Voa-Khilafah.tk - Karena dukung harga premium yang Rp 4500 per liter menjadi Rp 7000 per liter, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendapat kritik dari pakar ekonomi syariah.
“Sebagai partai yang berbasis masa Islam, PKS mestinya tidak mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak!” kritik Dr Arim Nasim kepada mediaumat.com, Jum’at (29/3).
Tetapi, lanjut Arim, PKS harus berjuang mengembalikan pengelolaan minyak dan gas (migas) oleh negara karena saat ini hampir 85 % migas dikuasai swasta dan asing.
Karena, menurut pakar ekonomi syariah UPI Bandung tersebut, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM adalah agenda neoliberal yang ingin menguasai pula sektor hilir, setelah sukses menguasai 85 % sektor hulu migas.
Padahal, beber Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut, dalam Islam migas merupakan milik umum yang wajib dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Haram hukumnya bila diserahkan kepada swasta apalagi asing,” pungkasnya.
Seperti diberitakan republika.co.id (27/3) DPR RI sepertinya memberi lampu hijau pada pemerintah jika ingin menaikkan harga BBM. Bahkan fraksi yang selama ini menolak, PKS, kini mengaku setuju opsi ini dilakukan.
Menurut anggota Komisi VII dari partai itu Achmad Rilyadi pemerintah memang sudah saatnya mengurangi subsidi BBM dengan kenaikan harga. “Ini mau tidak mau harus dilakukan,” katanya.
Perhitungan kenaikan bisa diambil 50 persen dari subsidi yang ditanggung pemerintah. “Misal subsidi sekarang hampir Rp 5 ribu per liter. Separuh dari kenaikan itulah kenaikannya,” jelas Achmad.
Artinya, pemerintah bisa menaikkan harga BBM hingga Rp 2500 per liter. Sehingga harga BBM bersubsidi akan naik dari Rp 4500 menjadi Rp 7000 per liter. [mediaumat.com/voa-khilafah.tk)