AMBON (voa-khilafah.co.cc) – Bukti Kristen Maluku simpan senjata api, bom dan granat, terungkap dalam perang antar kampung Kristen di Saparua.
Sudah dua pekan lebih bentrokan antara dua kampung Kristen di pulau Saparua, Maluku berlalu. Seringnya pertikaian antara warga desa Porto dengan warga desa Haria memang sudah sering terjadi, sehingga banyak yang menyebut keduanya sebagai musuh bebuyutan.
Pertikaian dua kampung Kristen ini tak pernah tuntas dengan akar masalah yang sama, yaitu perebutan sumber mata air –orang Maluku biasa disebut “air raja oleh orang Maluku– yang letaknya di perbatasan antara dua desa tersebut. Kedua belah pihak mengklaim bahwa mata air tersebut adalah miliknya.
Ketika konflik tersebut diselesaikan dengan cara membagi menjadi dua sumber mata air tersebut agar kedua belah pihak bisa memanfaatkannya, maka kedua belah pihak sama-sama menolaknya. Sehingga konflik antara dua desa adat tersebut terus terjadi secara berkepanjangan hingga sekarang.
Konflik dua pekan terakhir ini bisa dikategorikan sebagai perang besar antara kedua desa Kristen itu. Keterangan yang berhasil dihimpun oleh voa islam, dalam perang antara dua desa Kristen tersebut masyarakat mempergunakan senjata api, bom rakitan dan granat dalam jumlah yang cukup besar. Untuk kategori bentrokan selevel kampung, perang sesama Kristen di Saparua itu tergolong elit. Aparat keamanan sendiri merasa heran dengan perlengkapan perang yang cukup memadai yang dimiliki oleh kedua kampung Kristen tersebut.
Sampai saat ini, keberadaan sumber logistik persenjataan, amunisi, bom dan granat masih dalam penyidikan aparat keamanan. Sumber terpercaya dari internal TNI meyakini bahwa pasokan senjata, amunisi, bom dan granat berasal dari kota Ambon. Yang cukup mengherankan aparat keamanan, selama dua minggu lebih terjadi perang tapi seakan persediaan amunisi dan bom dari dua desa Kristen tersebut seakan tidak pernah habis.
Adanya senjata api dan bom dalam perang antara dua desa Kristen tersebut memang bukan isapan jempol belaka, sebab suara letusan senjata api dan ledakan bom bisa didengar oleh warga muslim yang berada di desa Tulehu yang letaknya dipisahkan oleh laut dengan pulau Saparua yang berjarak puluhan kilo meter.
Bahkan saking dahsyatnya perang antara dua desa tersebut, seorang anggota aparat keamanan memilih lari dari tempat tugas daripada terkena tembakan dari dua warga desa yang sedang bertikai.
Keterangan resmi dari aparat yang berwenang disebutkan bahwa dalam pertikaian tersebut telah menewaskan dua warga.
Anehnya, meski telah jelas adanya senjata api dan bom di dua desa tersebut namun sampai hari ini belum terdengar ada senjata api atau bom yang disita oleh aparat keamanan. Hal ini memicu spekulasi anggapan bahwa keberanian pihak kepolisian untuk menyita senjata api dan bom dari masyarakat Porto dan Haria sangat diragukan.
Kondisi di Porto dan Haria sampai sekarang belum bisa dikatakan aman dan kondusif. Hal tersebut bisa dilihat dengan banyaknya aparat keamanan yang tetap siaga di dua desa tersebut. Bahkan untuk mencegah keadaan lebih memburuk aparat keamanan menyediakan kendaraan dan pengawalan khusus bagi anak-anak yang akan bersekolah.
Peristiwa peperangan antara dua desa Kristen di Saparua harus diwaspadai oleh kaum muslimin Maluku. Sebab dari perang tersebut terungkap bahwa kaum Salibis ternyata memiliki logistik persenjataan yang cukup memadai, dari senjata api, bom rakitan hingga granat. Bukan tidak mungkin bila senjata-senjata itu dilain waktu mengancam umat Islam, seperti dalam insiden berdarah 11/9 beberapa bulan lalu. [af/voa-islam/voa-khilafah.co.cc]