Voa-Khilafah.co.cc - Saat ini kondisi remaja kita semakin memprihatinkan. Padahal bagaimana masa depan masyarakat, bangsa dan umat kita di tentukan oleh generasi muda. Pangkal penyebabnya lagi-lagi karena kita tidak lagi secara utuh berpegang teguh pada Islam. Akidah Islam tidak lagi menjadi landasan atau asas dalam segala kehidupan kaum Muslim. Seharusnya akidah Islam bukan hanya menjadi dasar perbuatan kita yang sifatnya individual, tetapi juga dalam segenap aspek kehidupan.
Akidah Islam bagaikan fondasi bangunan yang menentukan kuat dan lemahnya bangunan itu. Akidah Islam bagaikan akar dari sebuah pohon yang menentukan kokoh atau keroposnya pohon itu. Pohon yang besar dan menjulang tinggi, kalau akarnya busuk, pastilah akan merobohkan pohon itu; setinggi dan sebesar apapun pohon itu. Inilah yang digambarkan oleh Allah SWT dalam al-Quran (yang artinya): Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit; pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut berikut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun (TQS Ibrahim [14]: 24-25).
Menurut Ibnu ‘Abbas, maksud dari kalimah thayyibah adalah kalimat Lâ ilâha illâl-Lâh. Digambarkan kalimat tauhid itu bagaikan pohon yang baik. Salah satu kriteria pohon yang baik itu adalah akarnya yang teguh(ashluhâ tsâbit[un]). Akar merupakan bagian pohon terpenting dan paling menentukan bagi sebuah pohon. Artinya, râsikh âmin min al-inqilâ’ (kokoh dan aman dari tercerabut) lantaran kokohnya akar pohon tersebut menghunjam dalam tanah. Demikian asy-Syaukani dalam tafsirnya.
Bukti nyata bahwa akidah Islam ini tidak lagi menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan kita, dalam bernegara kita tidak lagi menjadikan Islam sebagai asas, tetapi ideologi Kapitalisme. Dengan dasar sekularisme, negara hanya mengakui agama untuk mengatur masalah individu. Hukum-hukum Allah SWT tidak diterapkan dalam masalah ekonomi, politik, pendidikan, atau masalah sosial lainnya.
Tidak hanya itu , negara Khilafah Islam malah dikatakan membahayakan rakyat dan mengancam negara. Ini adalah perkara yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin negara yang menerapkan seluruh syariah Islam yang bersumber dari Allah SWT, bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah dikatakan membahayakan rakyat/masyarakat.
Justru realitanya yang membahayakan masyarakat dan bangsa ini adalah ideologi Kapitalisme dengan sistem politik demokrasinya. Sebab, pilar penting demokrasi yang mutlak ada adalah kebebasan (al-hurriyah/liberalism). Kebebasan ini bukan saja berbahaya, tetapi merupakan ide kufur yang haram untuk diadopsi umat Islam. Hancurnya generasi muda kita tidak bisa dilepaskan dari ide kebebasan ini, antara lain kebebasan bertingkah laku (al-hurriyah asy-syakhsiyah).
Dengan alasan kebebasan ini para remaja kita melakukan apa saja meskipun hal itu melanggar perintah Allah SWT. Mereka biasa memakai pakaian yang mengumbar aurat, melakukan seks bebas, berzina, dll dengan alasan kebebasan. Mereka pun menggunakan narkoba, minumankeras dan obat-obatan, juga atas nama kebebasan. Paham kebebasan inilah yang menghancurkan generasi muda kita.
Paham ini mengagungkan kebebasan sebagai sebuah kebenaran. Agama kemudian dianggap sebagai belenggu atau ancaman. Padahal Islam merupakan pedoman hidup yang bersumber dari Allah SWT. Mustahil pedoman hidup ini mengancam atau menghancurkan manusia.
Islam juga sesungguhnya bukan mematikan kebutuhan jasmani atau naluri manusia sehingga dikatakan membelenggu. Yang dilakukan Islam adalah mengatur, bukan mematikan naluri itu. Islam, misalnya, tidak mematikan naluri seksual dengan melarang umatnya untuk melakukan hubungan seks. Islam hanya mengatur bagaimana menyalurkan naluri seksual itu. Islam membolehkan hubungan seks melalui pernikahan yang sah. Sebaliknya, dalam aturan pernikahan ada larangan untuk menikahi mahram, seperti ibu kandung atau adik sendiri. Jadi bukan mematikan naluri seksual itu. Dengan akad nikah akan melahirkan pertanggungajawaban dan amanah; bukan hanya di dunia, tetapi juga akhirat. Pernikahan menjadi ibadah,bukan sekadar menyalurkan nafsu seksual.
Hal inilah yang mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Ada suami yang bertanggung jawab sebagai pemimpin (imam). Ada istri yang memahami kewajiban pokoknya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (umm[un] wa rabbah al-bayt); termasuk mewujudkan anak-anak shalih dan shalihah yang berbakti kepada orangtuanya.
Islam bertentangan dengan paham kebebasan (liberasime). Islam menegaskan bahwa setiap Muslim wajib terikat dengan hukum-hukum Allah SWT. Hal ini merupakan misi utama hidupnya di dunia, yaitu beribadah. Dalam pengertian yang luas, ibadah adalah terikat pada seluruh aturan Allah SWT. Bukan hanya ketika shalat, haji, atau shaum; juga ketika berpolitik, berekonomi, dll, seluruhnya harus terikat dengan aturan Allah SWT.
Sesungguhnya tunduk pada aturan Allah SWT adalah hal yang fitrah dan masuk akal. Manusia merupakan makhluk yang lemah, terbatas dan bergantung pada yang lain. Di sinilah manusia membutuhkan Allah SWT yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan.
Tunduk pada aturan Allah sesungguhnya merupakan wujud syukur seorang hamba kepada sang Pencipta yang telah memberi dirinya banyak nikmat. Bukankah Allah SWT yang menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk? Allah SWT melengkapi manusia dengan akal, naluri dan kebutuhan jasmani yang membuat manusia hidup dengan dinamis, kreatif dan unggul.Allah SWT juga menundukkan seluruh alam semesta ini untuk kita manusia sehingga bisa dimanfaatkan dan dinikmati oleh manusia.
Tidak hanya itu, bukankah merupakan kasih sayang Allah SWT ketika Dia menurunkan pedoman hidup berupa al-Quran dan as-Sunnah? Dengan pedoman hidup itu kita dijamin selamat oleh Allah SWT, tidak akan celaka dan tersesat. Karena itu, pantas dan wajar, bahkan sebuah keharusan, manusia tunduk pada perintah Allah SWT. Setelah memberikan segala nikmat-Nya kepada kita, kita hanya diminta satu saja, tunduk dan taat kepada Allah SWT. Lalu nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan? (TQS ar-Rahman [55]:13) [Farid Wadjdi]