Voa-Khilafah.co.cc - Sungguh
menyakitkan hati, sejumlah warga Indonesia, terlebih beragama Islam,
menghadiri hari ulang tahun (HUT) negara ilegal Israel. Mengapa sampai
tega-teganya Politikus Partai NasDem Ferry Mursyidan Baldan, sejumlah
anggota ormas pemuda Islam dan anggota Kadin yang semuanya notabene
beragama Islam itu hadir dalam acara yang berlumuran darah kaum Muslimin
Palestina? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com
Joko Prasetyo dengan Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto. Berikut
petikannya.
Tanggapan Anda terkait beberapa tokoh Indonesia yang menghadiri HUT Israel di Singapura beberapa waktu lalu?
Yang
pertama perlu diingatkan bahwa Yahudi mendirikan negara ilegal Israel
itu di atas tanah yang bukan haknya. Ia merampas tanah Palestina. Jadi
tegasnya Israel itu adalah negara penjajah, negara agresor. Israel itu
negara yang bukan hanya merampas tanah Palestina tetapi juga
terus-menerus menyakiti, menyiksa, bahkan membunuh penduduk Palestina di
sana hingga hari ini.
Oleh
karena itu sungguh aneh kalau ada tokoh-tokoh, apalagi yang Muslim,
tega-teganya dia menghadiri acara Hari Ulang Tahun Israel. Itu artinya,
dia mengakui eksistensi negara ilegal Israel. Bukan hanya mengakui
malah, tetapi turut bergembira dengan eksistensi penjajah Israel itu.
Sangat ironi, di sana dia berbicara tentang perdamaian. Perdamaian macam apa yang dimaui?
Kalau ada negara di dunia ini yang paling sering membuat keributan dan pertikaian di suatu wilayah, itulah Israel!
Kalau ada negara yang paling pantas ditahbiskan sebagai negara penghancur, itulah Israel! Dengan Amerika di belakangnya.
Jadi tidak layak sama sekali kita berbicara tentang perdamian kepada Israel!
Oleh karena itu, ini sebagai suatu hal yang sangat patut disayangkan, terlebih itu dilakukan oleh tokoh Islam.
Ini merupakan upaya perdamaian antara orang dengan orang (P to P) agar tercapai perdamaian negara dengan negara (G to G)…
Jangan
lagi P to P, G to G saja, Israel saat itu berdasarkan perjanjian Camp
David kan sudah berdamai dengan Palestina, dengan Mesir. Tapi kan
kenyataannya butir kesepakatan (roap map) perdamaian yang sudah dibuat sedemikian rupa tidak pernah dipenuhi oleh Israel.
Jadi
jangan lagi kita bicara P to P, G to G saja tidak mampu. Padahal G to G
sudah mewujudkan perdamaian. Padahal perdamaiannya itu sesuai dengan
prinsip yang mereka maui yaitu berdiri dua negara Palestina dan Israel
(two states solution). Itu saja mereka tidak mengindahkan butir-butir
kesepakatan perdamaian.
Butir yang dilanggar itu?
Israel
tidak boleh membangun pemukiman Yahudi di wilayah yang menjadi bagian
Palestina berdasarkan Camp David. Tapi tetap saja, Israel membangun
pemukiman Yahudi di wilayah tersebut dengan mengusir penduduk setempat.
Jadi
apa yang dimaui oleh orang-orang yang datang ke HUT Israel itu? Kecuali
bahwa ini hanya untuk sensasi dan meraih tujuan-tujuan politik pribadi.
Bukankah beberapa politisi Salafi dan Ikhwanul Muslimin siap berhubungan dengan Israel?
Ya, tapi itu kan tidak bisa dijadikan ukuran boleh tidaknya kaum Muslimin berhubungan dengan penjajah Israel.
Di
Indonesia juga kan ada ukuran-ukurannya. Seperti yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kan begitu? Israel itu kan penjajah!
Kalau mau pakai tolak ukur Islam, jelas sekali. Dalam pandangan Islam, Israel itu berdiri di atas tanah kharojiyyah. Artinya, itu tanah milik seluruh kaum Muslimin. Tidak ada seorang pun yang berhak menyerahkan tanah kharajiyyah itu kepada pihak lain, sekalipun yang berupaya menyerahkan tanah kharajiyyah itu adalah seorang khalifah.
Oleh
karena itu, siapa pun yang menyatakan berdamai dengan agresor Israel ya
perdamaiannya itu tidak sah. Kalau dunia Islam ini diibaratkan sebagai
rumah, maka bagaimana mungkin kita mengakui orang yang telah menduduki
salah satu kamar di dalam rumah kita. Kalau mengakui eksistensi, berarti
merelakan dia berada di dalam rumah kita seraya menyiksa dan membunuhi penghuni kamarnya.
Jadi
keinginan politisi Salafi dan Ikhwanul Muslimin untuk membuka hubungan
dengan Israel itu tidak bisa dijadikan tolak ukur. Jadi kalau mengaku
sebagai Muslim haruslah kembali kepada prinsip-prinsip Islam.[]