Voa-Khilafah.co.cc - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim KH Hamri Has kembali mengingatkan seluruh remaja dan pemuda Islam agar tak merayakan Valentine Day atau Hari Kasih Sayang yang jatuh setiap 14 Februari.
Imbauan itu mengacu pada terbitnya Keputusan Fatwa MUI se Kalimantan Nomor 01/RAKORDA/V/2011 tentang Valentine Day berlangsung di Pontianak Kalimantan Barat Desember 2011 yang menjadi acuan bagi MUI di empat provinsi di Kalimantan.
Beberapa pertimbangan dalam fatwa haram tersebut antara lain karena Valentine cenderung membuat muda-mudi melakukan hal-hal di luar kaidah agama. Terutama dengan mengungkapkan ekspresi kasih saying seperti berciuman, berpelukan, berpesta, minum miras hingga perzinahan.
“Kami mengimbau khususnya kalangan remaja dan pemuda yang kerap ikut merayakan tradisi umat agama lain. Keputusan terbitnya fatwa haram karena Valentine telah melenceng kearah maksiat dan kebebasan meluapkan kasih sayang, meskipun mereka belum muhrim,” imbuh Hamri kemarin.
Ia menjelaskan, peringatan hari kasih sayang semestinya tak hanya dilakukan pada 14 Februari saja, melainkan dapat dilakukan setiap saat dan menjalin silaturahmi dan ukhuwah islamiyah. Namun peringatan Valentine bermakna kebebasan dan menuju perbuatan dosa, bahkan sangat digandrungi kalangan remaja.
Disebutkan pula dasar hukum penetapan fatwa haram dalam Surat Ali Imran 3:149 yang menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadikan kamu orang-orang yang rugi.’
Kemudian dasar hukum lain adalah Surat Al Isra 17:36 , Al Isra ayat 17:32, Al Kafirun 109:6 dan Al Furqon 25:72.
“Selain dalam Al Quran, sabda Nabi Muhammad SAW “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka’. Hadis bukhori dan muslim meriwayatkan Nabi bersabda “Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai’. Nabi juga bersabda, “Di antara kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya’. Jadi sudah sangat jelas dasar hukum penetapan fatwa haram Valentine ini,” bebernya.
Fatwa ini telah berlaku di Kalimantan sejak diterbitkan pada 17 Desember 2011. Beberapa laporan yang disampaikan kepada ulama menyebutkan bahwa Valentine kerap dirayakan dengan cara berpelukan hingga tengah malam sebagai bentuk luapan rasa kasih saying. Hal tersebut sudah tidak dibenarkan dalam Islam jika bukan muhrim dan hukumnya berdosa.
Karena itu, 4 MUI di Kalimantan mengusulkan ke MUI Pusat untuk menerbitkan fatwa serupa yang berlaku secara nasional. Sebab, setiap MUI di provinsi memiliki hak dan kewajiban masing-masing dalam menerbitkan fatwa sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di daerahnya.
Sementara puluhan massa dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Samarinda sore kemarin menggelar aksi unjuk rasa di perempatan Voorvo atau Mal Lembuswana Samarinda. Mereka menolak peredaran minuman keras di Samarinda dan menyerukan agar ummat Islam di Kaltim tidak memperingati Hari Valentine.
Menurut HTI, dalam Islam sudah jelas miras diharamkan jadi tak perlu ada peraturan daerah untuk mengatur peredarannya. Demikian pula dengan Valentine, menurut HTI adalah haram dan tak layak diperingati oleh umat Islam.
“Pertikaian antarwarga yang terjadi di Samarinda kerap menjadi pemicunya berawal dari miras. Miras saat ini masih dijual bebas dan reswmi di minimarket, hotel caf dan tempat hiburan. Ini sungguh memprihatinkan,” ujar Hamdani, Ketua DPD HTI Samarinda.
Menurut Hamdani, dalam Rapat Koordinasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) seluruh Kalimantan pada Desember 2011 lalu telah memutuskan Hari Valentine yang biasa latah diperingati ummat Islam setiap 14 Februari adalah haram. Karena dalam sejarah dan syariat Islam tidak ada memperingati hari kasih sayang.
“Apalagi kerap peringatan itu dilakukan dengan tingkah seks bebas dan pergaulan bebas lainnya. Penjualan kondom dan pil KB meningkat drastis ketika menjelang Valentine Day. Ini artinya apa? Artinya muda mudi kerap menyalahgunakan peringatan itu dengan perbuatan terlarang,” ujar dia. (inilah.com, 12/2/2012)