di pagi hari, kenang dari teman akrabnya.

Saya mengenang cita – cita mereka 9 tahun lalu saat saya berkunjung kerumah mereka saat lebaran. Mimpi mereka adalah menjadikan Dolok masihul satu mahaliyah terbentuk. Dan Kabar terkini yang saya dapat Alhamdulillah ternyata di sana sudah ada satu mahaliyah dari upaya kerja keras mereka suami istri berdua. Dan Ka Roiyyah sebagai PJ akhwat dan Ustadz Junaidi sebagai Masul untuk ikhwan di sana. Subhanallah, Alhamdulillah ….

Ka roiyyah mimpimu sudah terwujud dengan membentuk satu mahaliyah di pelosok Sumatera Utara. Jerih payahmu sudah membuahkan hasil. Dan engkaulah inspirasi ku inspirasi dakwahku…

Semoga Allah Memberikanmu Syurga seperti yang pernah kau ucapkan dahulu pada ku dan Istri saat berkunjung kerumahmu….

Untk Ustadz Junaidi.. abang, sahabat, dan sekaligus sudah ku anggap jadi orang tuaku… engkau adalah suami yang layak pada Ka Roiyyah.. engkau telah memberikan kami banyak ilmu dalam kehidupan ini… bersabarlah bang Jun. InsyaAllah ini adalah jalan yang terbaik untuk dakwah Islam…. Semoga.

Adikmu : Bara Lubis (aktivis HTI Sumut)

www.voa-khilafah.com

Kisah Pusaka Kiswah Ka'bah di Keraton Yogya dari Kekhalifahan Turki Utsmani

Kisah Pusaka Kiswah Ka'bah di Keraton Yogya dari Kekhalifahan Turki Utsmani

Kisah Kyai Tunggul Wulung Pusaka Keraton Yogya dari Turki yang Tak Boleh Difoto


Voice of Al Khilafah, Yogyakarta - Keraton Yogya ternyata menyimpan kiswah kakbah. Kiswah itu menurut pihak keraton didapatkan dari peninggalan kerajaan Demak. Kiswah itu diberikan kekhalifahan Turki kepada Raden Fatah penguasa Demak sebagai bukti adanya hubungan pada abad ke-14.

Kini peninggalan kiswah itu disimpan di dalam ruang pusaka keraton Yogya. Kiswah itu juga sudah diberi nama Kyai Tunggul Wulung.

"Itu sakral. Tidak boleh difoto," terang Panglima Keprajuritan Keraton Yogyakarta GBPH Yudhaningrat‎ yang juga adik Sri Sultan yang ditemui pekan lalu.

Setiap bulan Suro, menurut Yudhaningrat Kyai Tunggul Wulung tak pernah lupa dimandikan. "Iya oleh keluarga keraton," tutur dia.

"Pusaka itu bukti keraton merupakan kekhalifahan Islam," tambah dia.

Menurut dia, selain kiswah juga ada bendera hijau dengan lafaz tauhid yang dinamakan Kyai Pare Anom. Benda itu menurut Yudha, dikeluarkan bila ada bencana atau wabah.

"Kyai hanya hadir kalau Yogyakarta ada wabah atau bencana, yang pagi sakit, sore mati," urai dia. Dahulu di zaman Jepang benda yang dianggap keramat itu pernah dikeluarkan karena ada wabah pes.

Saat diarak, lanjut Yudha, yang membawa adalah abdi dalem dengan pangkat bupati. "Dan harus ikhlas, karena akan meninggal dunia setelah itu. Saat itu KRT siapa ya saya lupa, yang menyanggupi membawa tunggul wulung langsung mengumpulkan sanak saudaranya, aku pamit, aku mesti mati," tutur dia.

Benda itu juga tak bisa diperlihatkan ke publik. Hanya keluarga keraton dan abdi dalem saja yang tahu. Demikian juga saat diarak tak boleh ada yang tahu.

Soal kiswah dari Tukri itu pernah disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia VI 2015 (KUII-VI 2015) di Yogyakarta. Saat memberikan pidato pembukaan, Sultan sempat menyinggung mengenai bendera peninggalan kerajaan Demak yang ternyata pemberian dari kekhalifahan Turki.

"Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau," jelas Sultan dalam pidato sambutannya, awal Februari lalu. [detikcom/www.voa-khilafah.com]
Kala Sebagian Pemimpin dan Anggota Ikhwanul Muslimin Jatuh Hati Kepada Hizbut Tahrir

Kala Sebagian Pemimpin dan Anggota Ikhwanul Muslimin Jatuh Hati Kepada Hizbut Tahrir

Oleh : Adi Victoria
Dalam sejarah perjalanan dakwahnya, gerakan Ikhwanul Muslimin berdiri lebih awal daripada Hizbut Tahrir. Ikhwanul Muslimin didirikan oleh seorang mujtahid dan mujahid yakni al Imam asy syahid Hasan al Bana.
Tentang Hasan Al Bana menarik apa yang pernah disampaikan oleh al-Imam al-’Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, yang juga merupakan seorang mujadid abad ini. Beliau berkata “Syekh Al Banna merupakan orang yang alim, cerdas, sungguh-sungguh dan seorang mujtahid” Buku Hizbut Tahrir Al Islamy (1992) halaman 83).
Syaikh taqiyuddin juga mengomentari gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al Bana, masih di judul buku dan halaman yang sama beliau berkata “Ikhwanul Muslimin merupakan jamaah Islam yang teguh dan tidak ada yang kurang padanya kecuali kajian tentang politik Islam”
Ittishal (Kontak)
Salah satu aktvitas yang selalu dilakukan oleh syabab Hizbut Tahrir adalah ittishal atau kontak. Ini sebagaimana merujuk kepada aktivitas dakwah rasulullah saw sejak dari Makkah hingga Madinah.
Sejak Allah SWT menurunkan surah al mudatsir. Nabi semakin memperluas zona dan obyek dakwahnya. Setelah sebelumnya beliau sukses mengajak orang dekat yang berda di ring satu seperti istri, maula beliau, sepupu beliau yakni ‘Ali bin Abi Thalib. Beliau memasuki ring kedua yakni sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakar.
Melalui jaringan Abu Bakar inilah ring dua dapat dilalui dengan sukses. Islam diterima oleh Ustman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, dll. Hingga akhirnya Islam diterima oleh banyak kalangan dari beragam latar belakang. Inilah titik awal dakwah nabi. Titik awal yang dimulai dari kontak (ittishal) yang beliau lakukan.Kontak ini pula yang dilakukan oleh Abu Bakar as Siddiq hingga kemudian banyak orang menerima Islam. Dari kontak inilah terbentuk generasi awal (as sabiqul awwalun). Dari generasi awal inilah terbentuk kutlah Rasul dan selanjutnya bermetamorfosis menjadi hizb Rasul. Rasul saw adalah pimpinan hizb ini. Beliau mendidik anggotanya dan mengorgnisir aktivitas-aktivitas dakwah yang terarah dengan target yang jelas.
Hal ini juga yang kemudian dilakukan oleh al-Imam al-’Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Al-Ustadz Fauzi Sinnuqarth, menuturkan sejarah awal terbentuknya Hizbut Tahrir:

“Saya ingat, bahwa pertama kali beliau menjelaskan masalah Khilafah, ketika berada di Masjid al-Aqsa yang penuh berkah, di salah satu sudut sebelah barat daya. Di sana terdapat ruangan yang memanjang. Beliau berbicara kepada banyak orang setelah shalat Jum’at, suatu pembicaan yang sangat menyentuh dan jelas. Di sekeliling beliau ketika itu berkumpul ratusan orang. Beliau menceritakan kepada mereka Sirah Nabawiyyah. Sesekali beliau menceritakan wafatnya Rasulullah saw, dan bagaimana kaum Muslim setelah beliau wafat, mereka menyibukkan diri di Saqifah Bani Sa’adah untuk mengangkat seorang khalifah bagi mereka, sementara mereka membiarkan pemakaman beliau sampai bia’at kepada Abu Bakar as-Shiddiq berhasil dilakukan.
Jadi, itu merupakan pembahasan, dan pembicaraan pertama tentang penegakan khalifah serta seruan untuk menegakkannya. Peristiwa itu terjadi tepat pada tahun 1950 M. Syaikh Taqiyuddin kemudian melanjutkan kontak beliau dengan orang yang menginginkan kebaikan, yaitu para pemuda dari al-Quds. Lalu beliau pun mengontak para pemuda yang lain lagi, yang menginginkan kebaikan, atau beliau tahu kalau mereka itu baik dari daerah al-Khalil dan Tulkarim. Ketika beliau mendengar ada seseorang yang menginginkan kebaikan, atau beliau merasa bahwa dia baik, pasti akan beliau kontak. Dengan cara seperti itu, beliau berhasil merekrut banyak orang.
Beliau mengajak mereka berdiskusi dengan mendalam. Misalnya, diskusi beliau dengan salah seorang dari keluarga ‘Azzah, dan keluarga Hammad, sebuah diskusi yang mendalam. Melalui diskusi tersebut, beliau menulis pembahasan al-Qiyadah al-Fikriyyah fi al-Islam (kepemimpinan intelektual dalam Islam) yang telah dimasukkan dalam kitab Nidzam al-Islam. Diskusi beliau dengan seseorang, namanya Said Ramadhan tentang akhlak. Setelah itu, beliau menulis al-Akhlaq fi al-Islam (Akhlak di dalam Islam) dalam kitab Nidzam al-Islam.
Masuknya Sebagian Anggota Harakah 313 ke dalam Hizbut Tahrir
Harakah 313 merupakan harakah yang ada sebelum Hizb yang menyerukan tegaknya Daulah Islamiyah. Pendirinya adalah Syeikh Hamzah Abdul Ghafar Thahbub (sopir truk). Mereka beranggapan bahwa terpenuhinya anggota sebanyak 313 orang akan sempurna berdiri daulah (karena jumlah kaum muslim Mekah yang berhijrah ke Madinah adalah 313 orang muslim). Mereka mengharuskan anggotaanggotanya tidak berinteraksi dengan departemen-departemen dalam sistem pemerintahan kufur. Sampai-sampai mereka melarang salah seorang anggota mereka untuk pergi ke kantor polisi guna memberitahukan pencurian tokonya. Ketika Hizb at-Tahrir berdiri, simpul harakah 313 pun terurai karena mayoritas anggotanya bergabung dengan Hizb kecuali pendirinya.
Diantara mereka yang menonjol adalah : Ibrahim Syakir asy-Syarbati (mahasiswa Azhari dan sopir truk), Ahmad Ibrahim Misik (tukang roti), Abdul Ghafar asy-Syeikh Darah (pemilik restauran al-Quds di Amman sekarang), Syeikh Rabi’ Barakat al- Asyhab (tukang roti), Muhammad Nu’aim Utsman asy-Syarbati (sopir truk), Ya’qub Abdul Karim Abu Ramilah at-Tamimi (tukang samak kulit), Khalid Ahmad Ahmarou (penjahit), semua dari mereka bergabung ke dalam barisan Hizb at-Tahrir sejak awal. Mereka semuanya tanpa terkecuali memiliki sikap kepartaian yang sangat menonjol yang mengantarkan mereka ke penguntitan, penangkapan dan dipenjara beberapa kali.
Masuknya sebagian pemimpin Ikhwanul Muslimin dan kader nya ke dalam Hizbut Tahrir
Gerakan yang terkenal sebelum berdirinya Hizb selain gerakan 313 adalah gerakan Ikhwan al-Muslimin. Ikhwan al-Muslimin merupakan gerakan yang sudah lama dan lebih dahulu muncul di banding gerakan lainnya. Gerakan ini (Ikhwan al- Muslimin) didirikan oleh almarhum Hasan Abdurrahman al-Bana as-Sa’atiy di Mesir pada awal tahun 30-an abad ke dua puluh. Gerakan ini masuk ke Yordania melalui tangan seorang pengusaha yaitu Abdul Lathif Abu Qurah, dan ke al-Khalil melalui tangan seorang pengusaha, Isa Abdun Nabiy al-Nattsah.
Gerakan ini tidak sampai pada tingkat sebagai sebuah partai politik. Akan tetapi gerakan ini tetap sebagai jamaah khairiyah yang secara lembaga maupun aktivisnya diterima dan direstui oleh penguasa, khususnya Yordania, Saudi dan negara-negara arab teluk. Pendiri gerakan ini rahimahuLlรขh, telah mengumumkan pada awal gerakan ini yaitu dalam ar-Rasรข’il dan buku Qadhiyatunรข bahwa mereka bukan orang-orang yang menyerukan kekuasaan atau perubahan pemerintahan, bahkan hal itu (menyerukan kekuasaan dan perubahan sistem pemerintahan) dianggap sebagai tuduhan yang harus ditolak.
Aktivis-aktivis gerakan ini mengumumkan bahwa mereka adalah orang-orang yang menyerukan reformasi atas kondisi yang ada, bukan yang lain, dibawah payung penguasa negeri yang bagi mereka dianggap penguasa yang adil. Oleh karena itu aktivitas mereka dibatasi melalui dakwah individual. Maksudnya adalah memperbaiki individu, akan memperbaiki usrah dan akan membuat masyarakat menjadi baik …
Aktivitas mereka di al-Khalil terbatas pada dakwah individual yang menyerukan akhlak, mengumpulkan harta untuk didistribusikan kepada orang-orang fakir dan untuk membiayai aktivitas-aktivitas kebaikan (sosial), permainan olah raga dan rekreasi, kelompok kepanduan13 , klinik kesehatan, diskusi mingguan setiap kamis sore di Dรขr al-Ikhwรขn, perayaan berbagai hari besar Islam dan program tahfizh Quran. Semua aktivitas jamaah Ikhwanul Muslimin itu di organisasikan dari pusat (markas) mereka yaitu Dรขr al-Ikhwรขn al-Muslimรฎn di satu bangunan yang disewa di jalan Syuhada’ yang terasnya memanjang sampai jalan Bab az-Zawiyah. Juga termasuk aktivitas mereka adalah kajian pusparagam di rumah-rumah.
Kajian itu mereka namakan “usrah”. Setiap usrah menggunakan nama dan memiliki anggaran sendiri-sendiri, dan daftar orang yang memberikan kajian.14 Jumlah anggota setiap usrah juga tidak dibatasi, kadang mencapai sepuluh orang atau lebih. Dalam pembentukan usrah-usrah itu terlihat jelas diperhatikan unsur stratifikasi. Usrah itu berkumpul pada hari tertentu setiap minggunya dan dihidangkan makanan, makanan pencuci mulut dan kue-kue.Tempat pertemuan dan tuan rumah pertemuan digilir diantara anggota usrah.Tidak ada kitab tertentu yang dibaca di dalam usrah, apalagi suatu program kajian tertentu dan mereka keras untuk menghafal al-Quran. Karakter usrah yang dideskripsikan di sini adalah fakta usrah pada akhir tahun empat puluhan dan awal lima puluhan. Fakta itu berbeda dengan bentuknya sekarang.
Ittishal yang dilakukan syaikh taqiyudin an Nabhani berhasil membuat sebagian para petinggi ikhwanul Muslimin berpindah dan masuk ke dalam gerakan Hizbut Tahrir. Syeikh Abdul Qadim Zallum, syeikh As’ad Bayoudh at-Tamimi, Syeikh Rajab Bayoudh, syeikh Abdul Hayyi ‘Arafah dan syeikh Abdul Qadir Zallum –ketua kepanduan di Ikhwanul Muslimun dan komandan terdahulu di Jihad al-Quds dibawah H. Amin al-Husaini-, termasuk para pemimpin al-Ikwan al-Muslimun di al-Khalil.
Bergabungnya beliau-beliau itu ke dalam barisan Hizb mengakibatkan kekuatan perjalanan gerakan al-Ikhwan al-Muslimun merosot, mulai redup dan melemah eksistensinya, langkahnya tersandung-sandung dan anggota masyarakat yang menisbatkan diri kepadanya juga berkurang dan jumlahnya semakin kecil.
Oleh karena itu dengan segera datang dari Mesir ustadz Sa’id Ramadhan –menantu Hasan al-Bana sekaligus orang kedua di al-Ikhwan al-Muslimun Mesir setelah menantu Hasan al-Banna yang lain yaitu Abdul Hakim ‘Abidin pemilik majalah al- Muslimun yang terbit di Kaero kemudian pindah ke Swiss-. Ustadz Sa’id Ramadhan bertemu dengan Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani di rumah Muhammad dan Nashir asy-Syarbati di al-Khalil. Maksud pertemuan itu adalah untuk meyakinkan Syeikh Taqiyuddin agar membatalkan Hizb dan menggabungkan kedua jamaah. Pertemuan itu juga dihadiri oleh para pemuka al-Ikhwan al-Muslimun di al-Khalil, antara lain : Syeikh Syukri Abu Rajab at-Tamimi, H. Nashir Amin Al-‘Aidah al-Harbawi, Syeikh Muhammad Sa’id Shalah, Nashir Ahmad asy-Syarbati, Muhammad Ahmad asy- Syarbati, H. Isa Shalih Abdun Nabi an-Natsyah, H. Abdul Hafizh Mishbah Masudah, H. Abdul Fatah Hasan ath-Thahir al-Muhtasib, Muhammad Rasyad Abdus Salam ‘Arif, Abdul Wadud Abu Gharbiyah asy-Sya’rawi. Namun pertemuan itu tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Hubungan Syeikh Abdul Qadim Zallum dengan al-Ikhwan al-Muslimun.
Syeikh Abdul Qadim Zallum memiliki kedudukan tinggi diantara para ulama di daerah al-Khalil karena keluasan pengetahuan, kemuliaan akhlak, ketakwaan dan kelembutan perhatian beliau. Beliau seperti bintang yang bersinar-sinar diantara para ulama. Setelah lulus dari al-Azhar, beliau bekerja menjadi pengajar di Madrasah al-Husein bin Ali di al-Khalil. Beliau bergabung dengan jamaah al-Ikhwan al-Muslimun di al-Khalil dan menduduki jabatan kepemimpinan. Tidak lama, lalu beliau keluar dari al-Ikhwan al-Muslimun dan bergabung dengan halqah ula di Hizbut Tahrir. Beliau sangat dekat dengan Syeikh Taqiyuddin. Sebagian besar pemimpin jamaah al-Ikhwan al-Muslimun di al-Khalil mengikuti jejak Syeikh Abdul Qadim Zallum dengan keluar dari jamaah untuk bergabung ke dalam barisan Hizbut Tahrir. Hal itu menyebabkan kegoncangan cabang jamaah al-Ikhwan al-Muslimun di al- Khalil.
Diantara pemimpin dan tokoh al-Ikhwan al-Muslimun cabang al-Khalil yang keluar dan bergabung dengan Hizbut Tahrir antara lain : Syeikh As’ad Bayoudh at- Tamimi-Abu Thal’at, Syeikh Rajab Bayoudh at-Tamimi-Abu Hamid, H. Abdul Qadir Zallum-Abu Faishal pendiri kelompok kepanduan al-ikhwan al-muslimiun di al-Khalil, H. Nashir Ahmad asy-Syarbati-Abu Hatim, Syeikh Abdul Hayyi ‘Arafah-Abu Mushthafa mufti al-Khalil dan Syeikh Abdus Sami’ ar-Rifa’iy al-Mishri.
Saya (penulis buku kekasih-kekasih Allah) ingin tegaskan di sini ketidahsahihan riwayat yang ada di beberapa buku individu al-Ikhwan al-Muslimun yang menunjukkan bahwa utusan al-Ikhwan al- Muslimun dari Mesir adalah asy-Syahid Sayid Quthub. Yakni perkataan yang sering dinukil oleh kalangan pemudah ikhwan (generasi ikhwanul Muslimin) yaitu“biarkan saja mereka, mereka akan berhenti pada titik seperti awal ikhwan” yang dinisbatkan kepada asy-Syahid Sayid Quthub. Perkataan ini juga tidak benar. Perkataan perkataan ini dibuat-buat demi tujuan picisan, sudah nampak jelas kebohongan
mereka.

Sebagai pengaruh dari kegagalan pertemuan itu, mulai terjadi pergolakan pemikiran yang sengit disertai serangan yang keras dan zalim kepada Hizb dan para pengikut Hizb oleh individu-individu jamaah al-Ikhwan al-Muslimun.Sebagai contoh serangan itu, tatkala H. Nashir asy-Syarbati kemudian bergabung ke dalam barisan Hizb meninggalkan al-Ikhwan al-Muslimun, bersamaan dengan kedatangan rekan beliau dari Kuwait, akhi Abdul ‘Aziz al-Madhun yang datang meminta beliau kembali ke barisan al-ikhwan al-muslimun dan meninggalkan Hizb. Setelah diskusi yang panas, akhi Abdul ‘Aziz mengakhiri diskusi dengan mengatakan : “saya menganggap engkau seperti orang murtad dan saya tidak akan pernah sekalipun mengucapkan salam kepada engkau selama hidupku”.
Begitu juga sebagian mereka (orang-orang al-ikhwan al-muslimun) menjawab salam yang diucapkan oleh syabab Hizb dengan perkataan : “salam, kami tidak ingin menjadi kaum yang bodoh”. Hal itu seperti yang terjadi pada ustadz H. Abdul Qadir Zallum dan murid beliau yang durhaka, akhi Jibril Badawi al-Hanini.
Sebagian penulis al-ikhwan al-muslimun mengklaim bahwa Hizbut Tahrir adalah pecahan dari barisan mereka (al-Ikhwan al-Muslimun). Perkataan demikian sangat jauh dari kebenaran. Tidak satu orangpun dari halqah ula Hizbut Tahrir yang berasal dari al-ikhwan al-muslimun. Meski banyak dari hizbiyin generasai awal di al- Khalil berasal dari barisan al-ikhwan al-muslimun, namun mayoritas mereka berasal dari harakah 313. Sebagian dari mereka ada yang berasal dari partai komunis.
Syeikh Taqiyuddin dan sahabat-sahabat beliau yang menduduki kepemimpinan Hizb tidak memiliki hubungan sama sekali dengan al-ikhwan al-muslimun.Begitu pula Syeikh Taqiyuddin tidak memiliki hubungan sama sekali dengan jamaah H. Amin al- Huseini seperti yang diindikasikan oleh sebagian penulis al-Ikhwan al-Muslimun. Kedua perkataan itu (Hizb pecahan dari al-Ikhwan al-Muslimun dan adanya hubungan Syeikh Taqiyuddin dengan jamaah H. Amin al-Huseini) merupakan dua perkataan yang ditulis dari sisi kedustaan yang disengaja dengan tujuan buruk dan picisan. Sementara Ustadz Abdul Qadir Zallum lah rekan dekat mereka –sebelum bergabung dengan Hizb- yang memiliki hubungan dengan H. Amin al-Huseini. Karena sebelum bergabung dengan jamaah al-ikhwan al-muslimun, Ustadz Abdul Qadir Zallum menjadi bagian dari gerakan al-jihad al-Quds yang mengikuti jamaah H. Amin al-Huseini.
Sikap Masyarakat kala itu kepada Syaikh Taqiyudin dan kepada Hizbut Tahrir
Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani terkenal di masyarakat sebagai pendiri Hizbut Tahrir. Sampai-sampai Hizb pada awalnya disebut oleh masyarakat awam dengan sebutan “an-Nabhaniyun”. Sebagian mereka menyebut Hizb dengan sebutan “attรข’รปn ad-dawlah” yakni “rijรขl ad-dawlah”.
Sebutan ini dinisbatkan kepada seruan paling menonjol yang diserukan Hizb yaitu tegaknya Daulah Islamiyah. Khususnya setelah Hizb mengeluarkan buku “ad-Dawlah al-Islรขmiyyah”. Meski berbagai sumber menyerang dan membantah Hizb dan meremehkan seruan penegakan daulah al- Khilafah, namun pendiri Hizb, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani, tetap mendapat penghormatan yang tinggi dan kemuliaan dari seluruh lapisan masyarakat. Karena beliau termasuk generasi awal pengajar yang mukhlish ketika pada tahun 30-an beliau menjadi pengajar di Madrasah ar-Rasyidiyah di al-Quds. Beliau juga sangat terkenal di seluruh bagian Palestina sebagai seorang alim alamah diantara ulama ulama yang terkenal dan sebagai seorang yang mulia yang lembut baik hati dan akhlak seorang yang jujur (benar) diantara orang yang paling jujur. Beliau sebagai contoh seorang alim yang bertakwa dan wara’. Syeikh Taqiyuddin tidak pernah sekalipun dicela perilaku beliau dari kelompok atau arah manapun. Bahkan hingga orang yang paling keras memusuhi Hizb sekalipun, memuji Syeikh Taqiyuddin akan kewara’an dan ketakwaan beliau. Begitu pula amir Hizb yang kedua Syeikh Abdul Qadim Yusuf Zallum. Beliau adalah seorang syeikh yang lembut dan murah hati, lulusan al-Azhar dan pengajar di Madrasah al-Husein bin Ali di kota al-Quds –ayah beliau, Syeikh H. Yusuf Zallum seorang hafizh al-Quran yang terkenal- yang mendapat penghargaan dan penghormatan yang tinggi serta kecintaan dari masyarakat secara umum dan khususnya para syaikh.
Perlakukan Ikhwanul Muslimin kepada kadernya yang berinteraksi dengan Syaikh Taqiyudin
Berikut akan saya nukilkan salah seorang generasi awal syabab hizbut tahrir yang sebelumnya merupakan kader Ikhwanul Muslimin yakni Syaikh Abu Arqam (penulis buku ahbabullah/kekasih-kekasih Allah) yang mengisahkan kisah nya ketika keluar dari ikhwanul muslimin dan bergabung dengan hizbut tahrir.Beliau termasuk generasi pertama dalam barisan aktifis Hizbut-Tahrir (HT) yang pernah mendapatkan halqah dari Syaikh Taqiyiyuddin an-Nabhani rahimahullรขh, pendiri Hizbut Tahrir. Berikut ini sekilas memoar beliau, sebagaimana dituliskan oleh Syaikh Thalib Audhullah dalam buku, Ahbรขbullรขh.
Awal Pertemuan dengan HT
Sejak tahun 1950 saya telah bolak-balik di Dar al-Ikhwan al-Muslimin (Rumah/Sekretariat Ikhwanul Muslimin). Pada saat itu Syaikh Abdul Qadim Zallum, H. Abdul Qadir Zallum dan yang lain juga suka bolak-balik ke sana.Ketika kami berkumpul di sana, terjadi diskusi dan tanya jawab. Saat itu saya sangat tertarik dengan pemikiran-pemikiran baru yang dilontarkan Syaikh Abdul Qadim Zallum.
Sebelumnya bersama Ikhwanul Muslimin kami tidak terbiasa dengan pemikiran seperti itu. Hal itu membuat saya dekat dengan beliau rahimahullรขh.
Kemudian kami mulai berdiskusi dengan saudara-daudara kami di Jamaah (Ikhwan). Hal itu membuat mereka berkata kepada kami, “Kalian membicarakan sesuatu yang asing bagi kami.” Akhirnya, terjadi keterasingan antara kami dengan Ikhwan di sekretariat itu.
Setelah itu kami mulai berkumpul di rumah Syaikh As’ad Bayaudh bersama Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ketika beliau hadir di al-Khalil. Ketika itu kami tidak lebih dari dua puluh orang. Saya ingat sebagian dari mereka seperti Syaikh Ibrahim asy-Syarbati dan saudaranya Ya’qub asy-Syarbati, H. Abdul Qadir Zallum, Ahmad Ibrahim Misik, Ibn al-Baladah al-Qadimah dan yang lain.Pertemuan biasanya berlangsung hingga azan subuh. Setelah kami menunaikan shalat subuh secara berjamaah lalu kami pulang ke rumah masing-masing.Ketika kami bertolak untuk menyeru masyarakat, mereka mengatakan kepada kami, “Kalian adalah pengikut ‘Nabi-Hani’ (plesetan dari Nabhani).” Sebagian yang lain menyebut kami ‘Nabhaniyun’.
Wallahu A’lam bisshowab. []
Sumber tulisan :
Buku Kekasih-Kekasih Allah, penulis Syaikh Abu Arqam
Buku Hizbut Tahrir Al Islamiy, penulis ‘Auniy Al Judu’ Al ‘Abidy
Boklet DARI MASJID AL-AQSA MENUJU KHILAFAH:SEJARAH PERJALANAN HIZBUT TAHRIR
htpartaiislamjp8
HIZBUT-TAHRIR-AL-ISLAMI-โ€˜ARDHUN-TARIKHI-DIRASAH-โ€˜AMMAH
[adivictoria/globalmuslim/www.voa-khilafah.com]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers

SEPUTAR RAMADHAN

TSAQOFAH ISLAM

FIKIH

HADITS

TAFSIR AL QUR'AN

NAFSIYAH

HIKMAH

NASYID

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

AL-ISLAM

DAKWAH

ULAMA

SEJARAH

DOWNLOAD

ARTIKEL