Voice of Al-Khilafah - Miris. Itulah gambaran terhadap apa yang menimpa perempuan WNI akhir-akhir ini. 29 perempuan warga negara Indonesia dinikahkan dengan orang China namun dipaksa bekerja tanpa upah. Mereka diduga menjadi korban perdagangan orang yang melibatkan sindikat China dan Indonesia (www.voaindonesia.com/26/06/2019). Para perempuan ini dibawa ke China, dinikahkan dengan laki-laki negara tersebut, dengan iming-iming diberi nafkah besar.
Namun, kata Sekjen SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) Bobi Anwar Maarif, perempuan ini malah dieksploitasi dengan bekerja di pabrik tanpa upah. 29 perempuan tersebut 13 orang asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dan 16 orang asal Jawa Barat. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan korban sepanjang 2016-2019 (www.detiknews.com/23/06/2019).
Apa yang terjadi pada kasus diatas merupakan bukti bahwa sindikat perdagangan orang masih terus mengancam generasi khususnya remaja putri. Hal ini bisa terus terjadi jika tidak ada kebijakan dan aturan tegas yang mampu melindungi warga. Jebakan kapitalis selalu menjadi langkah awal seseorang masuk dalam daftar target perdagangan orang. Alih-alih akan mendapatkan harta lebih justru menyeret kaum perempuan masuk ke lubang kesengsaraan. Bukan tanpa alasan. Mereka yang terseret pada dasarnya merupakan korban dari buruknya sistem ekonomi dan sosial yang tak mampu mensejahterakan rakyat. Penerapan sistem kapitalis dalam negara membuat negara abai terhadap kesejahteraan rakyat. Rakyat dipaksa untuk memenuhi semua kebutuhan hidup. Tak terkecuali perempuan.
Isu kesetaraan gender yang dihembuskan agar perempuan dapat mandiri nyatanya justru semakin membawa perempuan semakin sengsara. Bahkan perempuan hanya dipandang sebagai obyek dan komoditas. Mudah untuk 'dieksploitasi' dari segala arah. Upah rendah, harus mengumbar aurat, mendapatkan perlakuan kasar dan lain sebagainya adalah sebagian fakta yang menimpa perempuan saat ini. Belum lagi peran sebagai seorang ibu yang terabaikan. Membuat generasi semakin liar jauh dari moral baik yang selama ini diharapkan. Sehingga permasalahan yang menimpa perempuan termasuk perdagangan perempuan merupakan sebuah permasalahan komplek yang melibatkan banyak sistem kehidupan.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang perempuan memiliki derajat yang sama dengan laki-laki. Bahkan seorang ibu mendapatkan kemuliaan yang harus dihormati lebih dahulu. Perempuan merupakan salah satu tonggak peradaban. Berasal dari rahim perempuan lah para pemimpin bangsa lahir. Ibu lah sang pendidik pertama dan utama. Bahkan pada masa Khalifah Umar Bin Khatab, setiap ibu mendapatkan jaminan kesejahteraan terutama bagi para ibu yang sedang menyusui. Para imam besar seperti Imam Syafi'i juga lahir dari perempuan sholihah yang fasih dalam ilmu agama. Islam juga memberikan peluang dan mendukung bagi perempuan untuk menuntut ilmu sampai di perguruan tinggi serta aktif dalam mengoreksi dan memberikan muhasabah kepada penguasa.
Mariam Al Astrolabiya adalah seorang astronom muslimah yang lahir pada masa Khilafah Islamiyah sekitar abad 10 masehi di Aleppo, Suriah. Pada masa Khalifah Umar Bin Khatab pula terdapat seorang Qadhi Hisbah perempuan Asy Syifa binti Abdullah yang turut menyelesaikan permasalahan masyarakat Madinah. Mereka berdua adalah gambaran hasil dari peradaban Islam yang mulia.
Semua itu hanya mampu diraih ketika suatu negara menerapkan syariah Islam secara keseluruhan melalui institusi negara Islam yakni Khilafah Islamiyah. Khilafah Islam merupakan sebuah peradaban unggul dan mulia yang telah tegak lebih dari 13 abad. Sebuah kegemilangan yang tak terbantahkan. Sudah saatnya kaum muslimin bangkit dan turut serta ambil andil dalam barisan pejuang agama Allah demi mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Wallahu A'lam Bishowab.[]
Oleh: Firda Umayah, S.Pd
Pendidik dan Penulis Buku Antologi Muslimah Perindu Surga
Sumber: http://www.radarindonesianews.com/2019/07/firda-umayah-spd-stop-perdagangan.html