Khitan Perempuan Bukanlah Kekerasan

Oleh: Aris Solikhah

(Penulis dan Pemerhati Sosial Kemasyarakatan, Khususnya Ibu dan Anak)

Selama 16 hari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama 27 organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyelenggarakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kampanye tersebut dimulai 25 November hingga 10 Desember 2011 dan dilaksanakan di 27  daerah Indonesia.  Maksud kampanye tersebut untuk menghentikan perkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan  pada perempuan.

Sebagai seorang perempuan, tentu kita sangat mendukung upaya-upaya untuk meminimalisasi berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hanya saja pengertian kekerasan pada perempuan dalam kampanye tersebut tidak terbatas  sesuatu yang bersifat kezaliman semata, namun mencakup pula anjuran agama Islam. Misalnya khitan  dimasukkan sebagai aktivitas kekerasan pada perempuan.

Upaya Komnas Perempuan  untuk melarang khitan perempuan pernah menuai hasil. Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan mengeluarkan larangan medikalisasi khitan (sunat) perempuan oleh petugas kesehatan. Larangan ini juga muncul sebagai upaya ratifikasi kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Kairo, Mesir, tahun1994 yang melarang khitan perempuan. Alasan pelarangan tersebut karena khitan merusak dan membahayakan organ reproduksi perempuan.
Selanjutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespon pelarangan tersebut dengan mengeluarkan Keputusan Fatwa Nomor 9A Tahun 2008. Menurut Fatwa MUI, khitan bagi perempuan adalah makrumah (memuliakan) dan pelarangan khitan bagi perempuan dianggap bertentangan dengan syiar Islam.

Berkat Keputusan Fatwa MUI tersebut Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menkes Nomor 1636 Tahun 2010 kemudian menarik kebijakan pelarangan khitan perempuan dan menyetujui serta mendorong pelaksanaan khitan perempuan.  Permenkes ini kemudian merinci tahap demi tahap yang harus dilakukan agar praktik sunat bagi perempuan dilakukan dalam rangka perlindungan perempuan,  dilakukan sesuai dengan ketentuan agama, standar pelayanan, serta standar profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat.

Penentangan Khitan Perempuan
Meski sekarang praktik khitan perempuan mempunyai payung hukum legal, namun aktivis perempuan  Musdah Mulia dkk bersama berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Kalyanamitra, Federasi LBH APIK, Amnesty International, dan KOMNAS Perempuan, secara grass root tetap berupaya sekuat tenaga melarang praktik ini. Hal ini tampak dari kegiatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2011.

Aktivis perempuan tersebut mendasarkan aktivitasnya pada pengalaman praktik khitan perempuan yang tidak sesuai tuntutan Islam dan menimbulkan banyak korban (pendarahan).

Aktivis perempuan tersebut juga merujuk penulis Mesir Nawal el Sadawi  yang banyak menulis tentang kematian gadis dan anak perempuan akibat praktik ini. Selain itu mereka juga merujuk  Penelitian International Planned Parenthood Federation tahun 2001 yang menyebutkan, dampak khitan sangat beragam, seperti depresi, nyeri saat berhubungan seksual, mengurangi kenikmatan seksual, infeksi saluran kemih, radang panggul kronik, frigiditas, pendarahan, dan kematian.

Tidak sebatas arus bawah, aktivis perempuan yang mengemban ide liberal tersebut berusaha mensosialisasikan larangan khitan perempuan melalui berbagai media. Pada bulan Juli 2011 kemarin mereka pun menggelar konferensi pers menuntut Menteri Kesehatan dan Presiden RI untuk mencabut peraturan menteri yang melegalkan sunat perempuan tersebut.

Sebelum-sebelumnya pun aktivis perempuan tersebut berusaha mempengaruhi publik, sehingga sebuah surat kabar nasional  pernah menurunkan wacana seputar sunat perempuan dan akibatnya.  Di dalamnya mengisahkan trauma Sarah yang merasakan sakit bertubi-tubi akibat obat bius tak bekerja optimal ketika disunat. Disajikan pula data hasil penelitian  tentang female genital mutilation selama tiga tahun (2001-2003) di sejumlah daerah seperti Padang Pariaman, Serang, Sumenep, Kutai Kartanegara, Gorontalo, Makasar, Bone dan Maluku dimana 72 persen sunat perempuan dilakukan dengan cara berbahaya seperti sayatan, goresan dan pemotongan sebagian atau seluruh ujung klitoris.

Sejatinya khitan perempuan sudah menjadi tradisi di banyak masyarakat. Berdasarkan riset Population Council, di Indonesia, khitan perempuan dilakukan di berbagai daerah, seperti Banten, Gorontalo, Makassar, Padang Sidimpuan, Madura, Padang, Padang Pariaman, Serang, Kutai Kartanegara, Sumenep, Bone, Gorontalo, dan Bandung.

Di Mesir pun tempat dimana konvensi internasional pelarangan khitan perempuan dibuat juga telah melaksanakan khitan perempuan. Khitan tersebut dilaksanakan  sejak masa putri-putri masyarakat Mesir kuno.  Orang-orang Naubah dan Negara Sudan sering menyebutnya ‘ Al Khitan Al Fir’auni”. Sebagaimana orang-orang Arab sebelum datang ajaran Islam juga telah melakukan tradisi khitan perempuan.

Islam Menganjurkan Khitan Perempuan
Lalu bagaimana pandangan Islam sesungguhnya mengenai sunat perempuan?  Di buku Syaikh Syinnawi dijelaskan beberapa ulama mewajibkan sunat perempuan dan beberapa lainnya mensunahkan saja,  atau membolehkan, namun tak ada satu pun yang melarang.

Rasulullah SAW pernah bersabda: ” Apabila dua khitan bertemu, maka wajib baginya mandi. “ (HR. Muslim dalam riwayat Qatadah).  Berdasarkan hadis ini kemudian  Imam Ahmad bin Hambal berkata,” Dari sini jelas  bahwa para perempuan juga dikhitan seperti lelaki.”

Sejatinya prosesi sunat perempuan tak seperti sunat laki-laki. Hal ini berlandaskan pada sabda Nabi Muhammad SAW.

Beliau memerintahkan kepada Ummu Athiyyah, tukang khitan perempuan di Madinah: “Jangan berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Sentuh sedikit saja dan jangan berlebihan, karena hal itu penyeri wajah dan bagian kenikmatan suami.” (HR Abu Daud).

Sunat perempuan cukup  dengan sekadar membasuh atau mencolek ujung klitoris dengan jarum. Tentu saja, khitan perempuan juga dilakukan sesuai prosedur medis yang sangat memperhatikan keselamatan perempuan. Bila seorang juru khitan melakukan kesalahan, maka sangsi yang harus dipertanggungjawabkan dalam Islam bisa berupa  qishas, iwadh (ganti) dan diyat.

Dari sisi pandangan medis, sunat perempuan memudahkannya pertemuan antara khitan dengan khitan sehingga peluang kehamilan lebih tinggi. Disamping memudahkan perempuan membersihkan kotoran-kotoran tersembunyi yang menyebabkan bakteri-bakteri hidup subur di area tersebut. Sebagai informasi pertumbuhan penduduk Benua Afrika mencapai  301 persen setiap tahunnya. Hal ini karena Benua Afrika paling banyak penduduknya melakukan khitan perempuan. Yang perlu diperbaiki praktik khitan perempuan di Afrika, hendaknya meninggalkan metode yang melukai alat vital perempuan. Jelaslah bagi kita bahwa upaya pelarangan sunat perempuan di negeri muslim berarti juga upaya pembatasan pertumbuhan penduduk umat Islam.

Khitan  juga membantu perempuan menjaga dan mengontrol gairah seksualnya. Jika tidak disunat, berdasarkan penelitian perempuan tak pernah merasakan kepuasaan hubungan dengan satu laki-laki (suami), yang selanjutnya mendorongnya berselingkuh dan melakukan perzinahan.

Memang benar bahwa ada masyarakat yang melakukan khitan perempuan yang tidak sesuai dengan aturan syariah. Namun tidaklah tepat, bila kesalahan dalam praktik khitan perempuan menjadi alasan utama dilarangnya khitan tersebut. Sebaliknya, seharusnya kita melakukan upaya penyadaran tata cara khitan perempuan yang benar sesuai tuntunan syariah, untuk mencegah terjadinya praktik yang salah dan menimbulkan korban .

Di samping itu, sebagai seorang muslimah hendaknya kita berusaha senantiasa kritis menelaah berbagai isu yang bertentangan dengan syariah, termasuk mengenai larangan khitan perempuan.  Apakah itu murni sebuah gerakan segelitir orang lokal ataukah terdapat agenda kepentingan global di dalamnya?  Dalam buku Syaikh MuhammadAs Sayyid Asy Syinnawi tentang Bahaya Tidak Mengkhitan Perempuan dikatakan  pelarangan sunat perempuan di Mesir jelas-jelas murni hasil rekayasa Amerika Serikat. Syaikh menulis Kantor Berita Washington DC, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat John Mayer meminta kepada pemerintah Mesir untuk kembali mewajibkan  pelarangan sunat perempuan di sana. 

Wallahula’alam bishawab.


1 komentar:

saya ingin membeli buku ini ,, tolong beritahu saya gimana mendapatkannya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers