Jakarta (Voa-Khilafah.co.cc) - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menuntut pemerintah Bangladesh untuk menghentikan kezaliman terhadap aktivis dakwah khususnya terhadap para aktivis Hizbut Tahrir Bangladesh (HTBa) dari penangkapan dan penyiksaan. Tuntutan tersebut disampaikan delegasi HTI kepada Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia, Kamis (21/9) siang di Kedutaan Besar Bangladesh, Jakarta.
Delagasi HTI yakni Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, Ketu DPP HTI Rokmat S Labib, dan Sekretaris Jubir HTI Roni Ruslan disambut hangat oleh Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Mr Ghulam Muhammad dan salah satu deputinya yakni SM Anisul Hok. Namun demikian sempat terjadi debat panas antara keduabelah pihak.
“Anda benar-benar diterima di Kedubes Bangladesh,” ujar Ghulam.
“Ya, terima kasih. Tapi mengapa HTBa ditangkapi dan disiksa?” ujar Ismail. Padahal, lanjutnya, Hizbut Tahrir di mana pun berada termasuk di Bangladesh maupun di Indonesia sama saja, hanya melakukan aktivitas tanpa kekerasan dalam mengkritik pemerintah, membina dan mengajak umat untuk menegakkan kembali syariah dalam bingkai khilafah.
“Bangladesh adalah negara yang menjunjung kebebasan berekspresi dan juga menjunjung tinggi supremasi hukum jadi tidak mungkin melakukan penyiksaan di dalam penjara,” sanggah Ghulam.
“Justru itu masalahnya, mereka tidak pernah dibawa kepengadilan, mereka langsung disiksa begitu saja oleh pemerintah Anda! Apakah itu yang Anda maksud sebagai menjunjung tinggi supremasi hukum?” tanya Ismail retorik.
Ghulam pun kembali membantah dengan argumen yang sama. “Tidak, tidak mungkin. Bangladesh adalah negara yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, salah satu buktinya di Bangladesh ada sekitar 24 televisi swasta dan hanya pengadilanlah yang menentukan seseorang itu bersalah sehingga harus dihukum atau tidak bersalah sehingga dibebaskan,” ujarnya.
“Tapi fakta berbicara lain, sejak 2009 lalu, ratusan aktivis HTI ditangkapi dan disiksa termasuk Jubir HTBa Prof Mohiuddin Ahmed. Profesor Universitas Dakka itu sudah dua tahun ditangkap dan disiksa tapi sampai sekarang belum juga diadili! Dan 13 Agustus lalu, 16 aktivis HTBa ditangkap dan disiksa ketika melakukan aksi unjuk rasa di Kota Dakka,” bantah Ismail.
“Oh, kami tidak mendapatkan informasi terkait itu semua, yang jelas Bangladesh adalah negara demokratis yang menjunjung tinggi hukum,” keukeuh Ghulam.
“Tapi data yang kami kemukakan adalah data yang valid. Kalau memang menjunjung tinggi supremasi hukum, seharusnya tidak boleh dong menangkap seseorang tanpa diadili? Jadi omong kosong kalau pemerintah Anda benar-benar menjunjung tinggi hukum,” tohok Ismail.
Dipenghujung pertemuan, dubes pun menerima surat tuntutan HTI untuk pemerintah Bangladesh yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris. “Baiklah akan saya sampaikan tuntutan Anda kepada pemerintah kami,” janji Ghulam.
Dalam kesempatan itu pun Ismail menyatakan. “Kami bukan hanya meminta untuk menghentikan penangkapan dan penyiksaan, tetapi kami juga meminta agar pemerintah Bangladesh mendukung perjuangan HTBa dalam menegakkan syariah dalam bingkai khilafah,” tegas Ismail.
Kekejian Diktator Hasina
Di luar sekitar 300 massa HTI berkumpul mendengarkan para orator berorasi mengutuk para diktator yang menangkapi, menyiksa dan membunuh para aktivis dakwah serta memberikan semangat kepada massa agar tetap istiqamah menyadarkan dan membina umat untuk berjuang menegakkan kembali syariah dalam bingkai khilafah.
Sejak 2009 dengan gelap mata pemerintah Bangladesh menangkapi dan menyiksa ratusan aktivis HTBa, lantaran HTBa secara terbuka membongkar kejahatan pemerintah Sheikh Hasina yang ketika itu membantai sejumlah perwira militer Muslim Bangladesh.
“Di dalam penjara para aktivis HTBa disiksa secara kejam, organ kemaluannya distrum, ditahan diruang pendingin, ditelanjangi dan digantung dengan kaki di atas dan kepala di bawah, sedangkan malam hari dipaksa berdiri dan dilarang tidur,” ungkap Ismail.[] joko prasetyo/hti/voa-khilafah.co.cc