Voice of Khilafah - Imam Al-Qurthubi menyatakan, “Tidak
ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat
khalifah) di kalangan umat dan para imam mazhab; kecuali pendapat yang
diriwayatkan dari al-’Asham—yang tuli (‘asham) terhadap syariah—dan
siapa saja yang berkata dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan
mazhabnya” (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, 1/264).
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana metode (thariqah/manhaj) penegakan Khilafah? Metode (thariqah/manhaj)
haruslah digali dari Rasulullah saw. Setiap perjuangan yang menyimpang
dari metode Rasulullah saw. hanya akan berakhir dengan kegagalan.
Siapapun yang
melakukan penelaahan mendalam terhadap sirah Nabi Muhammad saw. akan
menemukan bahwa beliau menempuh tiga tahapan dalam mewujudkan
pemerintahan Islam di Madinah.
1. Tahap Pertama: Kaderisasi (Tatsqif).
Sejak beliau
mendapatkan wahyu, beliau diperintahkan untuk menyampaikannya kepada
masyarakat. Misalnya, ketika Allah SWT menurunkan QS al-Muddatsir ayat
1-2, bersegeralah sang Nabi terakhir itu mengajak masyarakat untuk
memeluk Islam. Beliau menyampaikan Islam kepada istrinya, Khadijah ra.
Kemudian, disampaikan pula kepada sepupunya Ali bin Abi Thalib ra.,
maulanya Zaid, sahabat beliau Abu Bakar ash-Shiddiq ra., dan masyarakat
secara umum.
Beliau bukan
sekadar mengajak mereka masuk Islam, melainkan ditindaklanjuti dengan
membinanya. Beliau membina kaum Mukmin di rumah Arqam bin Abi al-Arqam (Dar al-Arqam).
Di rumah Arqam itulah Rasulullah saw. menempa para Sahabat, mengajarkan
Islam kepada mereka, membacakan al-Quran kepada mereka, menjelaskannya,
memerintahkan mereka untuk menghapal dan memahami al-Quran. Setiap kali
ada yang masuk Islam, langsung digabungkan ke Darul Arqam.
Di sinilah Nabi saw. melakukan dua hal. Pertama: pembinaan akidah dan syariah hingga terbentuk para kader berkepribadian Islam. Kedua:
pengorganisasian Sahabat sehingga membentuk kelompok dakwah yang secara
solid dan berjamaah bergerak di tengah masyarakat. Bukan hanya Nabi
saw. seorang diri yang melakukan pembinaan, para Sahabat lain pun
mencari dan membina orang yang baru masuk Islam. Sebagai contoh, beliau
pernah meminta Khubbab bin al-Arts untuk mengajarkan al-Quran kepada
Zaenab binti al-Khaththab dan suaminya, Said, di rumahnya.
Bila dilihat dari kacamata modern apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini merupakan pembinaan intensif (tatsqif murakkaz). Pembinaan intensif ini dilakukan untuk membentuk kader yang berkepribadian Islam dan siap berjuang.
Secara praktis
pembinaan intensif ini diawali dengan melakukan kontak individual.
Dulu, Abu Bakar Shiddiq ra. mengontak keluarga dan kawan-kawannya, di
antaranya Utsman bin Affan. Lalu disampaikan Islam kepadanya. Begitu
juga setiap orang harus melakukan kontak individual untuk menyampaikan
dakwah. Setiap aktivis dakwah sejatinya mempunyai daftar nama mulai dari
kerabat, kawan dan tetangga untuk dikontak dan disampaikan Islam kepada
mereka. Materi yang disampaikan tentu bergantung pada kontakan; bisa
akidah, syariah, akhlak atau perkembangan terkini dilihat dari kacamata
Islam.
Sebagaimana
Nabi saw., tidak cukup sebatas orang tersebut menerima Islam sebagai
pedoman hidupnya. Orang tersebut perlu dibina hingga menjadi pengemban
dakwah. Umumnya, pengkaderan demikian efektif dijalankan dalam bentuk halqah. Di dalam halqah dilakukan pembinaan dengan kurikulum yang jelas, buku-buku kajian tertentu yang ditetapkan, serta metode talaqqi
sehingga kesinambungan gagasan terjaga. Di sinilah setiap kader ditempa
pemahaman Islam, kepribadian Islamnya, ibadah, ketaatan, kedisiplinan,
pengorbanan, kejamaahan, dll. Lahirlah kader yang mujahid (pejuang) sekaligus muta’abbid (ahli ibadah), mufakkir (pemikir) sekaligus siyasi (politisi).
Selain itu,
Nabi saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan masyarakat
di Bukit Shafa, juga mengundang makan bersama; dalam konteks sekarang
ini merupakan pembinaan umum (tatsqif jama’i). Kalau dulu di Bukit Safa atau di kebun kurma, maka saat ini tatsqif jama’i
dilakukan dengan seminar, kajian di masjid, kuliah zuhur, pesantren
Ramadhan, training, pengajian perkantoran, dll. Harapannya, dari
aktivitas tersebut dapat terjaring orang-orang yang bertekad kuat
menjadi kader dakwah dan masuk dalam pembinaan intensif.
2. Tahap Kedua: Membangun Kesadaran Umat (Tafa’ul Ma’al Ummah).
Tidak semua
anggota masyarakat dapat dan mau menjadi kader dakwah. Karenanya, perlu
ada penumbuhan kesadaran kolektif umat bagi kalangan tersebut. Pegiatnya
adalah para kader dakwah yang terorganisir rapi yang terbina dalam
pembinaan intensif tersebut. Untuk menumbuhkan kesadaran itu perlu
ditempuh beberapa hal secara bersamaan, yaitu:
1. Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri).
Rasulullah saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran terhadap
gagasan/ide/pandangan yang sifatnya tetap. Ini umumnya merupakan
pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis) atau keyakinan (qana’at). Misalnya, beliau menyuarakan secara lantang realitas tuhan kaum kafir seperti ayat Allah SWT (yang artinya): Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah adalah umpan neraka Jahanam
(QS al-Anbiya’ [21]: 98). Beliau juga menentang sikap hidup kafir
Quraisy yang merasa aib bila memiliki bayi perempuan hingga harus
membunuhnya.
Untuk
saat ini, segala gagasan/ide/pandangan yang merupakan akidah kufur
harus ditentang dan dijelaskan kebatilannya. Misalnya, sekularisme,
pluralisme dan liberalisme merupakan ide yang harus di tentang. Begitu
juga gagasan cabang yang lahir darinya seperti demokrasi, hak asasi
manusia, kesetaraan gender, dll. Caranya, dengan menjelaskan kebatilan
dan bahaya hal-hal tersebut bagi Islam dan umatnya dalam berbagai
kesempatan. Bila hal ini dilakukan terus-menerus masyarakat akan dapat
memahami mana ide-ide kufur yang berada di tengah umat Islam. Mereka
tidak mau diatur oleh sistem tersebut. Sebaliknya, mereka menuntut
penerapan Islam.
2. Perjuangan Politik (al-kifah as-siyasi). Aktivitas al-kifah as-siyasi
merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menyikapi realitas politik
kekinian, yang terjadi pada saat tertentu. Pada zaman Rasulullah saw.
pernah ada suatu realitas: mengurangi timbangan sudah menjadi kebiasaan.
Untuk menyikapi hal tersebut, Allah SWT menurunkan QS al-Muthafifin
yang diserukan oleh Rasulullah saw. di tengah masyarakat. Pada saat
kaum kafir meminta agar Nabi saw. menunjukkan mukjizat seperti para nabi
terdahulu dan meminta agar Nabi saw. berdoa hingga harga yang melambung
tinggi menjadi turun, dijawab dengan telak dalam QS al-A’raf [7] ayat
188. Begitu juga kebiasaan mereka menjerumuskan budak wanita dalam
pelacuran (semacam trafficking sekarang) disikapi oleh Nabi saw. dengan menyampaikan QS an-Nur [24] ayat 33. Masih banyak peristiwa lain.
Saat ini, setiap kejadian/peristiwa politik kekinian yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam perlu dilakukan kifah siyasi. Misalnya, kelompok Islam harus melakukan aktivitas kifah siyasi
pada saat pemerintah menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik,
mensahkan RUU Kelistrikan, RUU Migas, RUU Sumberdaya Air, RUU Penanaman
Modal, dll. Begitu juga saat terjadi peristiwa politik internasional
seperti tragedi Mavi Marmara oleh Israel baru-baru ini. Langkahnya
dengan membuat tulisan, buletin, pers rilis, delegasi ke DPR, mendatangi
menteri, mendatangi Presiden, dll. Lalu dijelaskan bahaya dan kerugian
yang akan diderita rakyat serta pertentangannya dengan syariah Islam
kepada masyarakat di berbagai forum. Bahkan bila diperlukan dapat
dilakukan dengan demontrasi damai (masirah). Dengan ini semua, masyarakat sedikit demi sedikit akan tersadarkan.
3. Membongkar rencana jahat kaum kafir (kasyf al-khuthath).
Rasulullah saw. sering menyampaikan wahyu terkait rencana jahat kaum
kafir. Sebagai contoh, membongkar rencana tokoh Quraisy (seperti Abu
Jahal, Abu Sufyan, Umayyah ibn Khalaf dan Walid bin Mughirah) yang
berdiskusi di pusat kajian strategis mereka, Darun Nadwah,
dengan memberikan cap negatif pada diri Rasulullah saw.; membongkar
persekong-kolan kaum kafir dengan kaum munafik. Allah SWT membongkar
rencana jahat ini dalam QS al-Mudatstsir [74] ayat 18-26.
Meneladani
hal ini, dalam upaya penegakkan Khilafah, penting untuk membongkar
makar negara kafir imperialis dan anteknya. Misalnya, rencana jahat AS
di Irak, Afganistan, Pakistan dan Bangladesh perlu dijelaskan kepada
masyarakat dalam khuthbah, kuliah subuh, pengajian ibu-ibu, dll.
Masyarakat juga perlu dipahamkan tentang hakikat kunjungan Obama ke
Indonesia yang hanya ingin lebih mencengkeramkan kakinya di negeri
Muslim terbesar ini serta menghalangi bersatunya umat Islam dalam
Khilafah; disamping untuk kepentingan minyak, gas, ekonomi, pangkalan
militer, dan pembentukan lobi Yahudi-AS di Indonesia. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai seminar, workshop, tablig akbar, dll; juga dengan mengirim delegasi ke ormas, LSM, partai politik, pesantren, DPR, Kementrian Luar Negeri, dll.
4. Penting juga untuk melakukan advokasi bagi kepentingan umat (tabanni mashalih ummah). Caranya, dengan melakukan advokasi bagi kepentingan umat. Misalnya, ketika ada pihak yang ingin melakukan yudisial review
UU Penodaan Agama, maka perlu dilakukan perlawanan dengan menjadi pihak
terkait dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Ketika terjadi malpraktik
maka dapat dilakukan upaya pembelaan terhadap korban. Dilakukanlah
advokasi terhadap pihak terkait, termasuk penguasa. Disampaikan solusi
menurut Islam. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sampai hasil yang
diinginkan.
Jika semua
aktivitas itu dilakukan secara intensif dan masif maka insya Allah
dengan izin Allah SWT taraf berpikir umat akan makin meningkat.
Pembelaan dan dukungan terhadap syariah dan Khilafah beserta para
pejuangnya akan menggelontor. Sebab, di mata umat makin tampak siapa
sebenarnya yang berjuang untuk membebaskan mereka dari penjajahan.
3. Tahap Tiga: Istilam al-Hukmi dengan Dukungan Ahlun Nushrah.
Pada saat
kehendak dominan masyarakat menghendaki syariah dan Khilafah, maka
masyarakat bersama dengan kelompok pejuang syariah dan Khilafah akan
menuntut penguasa agar menegakkan Khilafah atau mundur seraya
menyerahkan kepemimpinan kepada mereka. Umat tidak percaya lagi kepada
penguasa maupun wakil mereka. Terjadilah kevakuman kekuasaan. Mereka
yang terdiri dari tokoh-tokoh berbagai daerah dari berbagai kalangan dan
organisasi membentuk semacam ahlul halli wal ‘aqdi untuk
membaiat khalifah. Bila penguasa secara sukarela menyerahkan kekuasaan
atas dasar kesadaran bahwa mereka sudah delegitimasi, tidak lagi
dipercaya oleh rakyat, apalagi mereka berubah menjadi mendukung tuntutan
masyarakat itu, maka ketika itu terjadilah penyerahan kekuasaan dari
rakyat kepada penguasa baru (istilam al-hukmi). Mereka hanya
tinggal mengumumkan ke publik, “Kami mundur dari kekuasaan ini karena
sudah tidak lagi dipercaya rakyat sebagai pemilik kekuasaan tersebut.”
Namun
sebaliknya, bila mereka tak mau melepaskan kekuasaan kufurnya, lalu
menghadapi rakyat sebagai pemilik kekuasaan dengan kekerasan maka di
sinilah pentingnya dukungan pemilik kekuatan (ahlul quwwah, ahlun nushrah) terhadap dakwah. Oleh sebab itu, sejak awal perlu adanya dukungan ahlun nushrah.
Mereka yang masuk ke dalam ahlun nushrah adalah setiap pemilik kekuatan, termasuk militer. Dengan adanya dukungan ahlun nushrah penyerahan kekuasaan akan terjadi dengan damai. Begitulah yang dialami oleh Nabi saw. saat menegakkan pemerintahan di Madinah.
Cara untuk meraih dukungan ahlun nushrah
tidak lain dengan mendatangi dan mendakwahi mereka. Mereka adalah putra
umat Islam. Tengoklah apa yang dilakukan Rasulullah saw. Selain aktif
mendakwahi kabilah-kabilah di Makkah, beliau juga mendakwahi
kabilah-kabilah di luar Makkah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik
yang datang untuk berdagang maupun yang hendak melakukan ibadah di
sekitar Ka’bah. Beliau berdakwah di jalan-jalan, Pasar ‘Ukadz dan Mina.
Di antara mereka ada sekelompok orang dari Madinah yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka para pemilik kekuatan di sana. Merekalah
yang kelak menjadi ahlun nushrah bagi Nabi saw.
Ketika istilam al-hukmi
telah terjadi, maka di tengah penguasa yang telah kehilangan
legitimasinya, khalifah dengan dukungan rakyat mengumumkan tegaknya
Khilafah. Penyelesaian peralihan kekuasaan dilakukan dalam tempo
sesingkat-singkatnya sesuai dengan realitas politik waktu itu. Dengan
teknik seperti ini penegakkan Khilafah akan berjalan secara alami. Wallahu a’lam. []