Jomblo, Jadi Urusan Negara Juga


Sob, masalah jomblo juga ada kaitannya dengan orang lain. Artinya ini merupakan masalah interaksi dengan orang lain, bisa dengan si cowok atau cewek yang jadi incaran alias yang mau di khitbah, bisa juga berususan dengan orang tua atau keluarga kedua belah pihak. Maka bicara jomblo, juga kudu bicara masalah keluarga, masyarakat bahkan negara sekalipun.

Terus terang, kita bukan mau mencari-cari kesalahan orang lain ketika status jomblo kita nggak segera bisa kita akhiri. Kita cuman mau menunjukkan fakta yang sesungguhnya aja, bahwa urusan jomblo juga jadi urusan negara.

Yang pertama dulu kita bahas yang ada sangkut pautnya dengan keluarga dan masyarakat di sekitar kita. Barangkali ada yang udah menemukan pasangan, tapi ternyata banyak hambatan untuk sampai ke pernikahan. Nggak sedikit hambatan yang menghalangi seseorang untuk mengakhiri masa jomblo, salah satunya dari pihak ortu atau keluarga calon kita. Berikut ini, akan sedikit kita paparkan beberapa kesulitan kaum jomblo mengakhiri masa kejomblo-annya

1.        Tarif tinggi untuk mahar.
Nggak sedikit para orang tua di jaman materialistik ini, memasang tarif yang tinggi untuk mahar. Sehingga nggak terjangkau oleh si calon mantu. Padahal mungkin kalo melihat dari segi “kecocokan”, antara anak-anak mereka sudah saling cocok, tinggal selangkah aja ke jenjang yang serius, tiba-tiba harus mundur karena nggak mampu membayar mahar. Langkah yang bisa kita tempuh, baik dari pihak si cowok maupun si cewek jika memang mereka udah ngerasa saling cocok dan pengin menggapai ridhlo Allah melalui pernikahan, adalah melakukan upaya persuasif. PDKT ke ortu, agar mereka memikirkan “faktor lain” jikalau lamaran itu ditolak hanya karena gara-gara mahar. Emang sih, mahar itu jadi salah satu syarat syah pernikahan, disamping ijab Kabul dan Wali. Tapi khan nggak ada ketentuan mahar harus mahal dan nggak terjangkau.

Bahkan dalam riwayat mahsyur Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka berdua, bahwa ada seseorang laki-laki yang meminta kepada Rasulullah Saw untuk menikahkannya dengan seorang wanita, Nabi Saw bertanya “Apakah kamu memiliki sesuatu (untuk mahar)?” Laki-laki tersebut menjawab “Demi Allah, aku tidak memiliki sesuatupun, wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda “Pergilah ke keluargamu, barangkali mereka memiliki sesuatu untuk diberikan” Laki-laki itu pun pergi, dan selang beberapa waktu dia kembali lagi, “Demi Allah, aku tidak menemukan sesuatupun” Rasulullah Saw bersabda “Carilah meski hanya sekedar cincin dari besi”. Lalu lelaki itu pergi dan tak beberapa lama dia kembali, dan berkata “Wahai Rasulullah, Demi Allah aku tidak menemukan sesuatu meski hanya cincin dari besi. Tapi aku hanya memiliki sepotong kain ini, barangkali separohnya bisa diberikan kepada wanita itu”. Nabi Saw bersabda “Apa yang hendak kamu perbuat dengan sepotong kainmu itu? Bila kamu memakainya, maka dia (pinanganmu) tidak akan memakai sesuatu pun, dan ketika dia memakainya, kamu tidak memakai sesuatu pun”. Lalu laki-laki itu duduk lama, lalu dia berdiri dan hendak beranjak pergi. Saat itu Rasulullah Saw memanggil laki-laki tersebut, Rasulullah bersabda “Berapa surah yang ada pada dirimu?” Laki-laki itu menjawab: “Dalam diriku terdapat surah ini dan surah itu” seraya menyebutkan satu per satu surah itu. Rasulullah bertanya “Mampukah kamu membaca surah-surah itu dengan hafalan?”.Laki-laki itu menjawab “Ya”. Nabi bersabda “Pulanglah, sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan maskawin surah-surah Al Quran yang ada pada dirimu itu”.

Ibnu Hibban telah meriwayatkan dalam Kitab Shahihnya dari Ibnu Abbas bahwa dia berkata, Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguhnya di antara wanita yang terbaik adalah wanita yang paling mudah (ringan) maskawinnya”

Imam Ahmad dan Baihaqi telah meriwayatkan hadits:
“Wanita yang memiliki keberkahan paling besar adalah wanita yang paling mudah (ringan) maskawinnya”

Dalam kitab tafsirnya, Al-Alusi telah menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, dari Rasulullah Saw, bahwa beliau Saw bersabda:
“Keberuntungan seorang wanita terletak pada upaya untuk memperingan maharnya”

Jika para orang tua masih juga menghalangi si anak untuk menikah dengan alasan mahar yang nggak bisa ditawar-tawar, maka coba para orang tua renungkan sabda Rasulullah Saw berikut ini:
“Apabila datang kepadamu seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu). Jika kamu tidak melakukan demikian, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar” (HR. Tirmidzi)

Tapi ingat Sob, di hadits tersebut disebutkan laki-laki “yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya”. Nah, kamu masuk kriteria itu nggak?

2.        Dana resepsi yang nggak terjangkau.
Biasanya kalo di adat Jawa, penyelenggara pernikahan adalah pihak cewek, tapi nggak menutup kemungkinan pihak cowok juga mengajukan seabreg dana agar resepsi nikah kelihatan “wah”. Barangkali mereka pikir keluarga mereka berasal dari kalangan terpandang, kalo ngerayain pernikahan cuman sederhana aja, kesannya gimana gitu. Untuk itu salah satunya mensyaratkan musti menghadirkan sebuah resepsi yang cukup meriah, mulai dari pakaian pengantin dan keluarga, makanan yang dihidangkan, tempat resepsi yang nyaman, sampe masalah tamu yang diundang pun juga harus dari golongan menengah ke atas.

Hemm…kalo udah seperti itu, kayaknya kamu yang dari golongan Elit alias ekonomi sulit, kudu mundur teratur, meskipun kamu sangat mengidam-idamkan gadis pujaanmu itu. Ironi memang, tapi mau gimana lagi kondisi sekitar “memaksa” para orang tua berlaku seperti itu. Apalagi ada conto para selebriti kita yang sering ditayangkan di teve, menggelar pesta pernikahan yang mewah. Kian parah aja ya?

Yang lebih mengenaskan lagi, kalo sampe ada syarat seperti itu, baik dari pihak yang dituntut maupun pihak penyelenggara sendiri untuk bisa menyelenggarakan model pernikahan mewah, mereka harus berhutang alias diluar kemampuan finansial mereka.

So, gimana cara pandang Islam tentang resepsi pernikahan? Secara hukum walimah itu sunnah,dasar hukum dari walimah, diantaranya beberapa hadits Rasulullah Saw, berikut ini:
“Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi Saw, melihat pada ‘Abdurahman bin ‘Auf bekas minyak wanginya, lalu beliau bertanya: “Apa gerangan ini? Kenapa kamu melakukan ini?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, saya telah kawin dengan seorang perempuan dengan mas kawin sekeping emas” Rasulullah Saw lalu menyahut: “Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, dan adakan walimah walau dengan (menyembelih) seekor kambing kibasy” (HR. Ibnu Majah)

“Dari Anas bin Malik, ujarnya: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw, melakukan walimah untuk istri-istrinya seperti yang beliau lakukan dalam walimah perkawinannya dengan Zainab, yaitu beliau menyembelih seekor kambing kibasy” (HR. Ibnu Majah)

“Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ketika kawin dengan Shafiyah, Nabi Saw mengadakan walimah dengan makan gandum dan kurma” (HR. Ibnu Majah)

Sob, dengan menyimak hadits-hadits diatas kita bisa tahu bahwa ternyata nggak ada tuntutan untuk memewahkan resepsi pernikahan, disebutkan disitu “meski hanya (menyembelih) seekor kambing”, itu artinya bisa sesederhana mungkin. Apalagi dari segi hukum, resepsi nikah hanya Sunnah, yang wajib malah Akad Nikah. Catet itu!

Gimana para jombloman? Masih minder ngelamar si dia hanya gara-gara kamu disodori proposal dana resepsi pernikahan yang serba wah? Ayo dong, maju terus pantang mundur, kamu hanya perlu meloby calon mertua kamu, selebihnya pasrah aja deh sama Allah, kalo dia yang terbaik untuk kamu pasti akan dikasih oleh Allah. Ya nggak?

3.        Musti lulus kuliah dulu.
Sebagian orang berpikir pendidikan cukup ngaruh bagi masa depan keluarga, sehingga ketika ditawari menikah ada yang masih berpikir panjang untuk menyelesaikan kuliah dulu. Ya boleh-boleh aja sih beralasan demikian, tapi alasan itu kalo bisa nggak permanen. Artinya suatu saat bisa berlaku, bisa nggak. Soalnya kalo musti nunggu kelar kuliah, ada beberapa kemungkinan. Satu sisi mungkin ada pihak yang nggak sabar menunggu, sehingga bisa pindah ke lain hati, atau kalo nggak kuat-kuat amat, entar malah MBA lagi. Sementara di sisi yang lain, kesibukan kuliah bisa jadi menyebabkan seseorang nggak bisa memprediksi kapan berakhirnya masa kuliahnya, apalagi kalo sampe bergelar MA alias mahasiswa abadi, khan berabe?

Nah, ada baiknya kalo didiskusikan dulu, ada nggak kemungkinan menikah sambil kuliah. Tentunya dengan pertimbangan finansial yang cukup, karena paling nggak harus memikirkan biaya kuliah dan biaya hidup sehari-hari, belum lagi kalo di tengah perjalanan dikaruniai momongan, tambah lagi khan bebannya? Itu artinya musti ada penghasilan, dan penghasilan didapatkan kalo kamu bekerja. Kalo pinjam istilah teman, yang seperti ini disebut KKN alias Kuliah, Kerja, Nikah. Nggak gampang memang, tapi bukan berarti mustahil. Sebagian orang sudah mempraktekan seperti itu dan berhasil.

Juga yang perlu jadi catatan, bahwa rizki dari Allah nggak ada sangkutpautnya secara langsung dengan tinggi-rendahnya pendidikan seseorang. Adakalanya yang sarjana, eh malah masih nganggur nggak punya penghasilan. Atau yang sarjana, penghasilannya berlebih juga ada, tapi bukan karena gelar sarjananya, karena mungkin dia seorang penjual sate yang sukses. Begitu seterusnya, sampe mungkin ada juga yang lulusan SD, ternyata jadi pengusaha yang sukses. Itulah rahasia rizki, sama dengan rahasia jodoh dan mati.

Jadi yang dibutuhkan dari kita cuman kemauan kita untuk berusaha mendapatkan penghasilan, nggak peduli masih kuliah atau udah kelar kuliah, kalo ternyata punya dana cukup untuk menghidupi keluarganya kelak, why not? Untuk segera menikah. Betul nggak, Sob?

Yang kedua, masalah status jomblo yang ada kaitannya dengan urusan negara. Tolong untuk bagian ini kita perlu simak secara mendalam, sebab sekali lagi bukan ego kami yang berbicara, tapi nalar dan logika yang menunjukkan dengan gambling bahwa jomblo juga bisa jadi urusan negara. Simak neh:

1.        Masalah rendahnya penghasilan.
Barangkali diantara kaum jomblo ada yang keinginan menikahnya baru sebatas mimpi, sebab sampe detik ini kalo dihitung-hitung penghasilannya nggak cukup untuk menghidupi keluarganya kelak. Dia sudah memutar otak, memeras keringat, membanting tulang, toh hasilnya segitu-gitu aja. Trus apa salah hamba. hikk.hiiik? Waduh.. nggak segitunya kale…

Ya, ada beberapa alternatif permasalahan dan pemecahannya. Coba kita amati, bisa jadi kita punya penghasilan rendah, karena mungkin kita nggak punya pekerjaan tetap-lah, skill kita terbatas-lah, hanya lulusan SD-lah, nggak punya modal usaha-lah, dan seterusnya. Kalo ini masalahnya, bisa disiasati dengan kecerdasan akal, kekerasan kita berusaha, dan keikhlasan kita menerimanya.

Tapi bisa jadi kita punya penghasilan rendah karena mungkin kita termasuk salah satu korban dari kemiskinan struktural. Gimana kita bisa buka usaha, sementara kita berasal dari ekonomi lemah? Gimana bisa, kita punya skill yang mumpuni atau bisa sekolah tinggi, kalo nenek moyang tujuh turunan kita dari keluarga fakir wal miskin? Nah, bukannya mau nyari-nyari kesalahan diluar diri kita, atau berusaha ngeles dari kelemahan kita. Tapi ini fakta, riil terjadi di tengah masyarakat kita ada sebagian orang dengan kekayaannya, mereka bisa membeli apa aja yang mereka inginkan, tapi ternyata di sisi lain nggak sedikit masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok aja sudah harus menguras tenaga dan pikirannya. Itulah yang disebut kemiskinan struktural, alias orang memang dibikin miskin oleh sistem. Apalagi sistem yang diterapkan di negeri kita adalah sistem kapitalistik-sekularistik, yang berpeluang tidak memanusiawikan manusia. Saat ada sebagian selebriti atau politisi kita sibuk belanja mewah di Singapura, tapi coba perhatikan ada juga saudara kita yang masih tidur di rumah kardus, makannya dari mengais sisa makanan di tong sampah, bajunya pun kotor dan kumel. Sungguh sebuah fenomena keterbalikan bukan?

Kaum jomblo, kita bukan mau manas-manasin kamu, tapi keinginan nikah kamu bisa terhalang karena kamu nggak punya penghasilan yang layak dan itu terjadi karena sistem. Makanya, udah saatnya kita tidak berdiam diri, kita harus ikut memperjuangkan hak kaum jomblo untuk menikah. Sementara kaum jomblo bisa nikah, salah satunya kalo punya pekerjaan yang layak, dan pekerjaan yang layak itu salah satunya harus disediakan oleh Negara, sebagai pelayan rakyat. Betul tidak?

2.        Sistem “menjebak” kita cinta dunia.
Ada mungkin sebagian dari para kaum muda yang mabuk dengan urusan dunia, sehingga mengumbar hawa nafsu seenak perutnya, terutama nafsu terhadap lawan jenis. Karena mereka ngerasa enjoy di dunia nafsu binatang itu, mereka akhirnya emoh untuk meninggalkannya. Di sisi lain, ada yang berpikiran kalo nikah justru akan mengekang kebebasan mereka, “ya gini aja, lebih bebas nggak ada yang mengikat” itu mungkin kilah mereka. Bahkan ada sebagian mungkin terjerumus lebih dalam dengan hidup sesama jenis alias homo…hiih.. naudzubillah min dzalik.

Tapi anehnya Non, yang seperti itu dibiarkan bahkan diamini oleh Negara dengan alasan HAM. Tentu yang kayak gini nggak bisa dibiarkan aja, kita harus cepat bertindak, sebelum teman-teman kita atau anak cucu kita nanti ketularan. Eits.. tapi tunggu dulu, kita nggak boleh gegabah, main hakim sendiri karena kita bukan hakim, main pukul aja karena kita bukan tukang pukul atau pak polisi. Kita nggak bisa main bakar atau bom, karena emang seperti itu nggak boleh dan nggak dicontohkan oleh Islam. Trus apa yang bisa kita lakukan? Nah, bagus dech kalo ada yang tanya gitu.

Gini Sob, kita perlu cari akar masalahnya dulu, biar kita bisa kasih solusi. Secara sederhana mungkin bisa kita awali pembahasan pada masalah pribadi dan sosial. Misalnya begini, Sholat adalah masalah pribadi seseorang dengan Allah, sementara masalah seperti perzinaan, perkosaan, homo, lesbi, dan sejenisnya adalah masalah sosial. Kalo orang nggak sholat, siapa yang rusak? Orang itu sendiri khan? Tapi coba kalo orang berzina atau perkosaan, siapa yang “dirugikan”? Pasti ada orang lain yang ikut merugi khan? Nah, bayangin kalo “proses” merugikan (kalo nggak bisa dikatakan, merusak) orang lain, itu berlangsung terus menerus dan terjadi pembiaran, mungkin awalnya yang rusak 1 keluarga, akhirnya 1 kampung, lama-lama se-kota bahkan satu negara bisa hancur gara-gara dibiarkan tadi.

Okelah, kalo nggak boleh dibilang “dibiarkan”, coba sekarang aturan atau regulasi yang ada misalnya yang mengatur perzinaan, tegas nggak? adil nggak? menyelesaikan nggak? Gimana bisa dikatakan tegas bin adil kalo yang selalu kena razia hanya para WTS di pinggir jalan, sementara yang kelas kakap yang dapat ijin di kompleks lokalisasi, malah dilestarikan? Gimana bisa dikatakan menyelesaikan masalah perzinaan, kalo kondom di jual bebas, bahkan remaja-remaja disediakan ATM kondom?

Bagi orang yang berpikiran waras, pasti bisa berpikir jernih kalo masalah sosial yang bisa ngasih regulasinya adalah negara melalui seperangkat undang-undang. Ya udah, berarti negara melalui para penyelenggaranya kita musti ingatkan, kalo aturan yang selama ini mereka bikin dan diterapkan untuk kita, nggak pernah bisa menyelesaikan masalah, malahan muncul masalah-masalah baru. Kalo mereka mau contoh undang-undang sekaligus pemerintahan yang bisa menyelesaikan problematika umat, maka contolah apa yang pernah Rasulullah Saw dan para khalifah-nya terapkan.

“Siapa yang bekerja untukku dalam keadaan tidak beristri, hendaklah menikah; atau tidak memiliki pelayan, hendaklah mengambil pelayan; atau tidak mempunyai rumah, hendaklah mengambil rumah; atau tidak mempunyai tunggangan (kendaraan), hendaknya mengambil kendaraan.” (HR Abu Dawud).

Hem…terlalu panjang, kalo musti dijelaskan satu per satu tentang masalah itu di buku ini, tapi sebagai peringatan hendaknya kita renungkan firman Allah :
“Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. al Maidah 50).

Ok guys, kamu jadi ngeh khan kalo masalah jomblo ternyata jadi urusan negara juga? Makanya, nggak usah nekad berzina, atau kepikiran berzina meskipun statusmu jomblo. Kalo emang harus jaga status, tapi tetep juga jaga iman dan Islam kita. Biar kita bisa jadi jomblo yang selamat. 
(dikutip dari buku Kecil2 Nikah, karya Luky B Rouf)

(lukyrouf.blogspot.com/voa-khilafah.co.cc)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers