Voa-Khilafah.com - Sejak zaman dahulu umat Islam seringkali disibukkan dengan perdebatan tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Ada yang berpendapat 20 rakaat plus tiga rakaat witir, ada yang berpendapat 8 rakaat plus 3 rakat witir. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan 36 rakaat, atau tidak membatasi jumlahnya.
Para pemuka ilmu fiqih Islam yang merupakan para salafush-shalih hakiki dan kadar keilmuannya sudah sampai level mujtahid mutlak, yaitu jumhur (mayoritas) ulama, baik dari mazhab Al-Hanafiyah, sebagian kalangan mazhab Al-Malikiyah, mazhab Asy-Syafi’iyah dan mazhab Al-Hanabilah telah berijma’ bahwa shalat tarawih itu berjumlah 20 rakaat.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
As-Sarakhsi (w. 483 H) salah satu ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan di dalam kitabnya Al-Mabsuth sebagai berikut :
فَإِنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِنْدِنَا
Dan shalat tarawih itu 20 rakaat di luar witir menurut pendapat kami.[1]
Al-Kasani (w. 587 H) yang juga merupakan salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya, Badai’Ash-Shana’i’ fi Tartib Asy-Syarai' sebagai berikut :
وَأَمَّا قَدْرُهَا فَعِشْرُونَ رَكْعَةً فِي عَشْرِ تَسْلِيمَاتٍ فِي خَمْسِ تَرْوِيحَاتٍ كُلُّ تَسْلِيمَتَيْنِ تَرْوِيحَةٌ وَهَذَا قَوْلُ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ
Adapun jumlahnya 20 rakaat dengan 10 salam dan 5 kali istirahat. Tiap dua kali salam ada istirahat. Demikian pendapat kebanyakan ulama. [2]
Ibnu Abdin (w. 1252 H) yang juga merupakan salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah mengatakan di dalam kitabnya Raddul Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar atau lebih dikenal dengan nama Hasyiatu Ibnu Abdin bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amalan yang dikerjakan oleh seluruh umat baik di barat maupun di timur.
قَوْلُهُ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا
Dan tarawih itu 20 rakaat adalah pendapat jumhur dan itulah yang diamalkan orang-orang baik di Timur ataupun di Barat. [3]
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab Al-Malikiyah pada umumnya menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Selain itu juga ada pendapat yang menyebutkan 36 rakaat.
Ad-Dardir (w. 1201 H) yang merupakan salah satu ulama di dalam mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Asy-Syarhu Ash-Shaghir, menuliskan sebagai berikut :
والتراويح برمضان وهي عشرون ركعة بعد صلاة العشاء يسلم من كل ركعتين غير الشفع والوتر
Dan shalat Tarawih di Ramadhan 20 rakaat setelah shalat Isya', dengan salam tiap dua rakaat, di luar shalat syafa' dan witir.[4]
An-Nafarawi (w. 1126 H) yang juga ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya, Al-Fawakih Ad-Dawani ala Risalati Ibni Abi Zaid Al-Qairuwani sebagai berikut :
(وكان السلف الصالح) وهم الصحابة رضى الله عنهم (يقومون فيه) في زمن خلافة عمر بن الخطاب رضى الله عنه وبأمره كما تقدم (في المساجد بعشرين ركع ) وهو اختيار أبي حنيفة والشافعي وأحمد، والعمل عليه الآن في سائر الأمصار
Para salafusshalih yaitu para shahabat radhiyallahuanhum menjalankan di masa khilafah Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhum atas perintahnya di dalam masjid sebanyak 20 rakaat. Dan itulah pilihan Abu Hanifah, Asy-Syafi'i dan Ahmad, serta yang dijalankan sekarang di seluruh dunia. [5]
3. Mazhab As-Syafi'iyah
Semua ulama mazhab Asy-Syafi'iyah kompak menyebutkan bahwa shalat tarawih itu 20 rakaat.
Al-Mawardi (w. 450 H) salah satu ulama terdahulu dari mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqhi mazhabi Al-Imam Asy-Syafi'i sebagai berikut :
فالذي أختار عشرون ركعةً خمس ترويحات كل ترويحة شفعين كل شفع ركعتين بسلام ثمّ يوتر بثلاث؛ لأنّ عمر بن الخطّاب رضي اللّه عنه جمع النّاس على أبيّ بن كعب فكان يصلّي بهم عشرين ركعةً جرى به العمل وعليه النّاس بمكّة
Yang saya pilih 20 rakaat dengan 5 kali istirahat. Setiap sekali istirahat diselingi 2 kali shalat, tiap satu shalat terdiri dari 2 rakat dengan satu salam. Kemudian witir tiga rakaat. Karena Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu mengumpulkan orang bermakmum kepada Ubay bin Ka'ab, dan Ubay mengimami dengan 20 rakaat. Dan itulah yang selalu dilakukan dan yang dilaksanakan orang-orang di Mekkah. [6]
An-Nawawi (w. 676 H) salah satu muhaqqiq dalam mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut :
فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء ومذهبنا أنها عشرون ركعة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء ومذهبنا أنها عشرون ركعة بعشر تسليماتٍ
Shalat tarawih hukumnya sunnah dengan ijma' ulama. Dan menurut mazhab kami jumlahnya 20 rakaat dengan 10 kali salam. [7]
Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) salah satu ulama besar dalam mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya, Asna Al-Mathalib fi Syarhi Raudhati Ath-Thalib sebagai berikut :
وهي عشرُون ركعة بعشر تسليمات في كلّ ليلة من رمضان
Dan (tarawih) itu 20 rakaat dengan 10 salam dilakukan tiap malam bulan Ramadhan. [8]
4. Mazhab Al-Hanabilah
Al-Khiraqi (w. 334 H) menuliskan dalam kitab Matan Al-Khiraqi 'ala Mazhabi Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani atau yang lebih dikenal dengan nama Mukhtashar Al-Khiraqi sebagai berikut :
وقيام شهر رمضان عشرون ركعة والله أعلم
Dan qiyamu Ramadhan 20 rakaat wallahua'lam. [9]
Ibnu Qudamah (w. 620 H) menuliskan dalam kitabnya Al-Mughni sebagai berikut :
وقِيامُ شهْرِ رمضان عِشْرُون ركْعة يعْنِي صلاة التراوِيح وهي سنّة مُؤكدة وأولُ منْ سنّها رسُولُ اللهِ
Dan qiyam bulan Ramadhan 20 rakaat yaitu shalat tarawih. Hukumnya sunnah muakkadah dan orang yang pertama kali melakukannya adalah Rasulullah SAW. [10]
Al-Buhuti (w. 1051 H) sebagai salah satu dari ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan dalam kitabnya, Ar-Raudh Al-Murabba' Syarah Zad Al-Mustaqni' sebagai berikut :
(والتراويح) سنة مؤكدة سميت بذل z nك لأنهم يصلون أربع ركعات ويتروحون ساعة أي: يستريحون (عشرون ركعة) لما روى أبو بكر عبد العزيز في الشافي عن ابن عباس: «أن النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كان يصلي في شهر رمضان عشرين ركعة» (تفعل) ركعتين ركعتين (في جماعة مع الوتر) بالمسجد أول الليل (بعد العشاء)
Dan tarawih hukumnya sunnah muakkadah, dinamakan tarawih karena mereka beristirahat sejenak tiap 4 rakaat. Jumlah 20 rakaat sebagaimana riwayat Abu Bakar Abdul Aziz di dalam Asy-Syafi dari Ibni Abbas bahwa Nabi SAW shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat. Dikerjakan dua rakaat dua rakaat dengan berjamaah ditambah witir di masjid pada awal malam setelah shalat Isya'. [11]
5. Boleh Berapa Saja
Ibnu Taimiyah (w. 728 H) di dalam kitab Al-Fatawa Al-Kubra menuliskan sebagai berikut :
ما أن نفس قيام رمضان لم يوقت النبي - صلى الله عليه وسلم - فيه عددا معينا؛ بل كان هو - صلى الله عليه وسلم - لا يزيد في رمضان ولا غيره على ثلاث عشرة ركعة لكن كان يطيل الركعات.
فلما جمعهم عمر على أبي بن كعب كان يصلي بهم عشرين ركعة، ثم يوتر بثلاث وكان يخف القراءة بقدر ما زاد من الركعات لأن ذلك أخف على المأمومين من تطويل الركعة الواحدة.
ثم كان طائفةٌ من السلف يقومون بأربعين ركعة ويوترون بثلاث وآخرون قاموا بست وثلاثين وأوتروا بثلاث وهذا كله سائغٌ.
فكيفما قام في رمضان من هذه الوجوه فقد أحسن
Adapun qiyam Ramadhan, Rasulullah SAW tidak membatasi jumlah rakaatnya. Namun beliau tidak menambahi atau mengurangi dari 13 rakaat hanya saja beliau memanjangkan rakaatnya.
Tatkala Umar mengumpulkan orang shalat di belakang Ubay bin Kaab, beliau mengerjakan 20 rakaat dan witir 3 rakaat. Beliau meringankan bacaan sekedar lebih dari beberapa rakaat, dan menjadi lebih ringan bagi makmum ketimbang satu rakaat yang panjang.
Dan sebagian salah ada yang menjalankan dengan 40 rakaat dan witir 3 rakaat. Sebagian lainnya 36 rakaat dan witir 3 rakaat.
Semuanya boleh dan bagaimanapun bentuk qiyam Ramadhan dari cara-cara ini semua baik. [12]
Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi
Melihat pendapat mazhab Al-Hanabilah yang juga menetapkan 20 rakaat untuk tarawih, maka wajar kalau kita mendapat baik Masjid Al-Haram di Mekkah ataupun masjid An-Nabawi di Madinah Al-Munawwarah sampai kini masih menerapkan shalat tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana disaksikan dan dikerjakan oleh semua jamaah umrah Ramadhan secara langsung.
Yang menarik bahwa pendiri perserikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, semasa hidup beliau juga melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Ali Mustafa Ya’qub, MA. Hadhratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyah Nahdhatul Ulama, juga melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat di masa hidupnya. [13]
Tarawih 8 Rakaat
Adapun shalat tarawih 8 rakaat plus witir 3 rakaat, sepanjang hasil penelitian Penulis di berbagai kitab fiqih klasik dari empat mazhab, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan AL-Hanabilah, masih belum menampakkan hasilnya. Nampak para ulama salaf sepakat, bahkan dianggap oleh sebagian ulama sebagai ijma', tentang jumlah rakaat yang dua puluh.
Pendapat yang merajihkan tarawih 8 rakaat baru kita dapat dari tokoh di akhir zaman, seperti Ash-Shan’ani (w.1182 H) di dalam kitabnya Subulussalam, Al-Mubarakfury (w. 1353 H) dan Al-Albani.
Ash-Shan’ani dalam Subulus-salam sebenarnya tidak sampai mengatakan shalat tarawih hanya 8 rakaat, beliau hanya mengatakan bahwa shalat tarawih itu tidak dibatasi jumlahnya.
Al-Mubarakfury memang lebih mengunggulkan shalat tarawih 8 rakat, tanpa menyalahkan pendapat yang 20 rakaat.
Dalam hal ini memang harus diakhi bahwa yang paling ekstrim adalah pendapat Al-Albani. Menurutnya pendapatnya yang menyendiri dalam kitabnya, Risalah Tarawih, bahwa shalat tarawih yang lebih dari 8 plus witir 3 rakaat, sama saja dengan shalat Dzhuhur 5 rakaat. Selain tidak sah juga dianggap berdosa besar bila dikerjakan.
Demikian sekelumit hasil penelitian dan tahqiq atas jumlah bilangan rakaat shalat tarawih berdasarkan kitab-kitab fiqih muktamad dari berbagai mazhab. Semoga bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam bermusyawarah.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
[1] As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, jilid 2 hal. 144
[2] Al-Kasani, Badai’us-shana’i’ fi Tartib Asy-Syarai', jilid 1 hal. 288
[3] Ibnu Abdin, Raddul Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 474
[4] Ad-Dardir, Asy-Syarhu Ash-Shaghir, jilid 1 hal. 404
[5] An-Nafarawi, Al-Fawakih Ad-Dawani ala Risalati Ibni Abi Zaid Al-Qairuwani, jilid hal.
[6] Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqhi mazhabi Al-Imam Asy-Syafi'i, jilid 2 hal. 291
[7] An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 4 hal. 31
[8] Zakaria Al-Anshari, Asna Al-Mathalib fi Syarhi Raudhati Ath-Thalib, jilid 1 hal. 200
[9] Al-Khiraqi, Matan Al-Khiraqi 'ala Mazhabi Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani, jilid 1 hal 29
[10] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 2 hal. 122
[11] Al-Buhuti, Ar-Raudh Al-Murabba' Syarah Zad Al-Mustaqni', jilid 1 hal. 115
[12] Ibnu Taimiyah, Al-Fatawa Al-Kubra, jilid 2 hal. 120
[13] Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan, Prof Ali Musthafa Ya’qub, MA, hal. 70
[RumahFiqih/ www.voa-khilafah.com]