Promotor Konser ‘Lady Gaga’ Terbelit Hutang Rp 200 Miliar


Voa-Khilafah.co.cc, Jakarta – Ada pernyataan menggelitik dalam sebuah diskusi di sebuah stasiun televisi swasta nasional Rabu malam (16/5/2012).Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, berkomentar soal konser Lady Gaga, dengan mengatakan, “Sudah jual tiket padahal belum dapat izin Polisi sama aja EO-nya Lady Gaga itu kayak menghamili (gadis) dulu biar bisa nikah.”

Analogi telak itu cukup rasional. Betapa tidak, tiga bulan sebelum pergelaran Lady Gaga dilaksanakan, panitia telah menjual tiket sebanyak 40.000 buah. Itupun kabarnya masih ditambah lagi sepuluh ribu tiket. Harga tiket terendah Rp465.000.-, dan termahal Rp2.250.000.- Keputusan promotor Lady Gaga untuk menjual tiket berbulan-bulan sebelum pelaksanaan memang mengundang kecurigaan. Dari aspek bisnis, promotor tidak mau rugi alias gambling.
Alhasil ketika tiket terjual habis, keuntungan sudah di depan mata. Kedua, kemungkinan besar promotor tahu konser ini akan menuai penolakan, karena itu untuk menyiasatinya promotor menjual tiket terlebih dulu hingga habis. Kelak jika aparat tidak memberikan rekomendasi, mereka akan mengatakan, “Ini penonton sudah 50 ribu orang, mereka sudah beli tiket semua. Masa dibatalkan?.”
Ada informasi menarik selain soal perhelatan Lady Gaga. Promotor Lady Gaga, PT Prima Java Kreasi atau yang sering disebut Big Daddy Entertainment Group, ternyata mempunyai masalah keuangan. Perusahaan ini dikabarkan mempunyai hutang Rp200 miliar kepada investor asing. Karena itu mereka kini tengah mencari cara untuk menutup utang-utang tersebut.
Satu-satunya cara yang dilakukan manajemen Big Daddy adalah dengan meraup uang dari bursa saham. Maka sejak setahun lalu, Big Daddy telah merencanakan menjual sahamnya ke lantai bursa melalui penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO). Rencananya perusahaan penyelenggara konser musik ini menargetkan bisa meraih dana segar sebesar Rp 250 miliar hingga Rp 300 miliar dengan mengeluarkan saham baru setara 35% hingga 40% dari saham yang dicatatkan.
“Rencana IPO tetap tahun ini. Kami lihat momentum, karena kondisinya sekarang banyak sentimen negatif,” kata Presiden Direktur PT Java Prima Kreasi Michael Rusli di Jakarta, Rabu (16/5/2012) seperti dirilis Vivanews.com.
Menurut Michael, pada awalnya perusahaan mempunyai kebutuhan dana yang tidak sedikit. Namun, dia menegaskan, akhir 2011 lalu pihaknya telah mendapatkan dana segar dari beberapa investor, sehingga saat ini kebutuhan dana sudah tercukupi.
Perusahaan ini pada awalnya akan menggelar IPO awal 2012. Ternyata, rencana tersebut harus tertunda. Bahkan, sebelumnya, perusahaan pernah menyatakan jika mundurnya rencana IPO ini karena perusahaan tengah fokus mengerjakan konser Lady Gaga Juni mendatang yang kabar terakhirnya dilarang oleh Mabes Polri.
Dana yang diperoleh dari Penjualan saham renc`nanya akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek konser dan hiburan lainnya. Selain itu, dana tersebut akan digunakan untuk membayar utang kepada pihak asing Rp200 miliar. Utang tersebut didapat Prima Java di tahun lalu yang berasal dari induk usahanya dan juga investor asing yang sudah menyuntikkan dana ke Prima Java. “Tahun lalu, kami memperoleh suntikan dana Rp200 miliar,” kata dia.
Inilah yang bisa dipahami motif ekonomi di balikpenyelenggaraan konser Lady Gaga. Sepenuhnya ini adalah kegitan Big Daddy untuk meraup keuntungan perusahaan itu dengan mengorbankan nilai dan moral generasi muda.
Tentu saja Big Daddy berharap konser ini sukses. Sebab jika sukses, maka penjualan sahamnya akan lancar dan dana segar yang diharapkan akan didapat. Sehingga hutang-hutang perusahaan akan terbayarkan. Sebaliknya, jika konser gagal maka citra perusahaan akan anjlok. Nilai saham juga rendah, maka kondisi keuangan perusaahan akan lebih parah. Belum lagi perusahaan itu diwajibkan mengembalikan puluhan miliar uang tiket penonton. Pantaslah kalau mereka saat ini menjadi orang paling syok. [KbrNet/Slm/globalmuslim/voa-khilafah.co.cc]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers