Polri Berterima Kasih Dikado 1200 Sandal Jepit

 
Simpati publik untuk AAL, seorang bocah yang didakwa mencuri sandal jepit milik petugas polisi Briptu AR, meluas di berbagai kota.

Aksi ini meluas setelah Korps Bhayangkara dianggap tak memenuhi rasa keadilan dalam kasus pencurian sandal di Palu, Sulawesi Tengah, yang didakwakan kepada AAL, seorang anak berusia 15 tahun yang sekarang sedang diadili dengan ancaman hukuman hingga lima tahun.

Sementara itu, lebih dari 1000 sandal berhasil dikumpulkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sandal-sandal tersebut sengaja dikumpulkan KPAI dari masyarkat untuk menyindir tindakan penegak hukum  yang memproses AAL.

"Ini adalah respons masyarakat yang yang tergugah hati nuraninya bahwa dengan menyelesaikan masalah anak itu bukan dengan cara kekerasan apa lagi dengan cara memenjarakan," kata Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi, di kantor KPAI, Jakarta, Selasa.

Pembina  Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, 1200 sandal jepit akan disampaikan pada Kapolri Jenderal Timur Pradopo. "Ini kepedulian dari seluruh orang tua di Indonesia," kata Seto kemarin

Menurut Seto, kasus pencurian sandal jepit tak selayaknya dilanjutkan ke meja hijau. "Karena pelakunya masih anak anak dan bisa dilakukan pembinaan oleh orang tuanya," kata Seto.

Di Mabes Polri, Kadivhumas Polri Irjen Saud Usman Nasution merespon tenang gerakan sandal jepit untuk Kapolri. Bahkan, korps Bhayangkara mengaku siap menerima seluruh sandal. "Kami berterimakasih dan akan membaginya ke mereka yang membutuhkan," kata Saud dikutp JPPN, Selasa, (03/01/2011).

Menurut Saud,  kasus ini sudah diselidiki Propam. Hasilnya Rusdi dijatuhi hukuman penundaan kenaikan pangkat dan kurungan tujuh hari. "Mengapa ada sidang, karena itu keinginan orangtua AAL untuk melanjutkan proses hukum," katanya.

Polri meminta semua pihak menunggu vonis hakim. "Nanti akan terlihat
siapa yang salah dari bukti-bukti. Kalau tidak salah tentu bebas dong," katanya.

Seperti diketahui, kasus pencurian sandal jepit itu terjadi pada November 2010, AAL dan dua temannya pulang dari sekolah. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas III SMP.

Mereka lewat di Jalan Zebra, di depan rumah indekos yang salah satunya ditempati oleh polisi bernama Briptu Ahmad Rusdi Harahap Rusdi. Saat itu, AAL menemukan sandal merek Ando warna putih dan membawanya pulang.

Pada Mei 2011 sekitar pukul 15.00 Wita, saat AAL dan temannya pulang sekolah, Rusdi yang berada di depan rumah indekosnya bertanya kepada ketiganya soal sandal yang hilang. Saat itu, Rusdi menyatakan kehilangan sandal merek Eiger dan juga mengatakan sudah tiga kali kehilangan sandal.

AAL dan temannya mengaku tidak mengambil sandal tersebut. Tidak puas dengan jawaban ketiga anak ini, Rusdi terus menginterogasi, bahkan memanggil seorang temannya dari Polda Sulawesi Tengah untuk membantu menginterogasi anak-anak itu hingga pukul 23.00. AAL pun mengaku pernah mengambil sandal Ando di jalan dekat kos.

Tak puas, Rusdi meminta AAL mengambil sandal itu. Rusdi mengaku bahwa sandal Ando ini juga miliknya yang hilang beberapa bulan sebelumnya. Kejadian ini diketahui orangtua AAL dan kemudian ada pembicaraan damai. Orangtua AAL menyanggupi untuk mengganti sandal jepit tersebut. Namun, setelah mengetahui bahwa anaknya memar dipukuli, orangtua AAL melaporkan persoalan ini ke Bidang Propam Polda Sulteng. Mungkin karena dilaporkan di Propam dan menjalani sidang kode etik, Rusdi akhirnya melaporkan AAL untuk kasus pencurian sandal jepit.

Pada 20 Desember lalu dimulai proses persidangan. Sejak itu, muncul gerakan solidaritas mengumpulkan sandal sandal jepit bekas untuk diberikan pada Polri secara simbolik. Sandal yang terkumpul bermacam-macam ukuran, bentuk dan bahan. Mulai sandal butut hingga sandal kesehatan.*

1000 lebih sandal berhasil dikumpulkan di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Selasa (3/1/2012)/tribun
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers