Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menciptakan makhluk-Nya secara berpasang-pasangan, di antaranya manusia. Lalu menjadikan nikah sebagai sarana resmi dan syar'i untuk menjalin hubungan keduanya.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang telah menikah, menganjurkannya, dan terus menyemangati umatnya untuk memperbanyak keturunan. semoga juga shalawat dan salam dicurahkan kepada keluarga dan para sahabatnya.
Ibnul Mandzur berkata, "Syawal adalah salah satu nama bulan yang sudah ma'ruf, yakni nama bulan setelah bulan Ramadhan, dan merupakan awal dari bulan-bulan haji." Ada juga yang berpendapat, jika dikatakan Tasywiil Labnil Ibil (syawwalnya susu onta), berarti susu onta yang tinggal sedikit atau berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam keadaan panas dan kehausan. Dari sini bangsa Arab berkeyakinan, bakal sial apabila melangsungkan akad pernikahan pada bulan ini. Mereka berkata, “Wanita yang hendak dikawini itu akan menolak lelaki yang ingin mengawininya seperti onta betina yang menolak onta jantan jika sudah dibuahi/bunting dan mengangkat ekornya.”
Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membatalkan anggapan sial mereka tersebut dengan menikahi istri tercintanya, 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha pada bulan ini. Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata,
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menikahiku pada bulan Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara isteri-isteri beliau yang lebih beruntung dariku?” (HR. Muslim no. 2551, Al-Tirmidzi no. 1013, Al-Nasai no. 3184, Ahmad no. 23137 –dinukil dari Maktabah Syamilah-)
Maka yang menyebabkan orang Arab pada zaman jahiliyah dulu menganggap sial menikah pada bulan syawwal adalah keyakinan mereka bahwa wanita akan menolak suaminya seperti penolakan onta betina yang mengangkat ekornya setelah dibuahi/bunting. Yang pada intinya, mereka menganggap ada kesialan pada bulan ini untuk digunakan menikah dan melarangnya. Padahal sesungguhnya, keyakinan atau anggapan ini adalah anggapan yang tak berdasar dan tidak dibenarkan oleh syariat maupun akal akal sehat.
Anggapan sial menikah pada bulan Syawal merupakan perkara batil. Karena secara umum, merasa sial termasuk thiyarah yang telah dilarang oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melalui sabdanya,
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ
"Tidak ada penyakit menular dan tidak ada ramalan nasib sial." (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Dan dalam hadits yang lain sangat tegas menjelaskan larangan thiyarah(ramalan merasa sial), ia termasuk syirik. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ
“Ramalan nasib adalah syirik, ramalan nasib adalah syitik (sebanyak tiga kali).” (HR. Abu Dawud no. 3411, Ibnu Majah no. 3528, Ahmad no. 3978, dan al-Hakim no. 42. Al-Hakim mengatakan, hadits yang shahih sanadnya, para perawinya terpercaya namun keduanya (al-Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya. Hadits ini disepakati al-Dzahabi dalam talkhisnya)
Imam Ibnu Katsir berkata, "Berkumpulnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha pada bulan Syawal menjadi bantahan akan keraguan sebagian orang yang membenci untuk menikah/berkumpul (dengan pasangannya) di antara dua hari raya, takut/khawatir keduanya akan bercerai. Dan ini tidak ada kaitannya." (al-Bidayah wa al-Nihayah: 3/253)
Tujuan 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan hadits di atas, -beliau dinikahi dan digauli oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada bulan Syawal-, sebagai bantahan tradisi bangsa jahiliyah dan keyakinan orang awam pada saat ini yang tidak suka menikah, menikahkan, dan berkumpul pada bulan syawal. Ini merupakan keyakinan batil yang tak berdasar. Bahkan, termasuk warisan jahiliyah. Dimana mereka meramal kesialan menikah pada bulan tersebut karena nama Syawwaal berasal dari kata al-Isyalah wa al-raf'u (mengangkat : onta betina yang mengangkat ekornya karena tidak mau dikawin). (Lihat Syarh Muslim atas hadits di atas, no. 2551)
Dalam hadits di atas juga terdapat satu anjuran untuk menikah, menikahkan anak wanitanya, dan melakukan malam pertama pada bulan syawal. Alasanya, disamping ada usaha ittiba' pada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menikah dan menggauli istri tercintanya pada bulan tersebut, juga sebagai bantahan dan penolakan akan keyakinan batil jahiliyah yang sudah pernah berjalan bertahun-tahun. Imam Nawawi rahimahullah dalam menjelaskan hadits Aisyah di atas berkata, "pada hadits hadits itu terdapat anjuran menikahkan, menikah (wanita) dan berkumpul/menggauli pada bulan Syawwal dan shahabat-shahabat kami juga menyebutkan sunnahnya hal itu dan mereka berdalil dengan hadits ini."
Urwah –salah seorang perawi hadits 'Aisyah di atas-, mengatakan,
وَكَانَتْ عَائِشَة تَسْتَحِبّ أَنْ تُدْخِل نِسَاءَهَا فِي شَوَّال
"Adalah Aisyah menyukai jika suami mulai menggauli istrinya (melakukan malam pertama) di bulan Syawal." (HR. Muslim)
. . . Membenci untuk menikah, menikahkan, dan malam pertama di bulan syawal karena takut dan khawatir sial/celaka berdasarkan mitos dan keyakinan tertentu termasuk syirik. . .
Kesimpulan
Larangan merasa sial dan akan bernasib buruk saat menikah di bulan Syawal karena mitos yang berkembang. Larangan ini juga berlaku pada bulan selainnya. Takut dan merasa akan sial jika menikah pada bulan tertentu seperti bulan Shafar, Muharram, dan lainnya dengan dasar keyakinan yang tersebar di masyarakat, disebut dengan thiyarah/tathayyur. Sedangkan tathayyur adalah termasuk syirik, dosa besar kepada Allah Ta'ala.
Larangan membenci melangsungkan pernikahan karena keyakinan batil semacam di atas, juga berlaku pada tahun tertetu, seperti takut celaka dua saudara menikah kalau tahun yang sama. Atau takut menikah pada hari-hari tertentu berdasarkan ramalan weton, tanggal lahir, dan semisalnya. Semua ini juga termasuk tathayyur yang wajib diingkari karena termasuk perbuatan syirik. Sementara syariat, tidak pernah melarang niat baik ini, menikah pada waktu-waktu tertentu selain saat ihram haji atau umrah.
Sementara dianjurkannya menikah pada bulan Syawal oleh sebagian ulama didasarkan pada pernikahan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan melam pertama beliau bersama 'Aisyah. Di sana ada nilai ittiba' yang diharapkan keberkahannya. Juga sebagai pendobrak atas keyakinan jahiliyah yang berkembang pada masa tersebut.
Pada masyarakat kita, bulan yang dianggap sial untuk menikah adalah bulan Muharram (Oleh orang Jawa dikenal dengan: suro). Maka jika melangsungkan pernikahan pada bulan tersebut dengan niatan untuk mendobrak khurafat, mitos dan keyakinan batil ini; Insya Allah termasuk suatu kebaikan. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam/voa-khilafah.co.cc]
Oleh: Badrul Tamam