KH. HASYIM ASY’ARI DAN AJARAN ISLAM TRANS-NASIONAL

Oleh: Choirul Anam
10392544_648800718579298_9067041682915442185_n 10960086_648800735245963_8284347600124776871_o 10991271_648800728579297_3475106937161021536_n 
Voice of Khilafah - Menurut keyakinan semua Umat Islam di seluruh dunia, bahwa Islam adalah ajaran Allah untuk untuk seluruh umat manusia di dunia. Islam bukan untuk kelompok atau bangsa tertentu. Islam disebarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ke seluruh dunia. Dari perjuangan tersebut, akhirnya sebagian penduduk dunia memeluk Islam, namun sebagiannya lagi masih belum memeluk Islam. Mereka yang telah memeluk Islam merasa, di mana pun mereka berada, mereka adalah saudara. Mereka saling mencintai saudaranya, meski belum pernah bertemu, dan meski mereka berbeda bangsa, bahasa dan adat istiadat. Mereka tidak mau terkungkung oleh ashobiyah nasionalisme atau isme-isme lain.

Namun, akhir-akhir ini, ada sebagian Umat Islam yang mulai mengenalkan istilah baru dalam Islam, yaitu tran-nasional. Menurutnya, ada Islam lokal yang unik dan berbeda dengan Islam lainnya. Mereka merasa berbeda dari Umat Islam lainnya. Bahkan, merasa Umat Islam lainnya bukanlah saudaranya.

Bagaimana pandangan KH. Hasyim Asy’ari tentang ajaran dan dakwah Islam? Apakah dakwah Islam itu hanya dibatasi pada masyarakat dengan kebangsaan tertentu? Ataukah Islam itu harus disebarkan ke seluruh dunia, apapun kebangsaan mereka? Lalu, apakah makna trans nasional itu menjadi pembatas bagi dakwah Islam?

Dari kajian penulis terhadap kitab-kitab KH. Hasyim Asy’ari, tidak ditemukan istilah trans-nasional atau kata lain yang sepadan dengannya. Jadi, kata ini, merupakan istilah baru dan substansinya juga suatu hal yang baru yang tidak dikenal dalam Islam. Lebih lanjut, KH. Hasyim justru menjelaskan bahwa Rasulullah dalam dakwahnya telah menembus batas-batas nasional. Rasulullah mendakwahi semua bangsa yang memang memungkinkan bagi beliau untuk berdakwah kepada mereka. Rasulullah telah mengirim surat kepada para pemimpin dunia, dari berbagai bangsa, untuk memeluk Islam. Saat mereka masuk Islam dan menjadi bagian wilayah Daulah Islam, kemudian Rasulullah mengankat amir atau wali di daerah-daerah tersebut. Hal ini telah beliau bahas dalam kitab An Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin, pada bab Faslun: Fi Rusulihi Wa Umara’ihi Alaihis Sholatu Was Salam, hal 46-48. Berikut terjemahan bebasnya. Di sini juga disertakan teks aslinya dalam bahasa arab.

*****

PASAL TENTANG UTUSAN-UTUSAN RASULULLAH DAN AMIR-AMIRNYA

Pengiriman para utusan ke raja-raja dunia, maka hal itu bermula pasca Rasulullah menandatangi perjanjian Hudaibiyah. Rasulullah kemudian mengutus utusan-utusannya kepada mereka. Maka saat itu disampaikan kepada Rasulullah: “Sesungguhnya mereka tidak akan membaca surat, kecuali surat tersebut diberi stempel.” Lalu Rasulullah membuat stempel yang terbuat dari perak dan diukir tiga kalimat dalam tiga baris. Baris pertama tertulis “Muhammad”, baris kedua tertulis “Rasul”, dan baris ketiga tertulis “Allah”. Dengan itu, Rasulullah menyetempel surat-surat beliau yang ditujukan kepada raja-raja.

Rasulullah kemudian mengutus beberapa orang, pada tanggal 1 Muharram tahun 7 H. Yang pertama adalah sahabat Amr bin Umayyah Adh Dhomri, beliau diutus ke An Najasyi, Raja Habasyah. Rasulullah mengutus sahabat Dihyah bin Khalifah Al Kalby ke Qaisar, Raja Romawi. Rasulullah mengutus sahabat Abdullah bin Hudzafah As Sahmi ke Kisra, Raja Persia. Rasulullah mengutus sahabat Hatib bin Abi Balta’ah ke Muqauqis, Raja Iskandariyah dan Pembesar Qibthi (Mesir). Rasulullah mengutus sahabat Syuja’ bin Wahab Al Asadi ke Haris bin Abi Syamr Al Ghossani, Raja Balqo’. Rasulullah juga mengutus sahabat Sulaith bin Amr ke Haudah bin Ali Al Hanafi, Pembesar Yamamah. Mereka itulah enam orang yang diutus Rasulullah SAW pada hari pertama.

Kemudian Rasulullah mengutus sahabat Amr bin Al Ash ke Jaifar dan Abd, kedua anak Al Julunda Al Adzdiyyin, di Uman. Rasulullah mengutus sahabat Al ‘Ala’ bin Al Hadromi bin Abi Umayyah ke Al Mundzir bin Sawi Al Abdi, Raja Bahrain. Rasulullah mengutus sahabat Al Muhajir bin Abi Umayyah ke Al Haris bin Abi Kilal Al Humairi, di Yaman. Rasulullah mengutus sahabat Abu Musa Al Asy’ari dan Muadz bin Jabal ke penguasai Yaman. Kemudian setelah itu, Rasulullah mengutus sahabat Ali bin Abi Thalib kepada mereka. Rasulullah juga mengutus Jarir bin Abdillah Al Bajli kepada Dzil Kila’ Al Humairi dan Dzi Amr. Rasulullah mengutus sahabat Amr bin Umayyah Adh Dhomri bersama As Saib Al Awam, saudaranya Zubair, ke Musailamah Al Kadzdzab. Rasulullah mengutus sahabat Iyash bin Abi Rabi’ah Al Makhzumi ke Al Haris, dan ke Masruh, serta ke Nuaim bin Abi Kilal.
Rasulullah juga mengutus pada hilal bulan muharram tahun ke 9 H, sahabat Uyainah bin Hisn al Fazari ke Tamim, sahabat Buraidah ke Aslam dan Ghofar, sahabat Iyadz bin Bisyr ke Sulaim dan Muzainah, sahabat Rofi’ bin Mukaiyis ke Juhainah, sahabat Amrn bin Ash ke Fazaroh, Adh Dhohhak bin Sufyan ke Bani Kilab, sahabat Yasar bin Sufyan al Ka’by ke Bani Ka’ab, sahabat Abdullah bin Allutbiyah ke Dzibyan, dan beliau mengutus seseorang dari Sa’ad Hudzaim ke kaumnya.

Adapun para amir (wali) Nabi SAW, diantaranya adalah Badzan bin Sasan, dari anak Bahrom. Beliau menunjuknya sebagai amir bagi penduduk Yaman seluruhnya setelah (lepas) dari Kisra. Beliau adalah amir pertama di dalam Islam di daerah Yaman, dan orang pertama yang masuk Islam dari raja ajam (non Arab). Kemudian setelah wafatnya Badzan, Rasulullah mengangkat anaknya, yaitu Syahr bin Badzan di wilayah Shan’a. Dan setelah terbunuhnya Syahr, beliau mengangkat Khalid bin Sa’id bin Al Ash.

*****
 
Dari penjelasan Syeikh Hasyim tadi sangat jelas, bahwa Islam disebarkan Rasulullah melewati batas-batas geografi suatu wilayah dan menembus batas-batas suatu bangsa. Sebab, Islam itu memang diturunkan Allah untuk semua manusia dan semua bangsa. Kemuliaan manusia tidak ditentukan dari kebangsaannya, tetapi oleh ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Memang benar, bahwa suatu masyarakat atau bangsa memiliki adat dan ciri khas. Tentu, itu sama sekali tidak dilarang Islam, selama memang tidak bertentangan dengan Islam. Perbedaan adat dan kebiasaan tertentu, itu suatu yang sangat lazim. Itu sesuatu yang tak dapat dihindari dan dipungkiri. Namun, semua itu sama sekali bukan alasan yang dibenarkan bagi mereka untuk merasa berbeda dari Umat Islam yang lain. Mereka adalah Umat yang satu, yaitu Umat Muhammad; yang diikat oleh akidah yang satu yaitu akidah Islam; dan diatur dengan aturan yang satu, yaitu syariah Islam.
Wallahu a’lam. [dakwahmedia/voa-khilafah]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers