Voa-Khilafah.co.cc - Orde baru politik Tunisia akan menunjukkan bahwa Islam dan demokrasi dapat berdampingan seperti yang mereka alami di Turki, Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan mengatakan, Kamis kemarin (15/9).
Erdogan - berada di ibukota Tunis pada pemberhentian keduanya dari tur Afrika Utara yang bertujuan untuk menegaskan pengaruh Ankara di kawasan tersebut - mengatakan sekularisme harus menjamin bahwa orang-orang dari semua keyakinan, serta ateis, diperlakukan dengan adil.
Dia mengatakan tidak ada yang bisa menghentikan seorang Muslim dari memerintah sebuah negara sekuler.
Erdogan telah mempromosikan Islam dan demokrasi di Turki sebagai model untuk gerakan-gerakan yang telah menggulingkan otokrat Arab yang dulu bercokol di Tunis, Kairo dan Tripoli.
"Pada subjek sekularisme, ini bukan sekularisme dalam Anglo Saxon atau pengertian Barat, seseorang tidak sekuler, negaralah yang sekuler," katanya dalam konferensi pers bersama dengan PerdanaMenteri Tunisia sementara Beji Caid Sebsi.
"Seorang Muslim dapat memerintah sebuah negara sekuler dengan cara yang sukses," ujarnya.
Kunjungan dan seruannya telah memicu perdebatan apakah model Turki - dengan sebuah partai Islam yang berbasis politik erkuasa di bpemerintahan demokrasi sekuler - benar-benar bisa berlaku di negara-negara Muslim lainnya.
Erdogan juga berbagi pendapat yang sama di Mesir dan Ikhwanul Muslimin menyatakan oposisi terhadap seruan sekularimesme Erdogan tersebut sewaktu ia berada di Kairo.
Seorang juru bicara Ikhwanul, Mahmud Ghozlan, memuji Erdogan sebagai "pemimpin terhormat yang menjaga martabat negaranya dan yang berbagi posisi yang sama dengan Israel." Tapi dia mengatakan, Mesir menginginkan negara Islam.
"Di Turki, ketika seorang pria menemukan seorang wanita di tempat tidur dengan pria lain, ia tidak dapat ditindak dengan hukum karena hal itu diizinkan di sana. Ini berarti bahwa Turki melanggar hukum syariah Islam," katanya menegaskan.
Tunisia sendiri berencana untuk menyelenggarakan pemilihan umum pada 23 Oktober mendatang untuk memilih perwakilan yang akan menulis ulang konstitusi, sembilan bulan setelah pemberontakan yang menjatuhkan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali dan memicu pemberontakan di seluruh dunia Arab.
Partai Islam Ennahda, dilarang selama dua dekade di bawah Ben Ali, diprediksi mendapat dukungan yang kuat dalam menghadapi kubu sekuler Tunisia.
Lebih dari 90 partai politik telah bermunculan di Tunisia sejak jatuhnya Ben Ali. Ennahda sejauh ini mendapat sekitar 20 persen dalam jajak pendapat.
Pemimpin Ennahda, Rashid Ghannouchi bergabung dengan kerumunan massa, memuji Erdogan sebagai seseorang yang telah "bekerja keras untuk Islam".
Ennahda, sebuah gerakan Islam yang memiliki hubungan erat dengan Partai AK Erdogan, mengatakan model politik Turki adalah sesuatu yang mereka cita-citakan.(fq/wb/Eramuslim/Voa-Khilafah.co.cc)
Voice of Al Khilafah
AKHBAR
DEMOKRASI
ERDOGAN
INTERNASIONAL
MESIR
SEKULERISME
TUNISIA
TURKI
Di Tunisia Erdogan Juga Kampanyekan Sekularisme
Langganan:
Posting Komentar (Atom)