Taqwa Core – Ekspresi Dakwah Underground Yang Kehilangan Arah


Voa-Khilafah.co.cc - Novel Michael Muhammad Knight, The Taqwacores, terbit tahun 2003, berisi kisah fiksi tentang para rocker punk yang menjalankan Islam sesuai kehendak hatinya. Ketika novel itu ditulis, Knight seorang mualaf, sedang merasa kecewa dengan agama barunya.
Novel itu terjual 15.000 kopi di seluruh dunia, termasuk di Texas. Di wilayah itu seorang remaja keturunan Persia, Kourosh Poursalehi, membaca buku itu dan mengira tokoh-tokoh dalam novel tersebut nyata.
“(Membaca buku itu) saya merasa, ‘Wow, ternyata bukan saya seorang yang mengalami hal seperti ini’,” kata Poursalehi. “Ternyata ada anak lain di luar sana yang bermain musik seperti ini.”
Poursalehi mengambil sebuah puisi dari halaman pertama buku itu yang berjudul “Muhammad Seorang Rocker Punk”, dan menggabungkannya dengan musik–mengubah halaman-halaman diam menjadi sebuah “lagu kebangsaan” yang nyata bagi anak-anak Taqwacore. Dalam satu bait puisi itu berbunyi, “Muhammad seorang rocker punk. Ia meruntuhkan segalanya.”
Poursalehi mengirimkan puisi versi musiknya kepada pengarang The Taqwacores, yang kemudian memberikannya kepada seorang musisi muda di Boston, Shahjehan Khan.
“Saya sangat merasa bersalah karena beranjak dewasa tanpa melakukan hal-hal yang benar, tidak menjadi Muslim yang baik, atau menjadi anak Pakistan yang baik,” kata Khan. “Dan setelah membaca buku itu saya menjadi yakin bahwa kebingungan itu, dan mungkin kekecewaan itu, adalah normal. Dan banyak orang mengalami hal itu, dan itu bukanlah hal yang keliru.”
Dulu Khan juga merasa kecewa dengan teman-teman sekolah Amerikanya. “Pada bulan Desember, setelah kejadian 11 September, saya masih SMA. Ketika berjalan memasuki ruangan kelas sebagian anak berkata, ‘Yo, apa yang orang-orangmu lakukan?’”katanya. “Dan saya tidak tahu harus menjawab apa.”
Rasa frustasi menggiringnya membentuk sebuah band bersama temannya, Basim Usmani. Namanya The Kominas, menjadi salah satu band yang pertama dibentuk, seperti dalam dalam cerita Taqwacore.
Lagu pertama The Kominas berjudul “Hukum Syariah di AS.” Lagu tersebut menyamakan hukum Islam dengan Undang-Undang USA Patriot Act. Khan bilang, itu hanya sekedar bercanda.
Tak lama kemudian, band musik seperti Taqwacore dari seluruh Amerika saling bertemu lewat situs jejaring sosial seperti MySpace dan Facebook. Banyak di antaranya yang kemudian jumpa darat pada musin panas 2007, ketika lima band mengadakan tur ke daerah timur laut Amerika. Mereka bersama-sama menggunakan bis sekolah berwarna hijau dengan tulisan “Taqwa” di depannya.
Bersama dengan The Kominas, ada juga band The Thawra. Penyanyi utamanya, Marwan Kamel. Ketika orang-orang berpapasan dengan kendaraan mereka, memberikan simbol penghinaan kepada Allah. Kamel berkata, musik memberikan senjata kepadanya untuk balik melawan.
“Saya, OK saja dengan diri saya,” kata Kamel. “Yang punya masalah itu Anda–seperti orang penting saja.”
Orang yang membantu mereka memulai semua itu, Michael Muhammad Knight, sendiri dikucilkan oleh orang-orang Muslim dan non-Muslim karena pandangannya terhadap Islam.
Anak-anak Taqwacore memang jauh dari kesan seorang Muslim yang bertakwa. Dengan gaya mereka yang liar, mengkritik dunia Timur dan Barat, terutama ajaran Islam. Mereka berpakaian seenaknya, dengan jaket yang bertambal-tambal, teler, menggunakan pipa hookah, mabuk, dan merokok. Selama perjalanan tur mereka juga tidak berhenti untuk melakukan shalat lima waktu. Fatalnya, meskipun demikian mereka masih merasa sebagai Muslim yang taat.
“Saya mendapat (celaan) dari banyak orang,” kata Knight. “Saya mendapati orang-orang neo-konservatif berkomentar di blog mereka, ‘Oh ini hebat, anak ini menantang Islam. Anak ini membenci Islam, ia mencoba merusak segalanya.’ Saya tidak sedang merusak Islam. Saya sedang berusaha agar Islam menjadi mungkin dalam kehidupan saya.”
Setelah tur pertama ini, semakin banyak band Taqwacore bermunculan. Mereka punya acara  di festival musik South by Southwest pada bulan Maret, dan dua buah film sedang digarap mengenai Taqwacore. Tren itu juga merambah penulis buku komik dan para fotografer.
Meskipun musik heavy metal sudah merambah Timur Tengah, Taqwacore belum menyebar sejauh itu. Tapi, Knight yakin bahwa musik ini akan sampai ke sana.
“Menurut saya Anda harus tahu apa yang membuat orang kesal dan apa yang diperbincangkan orang,” kata Knight. “Dan ungkapkan itu dengan cara yang bisa dipahami orang. Menurut saya, di mana-mana ada orang yang tidak berdaya, marah, dan kehilangan harapan. Mereka butuh orang yang menyuarakan hal itu.”
Itulah yang membuat Knight yakin bahwa Taqwacore bisa menjadi corong bagi anak-anak muda Timur Tengah, sebuah suara yang keras, untuk mengekspresikan diri mereka.
Dakwah Yang Berujung Pada Liberalisme Dan Pluralisme
Pada kenyataannya, aspek edukasi keislaman dari komunitas Taqwa Core sendiri justru tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Taqwa Core pada akhirnya hanya menjadi sarana ekspresi ego pribadi Michael Muhammad Knight dan komunitasnya. Mereka mendefinisikan Islam semau mereka, bahkan dalam gig’s mereka tidak jauh dari budaya budaya jahiliyah yang ‘normal’ kita lihat di dunia hedonisme anak muda di Indonesia.
Divan Semesta salah satu pendiri komunitas Liberation Youth yang fokus kepada dakwah dikalangan anak muda Indonesia yang juga pemerhati dakwah underground juga menilai bahwa kehadiran komunitas seperti Taqwa Core justru mencerminkan pemudah islam yang kehilangan akal dan akar. Semoga fenomena ini juga tidak terjadi di kancah dakwah dunia underground di Indonesia. Ketika dakwah pada akhirnya tanpa sadar menyepakati liberalisme dalam skala impementatif. [ibuj/hidayatullah.com/undergroundtauhid/voa-khilafah.co.cc]

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers