Voa-Khilafah.co.cc - SEBUAH keluarga bisa barakah jika di dalamnya ada sakinah. Mereka merasakan ketenteraman. Dalam keadaan diguncang kesulitan atau dikarunia kesuksesan, suami dan istri merasakan ketenteraman saat berdekatan. Ketika suami datang dengan wajah kusam berlipat-lipat, istri memberi sambutan hangat besemangat. Wajahnya tetap teduh dan penuh perhatian sehingga suami semakin sayang.
Jika Anda mempunyai istri demikian, bersyukurlah. Anda sudah mendapatkan kunci kebahagiaan. “Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatanmu, dirinya dan hartamu; kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai yang penuh kasih sayang.
Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya juga tidak mem-buatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa men-jaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu merasa lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.”
Kalau keluarga Anda penuh barakah dan Allah melimpahkan barakah atas keluarga Anda, maka Anda akan mendapati rumah tangga yang diliputi oleh mawaddah wa rahmah (ketulusan cinta dan kasih-sayang). Kalau suami resah, ada pangkuan istri yang siap merengkuh dengan segenap pera-saannya. Kalau istri gelisah, ada suami yang siap menampung airmata dengan dekapan hangat di dada, serta usapan tangan yang memberi ketenteraman dan perlindungan.
Tanpa adanya sakinah, mawaddah wa rahmah, keluarga sulit mencapai barakah dan penuh dengan kebarakahan. Suami-istri tidak bisa saling mencurahkan kasih-sayang secara penuh.
Mereka tidak bisa saling menerima, mempercayai dan memaafkan kekurangan-kekurangan, padahal setiap ki-ta selalu punya kekurangan. Di sini keluarga dipenuhi oleh keluh-kesah dan kekecewaan. Bukan oleh keadaan ekonomi, melainkan oleh ketidakpuasan terhadap teman hidupnya beserta keluarganya. Sehingga interaksi antar keduanya menjadi kering, sangat periferal. Bukan dari hati ke hati, sehingga saling merindukan. Pergi tiga hari saja tidak ditunggu-tunggu kedatangannya. Apalagi sekadar terlambat pulang satu atau dua jam.
Dalam keadaan yang demikian, keluarga tidak menjadi tempat terbaik untuk membesarkan anak dan menumbuh-kan kekuatan jiwa mereka. Rumah menjadi tempat yang sempit, sehingga anak-anak dan suami tidak menemukan kedamaian di dalamnya. Meskipun secara fisik, rumah cukup besar dan megah.
Jadi, jika Anda mendo’akan barakah, insya-Allah Anda juga mendo’akan sakinah, mawaddah wa rahmah bagi keluarga yang akan dibangun oleh pengantin baru itu.
Anda juga mendo’akan mereka mendapatkan keturunan yang barakah. Biar anak banyak asalbarakah, sungguh sangat alhamdulillah.
Mendo’akan barakah sama seperti menyuruh shalat. Kalau Anda menyuruh saya melakukan shalat, berarti Anda juga menyuruh saya untuk berwudhu atau malah mandi jinabah jika saya sedang berhadas besar. Sebab, tidak bisa saya melakukan shalat kalau saya berhadas.
Kalau Anda menganjurkan saya shalat dengan khusyuk dan tenang, berarti Anda juga menganjurkan saya menghi-langkan perintang-perintang ketenangan. Anda tetap bisa shalat, tetapi ketika isya’ itu perut Anda melilit-lilit shalat Anda tidak bisa tenang. Karena itu makanlah lebih dulu. Semoga shalat Anda lebih sempurna.
Tetapi kalau Anda menyuruh seseorang mandi, tidak secara otomatis menyuruh seseorang itu shalat. Begitu juga kalau Anda mendo’akan banyak anak, belum tentu barakah. Malah anak bisa menjadi fitnah yang menyusahkan orangtua dunia akhirat.
Ini tidak berarti Anda tidak boleh meraih kesenangan dan bercanda dengan anak istri. Malah sebagaiman ditunjukkan di awal tulisan ini, kita banyak ditunjukkan dan “diperintahkan” untuk memperoleh kesenangan-kesenangan itu. Bahkan, berjima’ pun bernilai ibadah.
Kalau Anda berhubungan intim, Anda akan mendapat pahala shalat Dhuha. Kalau Anda meremas-remas jemari istri dengan remasan sayang, dosa-dosa Anda berdua berguguran. Kalau Anda menyenangkan istri sehingga hatinya bahagia dan diliputi suka cita, Anda hampir-hampir sama dengan menangis karena takut kepada Allah. SubhanaLlah. Maha Suci Allah. Ia memberi keindahan. Ia juga memberi pahala dan ridha-Nya.
“Barangsiapa menggembirakan hati seorang wanita (istri), “kata Rasulullah Saw., ” seakan-akan menangis karena takut kepada Allah. Barangsiapa menangis karena takut ke-pada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka.”
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw. menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka bergu-guranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela jari-jema-rinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a.).
Bahkan, pahala yang didapatkan ketika bersetubuh de-ngan istri bisa mencapai tingkat pahala mati terbunuh dalam perang di jalan Allah. Nabi kita Muhammad al- ma’shum bersabda,“Sesungguhnya seorang suami yang mencampuri istrinya, maka pencampurannya (jima’) itu dicatat memperoleh pahala seperti pahala anak lelaki yang berperang di jalan Allah lalu terbunuh.”
Mengenai hadis yang disebut terakhir ini, saya tidak menemukan keterangan lebih lanjut. Tetapi dari berbagai hadis tentang jima’ dan bercumbu, kita mendapati bahwa ke-duanya merupakan sesuatu yang dihormati dan bagi yang melakukannya secara sah, Allah memberi pahala yang besar. Bahkan, orang yang meninggalkan jima’ bisa “keluar dari Islam” (tidak termasuk ummat Muhammad) manakala tindakannya menyebabkan suami atau istri mengalami pen-deritaan.
Wallahu A’lam bishawab.
[Sumber: Kupinang dengan Hamdallah/Muhammad Fauzhiel Adhiem/IslamPos]