Voa-Khilafah.co.cc - Kajian ini membahas bagaimana para ‘ulama ahli hadits dalam memahami hadits riwayat Muslim tentang bai’at dan “mati jahiliyyah”. Ini penting dibahas karena sering terjadi kesalahpahaman dalam memahami hadits ini sehingga ada sebagian orang yang menyatakan kaum muslimin yang tidak “membai’at” pimpinan kelompoknya sebagai ”kafir”. Disisi lain ada kaum muslimin yang alergi mendengar hadits ini, sehingga belum apa-apa sudah merasa “dikafirkan” ketika ada kaum muslim lain yang membawakan hadits ini. Hadits tersebut lengkapnya berbunyi:
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu’adz Al ‘Anbari telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami ‘Ashim -yaitu Ibnu Muhammad bin Zaid- dari Zaid bin Muhammad dari Nafi’ dia berkata, " Abdullah bin Umar pernah datang kepada Abdullah bin Muthi’ ketika ia menjabat sebagai penguasa negeri Harrah di zaman kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah. Abdullah bin Muthi’ berkata, "Berilah Abu Abdurrahman bantal." Maka Abu Abdurrahman berkata, "Saya datang kepadamu tidak untuk duduk, saya datang kepadamu untuk menceritakan kepadamu suatu hadits yang pernah saya dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah."
Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdullah bin Bukair telah menceritakan kepada kami Laits dari Rasulullah ‘Ubaidullah bin Abu Ja’far dari Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj dari Nafi’ dari Ibnu Umar, bahwa dia mendatangi Ibnu Muthi’ lalu menyebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti hadits di atas." Dan telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Ali telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amru bin Jabalah telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Umar semuanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Sa’d dari Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam semakna dengan hadits Nafi’ dari Ibnu Umar."
Takhrij Hadits:
1. مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَة لَقِيَ اللَّه تَعَالَى يَوْم الْقِيَامة لَا حُجَّة لَهُ
Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah.
Imam An Nawawi ketika menjelaskan penggalan hadits ini menulis[2]:
أَيْ : لَا حُجَّة لَهُ فِي فِعْله ، وَلَا عُذْر لَهُ يَنْفَعهُ .
Yakni: tidak ada alasan baginya dalam perbuatannya (melepaskan ketaatan dari penguasa), dan tidak ada ‘udzur (dalih) yang memberi manfaat kepadanya (yakni dalih untuk menyelamatkan dia pada hari kiamat).
Jadi penggalan hadits ini menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk tidak taat kepada penguasa, walaupun begitu bukan berarti ketaatan kepada penguasa itu mutlak, ada kondisi dimana penguasa justru tidak boleh dita’ati (tidak dibahas disini).
2. وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah
Berkaitan dengan hadits ini al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalany (wafat 852 H)[3] dalam Fathul Bary mengatakan:
وَالْمُرَاد بِالْمِيتَةِ الْجَاهِلِيَّة وَهِيَ بِكَسْرِ الْمِيم حَالَة الْمَوْت كَمَوْتِ أَهْل الْجَاهِلِيَّة عَلَى ضَلَال وَلَيْسَ لَهُ إِمَام مُطَاع ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَعْرِفُونَ ذَلِكَ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّهُ يَمُوت كَافِرًا بَلْ يَمُوت عَاصِيًا
Yang dimaksud dengan al mîtah al jâhiliyyah – dengan mim dikasroh – (mati dalam keadaan jahiliyyah) adalah keadaan mati seperti matinya orang jahiliyyah yakni diatas kesesatan tidak punya imam yang ditaati karena sesungguhnya mereka dulu tidak tahu yang demikian. Bukanlah yang dimaksud ia mati kafir, bahkan (maksudnya) ia mati dalam keadaan maksiat…
Al Hafidz melanjutkan:
وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون التَّشْبِيه عَلَى ظَاهِره وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ يَمُوت مِثْل مَوْت الْجَاهِلِيّ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ هُوَ جَاهِلِيًّا
(Ungkapan al mîtah al jâhiliyyah) mengandung makna tasybîh (penyerupaan) atas dlohirnya, yang maknanya dia mati seperti mati jahiliyyah walaupun dia bukan orang jahiliyyah.
Semakna dengan penjelasan diatas adalah penjelasan tentang al mîtah al jâhiliyyah (mati dalam keadaan jahiliyyah) oleh al Hafidz As Suyuthi (wafat 911 H) dalam Syarh As Suyuthi ‘ala Muslim (4/459)[4], dan As Sindi (wafat 1138 H) dalam Hâsyiyah As Sindi ‘ala an Nasa’i(7/123)[5], juga Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (6/322)[6].
Adapun tema hadits ini adalah bai’at kepada khalifah/kepala negara dalam sistem Islam, dan tidak ada bai’at untuk pimpinan organisasi, ormas ataupun partai, kalaupun diadakan maka bai’at untuk pimpinan organisasi, ormas ataupun partai tersebut hanyalah sekedar janji/sumpah yang hukum dan pembahasannya tidaklah sama dengan hadits ini, dan hadits ini bukan dalil dalam masalah tersebut.
Kesimpulan
Hadits tersebut tidak menyatakan kafir orang yang tidak ada bai’at dipundaknya terhadap khalifah/penguasa, namun dikatakan sebagai orang yang mati dalam keadaan bermaksiat, walaupun tidak kafir, namun ia berdosa.
Adapun dalam kondisi seperti saat ini, dimana secara de facto tidak ada khalifah, sehingga tidak ada bai’at di pundak muslim hari ini, maka kaum muslimin wajib berusaha sekuat mungkin untuk mewujudkannya sehingga ada bai’at dipundak mereka, baik bai’at in’iqad (bai’at pengangkatan) secara langsung, atau hanya bai’at tha’at (sekedar rela dengan kepemimpinan khalifah yang diangkat).
Bagaimana kalau kita mati sebelum khilafah tegak? Kalau kita sudah berusaha sekuat tenaga maka semoga Allah menerima ‘amal usaha kita dan Allah mengampuni kita atas keterbatasan kemampuan dan usaha kita, Allah tidak membebani kita dengan yang diluar kemampuan kita. Kalau kita belum berusaha, atau sudah berusaha namun asal-asalan, berusaha namun hanya dengan sisa-sisa waktu kita, hanya kalau sempat saja, ya nanti jawab sendiri saat ditanya Allah diakhirat nanti. Allahu Ta’ala A’lam.
[2] Syarh Shahih Muslim, 6/323, Maktabah Syamilah
[3] Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari (20/58), Maktabah Syamilah.
[4] أي على صفة موتتهم من حيث إنهم فوضى لا إمام لهم
[5] والمراد مات كما يموت أهل الجاهلية من الضلال وليس المراد الكفر
[6] أَيْ : عَلَى صِفَة مَوْتهمْ مِنْ حَيْثُ هُمْ فَوْضَى لَا إِمَام لَهُمْ
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَاصِمٌ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ نَافِعٍ قَالَ جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُطِيعٍ حِينَ كَانَ مِنْ أَمْرِ الْحَرَّةِ مَا كَانَ زَمَنَ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ فَقَالَ اطْرَحُوا لِأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ وِسَادَةً فَقَالَ إِنِّي لَمْ آتِكَ لِأَجْلِسَ أَتَيْتُكَ لِأُحَدِّثَكَ حَدِيثًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ أَتَى ابْنَ مُطِيعٍ فَذَكَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلَةَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عُمَرَ قَالَا جَمِيعًا حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَى حَدِيثِ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu’adz Al ‘Anbari telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami ‘Ashim -yaitu Ibnu Muhammad bin Zaid- dari Zaid bin Muhammad dari Nafi’ dia berkata, " Abdullah bin Umar pernah datang kepada Abdullah bin Muthi’ ketika ia menjabat sebagai penguasa negeri Harrah di zaman kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah. Abdullah bin Muthi’ berkata, "Berilah Abu Abdurrahman bantal." Maka Abu Abdurrahman berkata, "Saya datang kepadamu tidak untuk duduk, saya datang kepadamu untuk menceritakan kepadamu suatu hadits yang pernah saya dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah."
Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdullah bin Bukair telah menceritakan kepada kami Laits dari Rasulullah ‘Ubaidullah bin Abu Ja’far dari Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj dari Nafi’ dari Ibnu Umar, bahwa dia mendatangi Ibnu Muthi’ lalu menyebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti hadits di atas." Dan telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Ali telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amru bin Jabalah telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Umar semuanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Sa’d dari Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam semakna dengan hadits Nafi’ dari Ibnu Umar."
Takhrij Hadits:
Hadits Ini Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim (no 4899)[1], Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (8/156), Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubro (no. 144), Abu ‘Uwanah (no. 7153). Adapun Jalur periwayatan dalam riwayat Imam Muslim diatas adalah sebagai berikut:
Makna Hadits:
1. مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَة لَقِيَ اللَّه تَعَالَى يَوْم الْقِيَامة لَا حُجَّة لَهُ
Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah.
Imam An Nawawi ketika menjelaskan penggalan hadits ini menulis[2]:
أَيْ : لَا حُجَّة لَهُ فِي فِعْله ، وَلَا عُذْر لَهُ يَنْفَعهُ .
Yakni: tidak ada alasan baginya dalam perbuatannya (melepaskan ketaatan dari penguasa), dan tidak ada ‘udzur (dalih) yang memberi manfaat kepadanya (yakni dalih untuk menyelamatkan dia pada hari kiamat).
Jadi penggalan hadits ini menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk tidak taat kepada penguasa, walaupun begitu bukan berarti ketaatan kepada penguasa itu mutlak, ada kondisi dimana penguasa justru tidak boleh dita’ati (tidak dibahas disini).
2. وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah
Berkaitan dengan hadits ini al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalany (wafat 852 H)[3] dalam Fathul Bary mengatakan:
وَالْمُرَاد بِالْمِيتَةِ الْجَاهِلِيَّة وَهِيَ بِكَسْرِ الْمِيم حَالَة الْمَوْت كَمَوْتِ أَهْل الْجَاهِلِيَّة عَلَى ضَلَال وَلَيْسَ لَهُ إِمَام مُطَاع ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَعْرِفُونَ ذَلِكَ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّهُ يَمُوت كَافِرًا بَلْ يَمُوت عَاصِيًا
Yang dimaksud dengan al mîtah al jâhiliyyah – dengan mim dikasroh – (mati dalam keadaan jahiliyyah) adalah keadaan mati seperti matinya orang jahiliyyah yakni diatas kesesatan tidak punya imam yang ditaati karena sesungguhnya mereka dulu tidak tahu yang demikian. Bukanlah yang dimaksud ia mati kafir, bahkan (maksudnya) ia mati dalam keadaan maksiat…
Al Hafidz melanjutkan:
وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون التَّشْبِيه عَلَى ظَاهِره وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ يَمُوت مِثْل مَوْت الْجَاهِلِيّ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ هُوَ جَاهِلِيًّا
(Ungkapan al mîtah al jâhiliyyah) mengandung makna tasybîh (penyerupaan) atas dlohirnya, yang maknanya dia mati seperti mati jahiliyyah walaupun dia bukan orang jahiliyyah.
Semakna dengan penjelasan diatas adalah penjelasan tentang al mîtah al jâhiliyyah (mati dalam keadaan jahiliyyah) oleh al Hafidz As Suyuthi (wafat 911 H) dalam Syarh As Suyuthi ‘ala Muslim (4/459)[4], dan As Sindi (wafat 1138 H) dalam Hâsyiyah As Sindi ‘ala an Nasa’i(7/123)[5], juga Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (6/322)[6].
Adapun tema hadits ini adalah bai’at kepada khalifah/kepala negara dalam sistem Islam, dan tidak ada bai’at untuk pimpinan organisasi, ormas ataupun partai, kalaupun diadakan maka bai’at untuk pimpinan organisasi, ormas ataupun partai tersebut hanyalah sekedar janji/sumpah yang hukum dan pembahasannya tidaklah sama dengan hadits ini, dan hadits ini bukan dalil dalam masalah tersebut.
Kesimpulan
Hadits tersebut tidak menyatakan kafir orang yang tidak ada bai’at dipundaknya terhadap khalifah/penguasa, namun dikatakan sebagai orang yang mati dalam keadaan bermaksiat, walaupun tidak kafir, namun ia berdosa.
Adapun dalam kondisi seperti saat ini, dimana secara de facto tidak ada khalifah, sehingga tidak ada bai’at di pundak muslim hari ini, maka kaum muslimin wajib berusaha sekuat mungkin untuk mewujudkannya sehingga ada bai’at dipundak mereka, baik bai’at in’iqad (bai’at pengangkatan) secara langsung, atau hanya bai’at tha’at (sekedar rela dengan kepemimpinan khalifah yang diangkat).
Bagaimana kalau kita mati sebelum khilafah tegak? Kalau kita sudah berusaha sekuat tenaga maka semoga Allah menerima ‘amal usaha kita dan Allah mengampuni kita atas keterbatasan kemampuan dan usaha kita, Allah tidak membebani kita dengan yang diluar kemampuan kita. Kalau kita belum berusaha, atau sudah berusaha namun asal-asalan, berusaha namun hanya dengan sisa-sisa waktu kita, hanya kalau sempat saja, ya nanti jawab sendiri saat ditanya Allah diakhirat nanti. Allahu Ta’ala A’lam.
Oleh: M. Taufik N.T
Baca Juga:
[2] Syarh Shahih Muslim, 6/323, Maktabah Syamilah
[3] Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari (20/58), Maktabah Syamilah.
[4] أي على صفة موتتهم من حيث إنهم فوضى لا إمام لهم
[5] والمراد مات كما يموت أهل الجاهلية من الضلال وليس المراد الكفر
[6] أَيْ : عَلَى صِفَة مَوْتهمْ مِنْ حَيْثُ هُمْ فَوْضَى لَا إِمَام لَهُمْ