Voa-Khilafah.Blogspot.Com - Imam Al-Qurthubi menyatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat khalifah) di kalangan umat dan para imam mazhab; kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-’Asham—yang tuli (‘asham) terhadap syariah—dan siapa saja yang berkata dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya” (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, 1/264).
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana metode (thariqah/manhaj) penegakan Khilafah? Metode (thariqah/manhaj) haruslah digali dari Rasulullah saw. Setiap perjuangan yang menyimpang dari metode Rasulullah saw. hanya akan berakhir dengan kegagalan.
Siapapun yang melakukan penelaahan mendalam terhadap sirah Nabi Muhammad saw. akan menemukan bahwa beliau menempuh tiga tahapan dalam mewujudkan pemerintahan Islam di Madinah.
1. Tahap Pertama: Kaderisasi (Tatsqif).
Sejak beliau mendapatkan wahyu, beliau diperintahkan untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Misalnya, ketika Allah SWT menurunkan QS al-Muddatsir ayat 1-2, bersegeralah sang Nabi terakhir itu mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Beliau menyampaikan Islam kepada istrinya, Khadijah ra. Kemudian, disampaikan pula kepada sepupunya Ali bin Abi Thalib ra., maulanya Zaid, sahabat beliau Abu Bakar ash-Shiddiq ra., dan masyarakat secara umum.
Beliau bukan sekadar mengajak mereka masuk Islam, melainkan ditindaklanjuti dengan membinanya. Beliau membina kaum Mukmin di rumah Arqam bin Abi al-Arqam (Dar al-Arqam). Di rumah Arqam itulah Rasulullah saw. menempa para Sahabat, mengajarkan Islam kepada mereka, membacakan al-Quran kepada mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk menghapal dan memahami al-Quran. Setiap kali ada yang masuk Islam, langsung digabungkan ke Darul Arqam.
Di sinilah Nabi saw. melakukan dua hal. Pertama: pembinaan akidah dan syariah hingga terbentuk para kader berkepribadian Islam. Kedua: pengorganisasian Sahabat sehingga membentuk kelompok dakwah yang secara solid dan berjamaah bergerak di tengah masyarakat. Bukan hanya Nabi saw. seorang diri yang melakukan pembinaan, para Sahabat lain pun mencari dan membina orang yang baru masuk Islam. Sebagai contoh, beliau pernah meminta Khubbab bin al-Arts untuk mengajarkan al-Quran kepada Zaenab binti al-Khaththab dan suaminya, Said, di rumahnya.
Bila dilihat dari kacamata modern apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini merupakan pembinaan intensif (tatsqif murakkaz). Pembinaan intensif ini dilakukan untuk membentuk kader yang berkepribadian Islam dan siap berjuang.
Secara praktis pembinaan intensif ini diawali dengan melakukan kontak individual. Dulu, Abu Bakar Shiddiq ra. mengontak keluarga dan kawan-kawannya, di antaranya Utsman bin Affan. Lalu disampaikan Islam kepadanya. Begitu juga setiap orang harus melakukan kontak individual untuk menyampaikan dakwah. Setiap aktivis dakwah sejatinya mempunyai daftar nama mulai dari kerabat, kawan dan tetangga untuk dikontak dan disampaikan Islam kepada mereka. Materi yang disampaikan tentu bergantung pada kontakan; bisa akidah, syariah, akhlak atau perkembangan terkini dilihat dari kacamata Islam.
Sebagaimana Nabi saw., tidak cukup sebatas orang tersebut menerima Islam sebagai pedoman hidupnya. Orang tersebut perlu dibina hingga menjadi pengemban dakwah. Umumnya, pengkaderan demikian efektif dijalankan dalam bentuk halqah. Di dalam halqah dilakukan pembinaan dengan kurikulum yang jelas, buku-buku kajian tertentu yang ditetapkan, serta metode talaqqi sehingga kesinambungan gagasan terjaga. Di sinilah setiap kader ditempa pemahaman Islam, kepribadian Islamnya, ibadah, ketaatan, kedisiplinan, pengorbanan, kejamaahan, dll. Lahirlah kader yang mujahid (pejuang) sekaligus muta’abbid (ahli ibadah), mufakkir (pemikir) sekaligus siyasi (politisi).
Selain itu, Nabi saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan masyarakat di Bukit Shafa, juga mengundang makan bersama; dalam konteks sekarang ini merupakan pembinaan umum (tatsqif jama’i). Kalau dulu di Bukit Safa atau di kebun kurma, maka saat ini tatsqif jama’i dilakukan dengan seminar, kajian di masjid, kuliah zuhur, pesantren Ramadhan, training, pengajian perkantoran, dll. Harapannya, dari aktivitas tersebut dapat terjaring orang-orang yang bertekad kuat menjadi kader dakwah dan masuk dalam pembinaan intensif.
2. Tahap Kedua: Membangun Kesadaran Umat (Tafa’ul Ma’al Ummah).
Tidak semua anggota masyarakat dapat dan mau menjadi kader dakwah. Karenanya, perlu ada penumbuhan kesadaran kolektif umat bagi kalangan tersebut. Pegiatnya adalah para kader dakwah yang terorganisir rapi yang terbina dalam pembinaan intensif tersebut. Untuk menumbuhkan kesadaran itu perlu ditempuh beberapa hal secara bersamaan, yaitu:
1. Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri). Rasulullah saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran terhadap gagasan/ide/pandangan yang sifatnya tetap. Ini umumnya merupakan pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis) atau keyakinan (qana’at). Misalnya, beliau menyuarakan secara lantang realitas tuhan kaum kafir seperti ayat Allah SWT (yang artinya): Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah adalah umpan neraka Jahanam (QS al-Anbiya’ [21]: 98). Beliau juga menentang sikap hidup kafir Quraisy yang merasa aib bila memiliki bayi perempuan hingga harus membunuhnya.
Untuk saat ini, segala gagasan/ide/pandangan yang merupakan akidah kufur harus ditentang dan dijelaskan kebatilannya. Misalnya, sekularisme, pluralisme dan liberalisme merupakan ide yang harus di tentang. Begitu juga gagasan cabang yang lahir darinya seperti demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dll. Caranya, dengan menjelaskan kebatilan dan bahaya hal-hal tersebut bagi Islam dan umatnya dalam berbagai kesempatan. Bila hal ini dilakukan terus-menerus masyarakat akan dapat memahami mana ide-ide kufur yang berada di tengah umat Islam. Mereka tidak mau diatur oleh sistem tersebut. Sebaliknya, mereka menuntut penerapan Islam.
2. Perjuangan Politik (al-kifah as-siyasi). Aktivitas al-kifah as-siyasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menyikapi realitas politik kekinian, yang terjadi pada saat tertentu. Pada zaman Rasulullah saw. pernah ada suatu realitas: mengurangi timbangan sudah menjadi kebiasaan. Untuk menyikapi hal tersebut, Allah SWT menurunkan QS al-Muthafifin yang diserukan oleh Rasulullah saw. di tengah masyarakat. Pada saat kaum kafir meminta agar Nabi saw. menunjukkan mukjizat seperti para nabi terdahulu dan meminta agar Nabi saw. berdoa hingga harga yang melambung tinggi menjadi turun, dijawab dengan telak dalam QS al-A’raf [7] ayat 188. Begitu juga kebiasaan mereka menjerumuskan budak wanita dalam pelacuran (semacam trafficking sekarang) disikapi oleh Nabi saw. dengan menyampaikan QS an-Nur [24] ayat 33. Masih banyak peristiwa lain.
Saat ini, setiap kejadian/peristiwa politik kekinian yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam perlu dilakukan kifah siyasi. Misalnya, kelompok Islam harus melakukan aktivitas kifah siyasi pada saat pemerintah menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik, mensahkan RUU Kelistrikan, RUU Migas, RUU Sumberdaya Air, RUU Penanaman Modal, dll. Begitu juga saat terjadi peristiwa politik internasional seperti tragedi Mavi Marmara oleh Israel baru-baru ini. Langkahnya dengan membuat tulisan, buletin, pers rilis, delegasi ke DPR, mendatangi menteri, mendatangi Presiden, dll. Lalu dijelaskan bahaya dan kerugian yang akan diderita rakyat serta pertentangannya dengan syariah Islam kepada masyarakat di berbagai forum. Bahkan bila diperlukan dapat dilakukan dengan demontrasi damai (masirah). Dengan ini semua, masyarakat sedikit demi sedikit akan tersadarkan.
3. Membongkar rencana jahat kaum kafir (kasyf al-khuthath). Rasulullah saw. sering menyampaikan wahyu terkait rencana jahat kaum kafir. Sebagai contoh, membongkar rencana tokoh Quraisy (seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Umayyah ibn Khalaf dan Walid bin Mughirah) yang berdiskusi di pusat kajian strategis mereka, Darun Nadwah, dengan memberikan cap negatif pada diri Rasulullah saw.; membongkar persekong-kolan kaum kafir dengan kaum munafik. Allah SWT membongkar rencana jahat ini dalam QS al-Mudatstsir [74] ayat 18-26.
Meneladani hal ini, dalam upaya penegakkan Khilafah, penting untuk membongkar makar negara kafir imperialis dan anteknya. Misalnya, rencana jahat AS di Irak, Afganistan, Pakistan dan Bangladesh perlu dijelaskan kepada masyarakat dalam khuthbah, kuliah subuh, pengajian ibu-ibu, dll. Masyarakat juga perlu dipahamkan tentang hakikat kunjungan Obama ke Indonesia yang hanya ingin lebih mencengkeramkan kakinya di negeri Muslim terbesar ini serta menghalangi bersatunya umat Islam dalam Khilafah; disamping untuk kepentingan minyak, gas, ekonomi, pangkalan militer, dan pembentukan lobi Yahudi-AS di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai seminar, workshop, tablig akbar, dll; juga dengan mengirim delegasi ke ormas, LSM, partai politik, pesantren, DPR, Kementrian Luar Negeri, dll.
4. Penting juga untuk melakukan advokasi bagi kepentingan umat (tabanni mashalih ummah). Caranya, dengan melakukan advokasi bagi kepentingan umat. Misalnya, ketika ada pihak yang ingin melakukan yudisial review UU Penodaan Agama, maka perlu dilakukan perlawanan dengan menjadi pihak terkait dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Ketika terjadi malpraktik maka dapat dilakukan upaya pembelaan terhadap korban. Dilakukanlah advokasi terhadap pihak terkait, termasuk penguasa. Disampaikan solusi menurut Islam. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sampai hasil yang diinginkan.
Jika semua aktivitas itu dilakukan secara intensif dan masif maka insya Allah dengan izin Allah SWT taraf berpikir umat akan makin meningkat. Pembelaan dan dukungan terhadap syariah dan Khilafah beserta para pejuangnya akan menggelontor. Sebab, di mata umat makin tampak siapa sebenarnya yang berjuang untuk membebaskan mereka dari penjajahan.
3. Tahap Tiga: Istilam al-Hukmi dengan Dukungan Ahlun Nushrah.
Pada saat kehendak dominan masyarakat menghendaki syariah dan Khilafah, maka masyarakat bersama dengan kelompok pejuang syariah dan Khilafah akan menuntut penguasa agar menegakkan Khilafah atau mundur seraya menyerahkan kepemimpinan kepada mereka. Umat tidak percaya lagi kepada penguasa maupun wakil mereka. Terjadilah kevakuman kekuasaan. Mereka yang terdiri dari tokoh-tokoh berbagai daerah dari berbagai kalangan dan organisasi membentuk semacam ahlul halli wal ‘aqdi untuk membaiat khalifah. Bila penguasa secara sukarela menyerahkan kekuasaan atas dasar kesadaran bahwa mereka sudah delegitimasi, tidak lagi dipercaya oleh rakyat, apalagi mereka berubah menjadi mendukung tuntutan masyarakat itu, maka ketika itu terjadilah penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa baru (istilam al-hukmi). Mereka hanya tinggal mengumumkan ke publik, “Kami mundur dari kekuasaan ini karena sudah tidak lagi dipercaya rakyat sebagai pemilik kekuasaan tersebut.”
Namun sebaliknya, bila mereka tak mau melepaskan kekuasaan kufurnya, lalu menghadapi rakyat sebagai pemilik kekuasaan dengan kekerasan maka di sinilah pentingnya dukungan pemilik kekuatan (ahlul quwwah, ahlun nushrah) terhadap dakwah. Oleh sebab itu, sejak awal perlu adanya dukungan ahlun nushrah.
Mereka yang masuk ke dalam ahlun nushrah adalah setiap pemilik kekuatan, termasuk militer. Dengan adanya dukungan ahlun nushrah penyerahan kekuasaan akan terjadi dengan damai. Begitulah yang dialami oleh Nabi saw. saat menegakkan pemerintahan di Madinah.
Cara untuk meraih dukungan ahlun nushrah tidak lain dengan mendatangi dan mendakwahi mereka. Mereka adalah putra umat Islam. Tengoklah apa yang dilakukan Rasulullah saw. Selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Makkah, beliau juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Makkah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik yang datang untuk berdagang maupun yang hendak melakukan ibadah di sekitar Ka’bah. Beliau berdakwah di jalan-jalan, Pasar ‘Ukadz dan Mina. Di antara mereka ada sekelompok orang dari Madinah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka para pemilik kekuatan di sana. Merekalah yang kelak menjadi ahlun nushrah bagi Nabi saw.
Ketika istilam al-hukmi telah terjadi, maka di tengah penguasa yang telah kehilangan legitimasinya, khalifah dengan dukungan rakyat mengumumkan tegaknya Khilafah. Penyelesaian peralihan kekuasaan dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya sesuai dengan realitas politik waktu itu. Dengan teknik seperti ini penegakkan Khilafah akan berjalan secara alami. Wallahu a’lam. []
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana metode (thariqah/manhaj) penegakan Khilafah? Metode (thariqah/manhaj) haruslah digali dari Rasulullah saw. Setiap perjuangan yang menyimpang dari metode Rasulullah saw. hanya akan berakhir dengan kegagalan.
Siapapun yang melakukan penelaahan mendalam terhadap sirah Nabi Muhammad saw. akan menemukan bahwa beliau menempuh tiga tahapan dalam mewujudkan pemerintahan Islam di Madinah.
1. Tahap Pertama: Kaderisasi (Tatsqif).
Sejak beliau mendapatkan wahyu, beliau diperintahkan untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Misalnya, ketika Allah SWT menurunkan QS al-Muddatsir ayat 1-2, bersegeralah sang Nabi terakhir itu mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Beliau menyampaikan Islam kepada istrinya, Khadijah ra. Kemudian, disampaikan pula kepada sepupunya Ali bin Abi Thalib ra., maulanya Zaid, sahabat beliau Abu Bakar ash-Shiddiq ra., dan masyarakat secara umum.
Beliau bukan sekadar mengajak mereka masuk Islam, melainkan ditindaklanjuti dengan membinanya. Beliau membina kaum Mukmin di rumah Arqam bin Abi al-Arqam (Dar al-Arqam). Di rumah Arqam itulah Rasulullah saw. menempa para Sahabat, mengajarkan Islam kepada mereka, membacakan al-Quran kepada mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk menghapal dan memahami al-Quran. Setiap kali ada yang masuk Islam, langsung digabungkan ke Darul Arqam.
Di sinilah Nabi saw. melakukan dua hal. Pertama: pembinaan akidah dan syariah hingga terbentuk para kader berkepribadian Islam. Kedua: pengorganisasian Sahabat sehingga membentuk kelompok dakwah yang secara solid dan berjamaah bergerak di tengah masyarakat. Bukan hanya Nabi saw. seorang diri yang melakukan pembinaan, para Sahabat lain pun mencari dan membina orang yang baru masuk Islam. Sebagai contoh, beliau pernah meminta Khubbab bin al-Arts untuk mengajarkan al-Quran kepada Zaenab binti al-Khaththab dan suaminya, Said, di rumahnya.
Bila dilihat dari kacamata modern apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini merupakan pembinaan intensif (tatsqif murakkaz). Pembinaan intensif ini dilakukan untuk membentuk kader yang berkepribadian Islam dan siap berjuang.
Secara praktis pembinaan intensif ini diawali dengan melakukan kontak individual. Dulu, Abu Bakar Shiddiq ra. mengontak keluarga dan kawan-kawannya, di antaranya Utsman bin Affan. Lalu disampaikan Islam kepadanya. Begitu juga setiap orang harus melakukan kontak individual untuk menyampaikan dakwah. Setiap aktivis dakwah sejatinya mempunyai daftar nama mulai dari kerabat, kawan dan tetangga untuk dikontak dan disampaikan Islam kepada mereka. Materi yang disampaikan tentu bergantung pada kontakan; bisa akidah, syariah, akhlak atau perkembangan terkini dilihat dari kacamata Islam.
Sebagaimana Nabi saw., tidak cukup sebatas orang tersebut menerima Islam sebagai pedoman hidupnya. Orang tersebut perlu dibina hingga menjadi pengemban dakwah. Umumnya, pengkaderan demikian efektif dijalankan dalam bentuk halqah. Di dalam halqah dilakukan pembinaan dengan kurikulum yang jelas, buku-buku kajian tertentu yang ditetapkan, serta metode talaqqi sehingga kesinambungan gagasan terjaga. Di sinilah setiap kader ditempa pemahaman Islam, kepribadian Islamnya, ibadah, ketaatan, kedisiplinan, pengorbanan, kejamaahan, dll. Lahirlah kader yang mujahid (pejuang) sekaligus muta’abbid (ahli ibadah), mufakkir (pemikir) sekaligus siyasi (politisi).
Selain itu, Nabi saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan masyarakat di Bukit Shafa, juga mengundang makan bersama; dalam konteks sekarang ini merupakan pembinaan umum (tatsqif jama’i). Kalau dulu di Bukit Safa atau di kebun kurma, maka saat ini tatsqif jama’i dilakukan dengan seminar, kajian di masjid, kuliah zuhur, pesantren Ramadhan, training, pengajian perkantoran, dll. Harapannya, dari aktivitas tersebut dapat terjaring orang-orang yang bertekad kuat menjadi kader dakwah dan masuk dalam pembinaan intensif.
2. Tahap Kedua: Membangun Kesadaran Umat (Tafa’ul Ma’al Ummah).
Tidak semua anggota masyarakat dapat dan mau menjadi kader dakwah. Karenanya, perlu ada penumbuhan kesadaran kolektif umat bagi kalangan tersebut. Pegiatnya adalah para kader dakwah yang terorganisir rapi yang terbina dalam pembinaan intensif tersebut. Untuk menumbuhkan kesadaran itu perlu ditempuh beberapa hal secara bersamaan, yaitu:
1. Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri). Rasulullah saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran terhadap gagasan/ide/pandangan yang sifatnya tetap. Ini umumnya merupakan pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis) atau keyakinan (qana’at). Misalnya, beliau menyuarakan secara lantang realitas tuhan kaum kafir seperti ayat Allah SWT (yang artinya): Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah adalah umpan neraka Jahanam (QS al-Anbiya’ [21]: 98). Beliau juga menentang sikap hidup kafir Quraisy yang merasa aib bila memiliki bayi perempuan hingga harus membunuhnya.
Untuk saat ini, segala gagasan/ide/pandangan yang merupakan akidah kufur harus ditentang dan dijelaskan kebatilannya. Misalnya, sekularisme, pluralisme dan liberalisme merupakan ide yang harus di tentang. Begitu juga gagasan cabang yang lahir darinya seperti demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dll. Caranya, dengan menjelaskan kebatilan dan bahaya hal-hal tersebut bagi Islam dan umatnya dalam berbagai kesempatan. Bila hal ini dilakukan terus-menerus masyarakat akan dapat memahami mana ide-ide kufur yang berada di tengah umat Islam. Mereka tidak mau diatur oleh sistem tersebut. Sebaliknya, mereka menuntut penerapan Islam.
2. Perjuangan Politik (al-kifah as-siyasi). Aktivitas al-kifah as-siyasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menyikapi realitas politik kekinian, yang terjadi pada saat tertentu. Pada zaman Rasulullah saw. pernah ada suatu realitas: mengurangi timbangan sudah menjadi kebiasaan. Untuk menyikapi hal tersebut, Allah SWT menurunkan QS al-Muthafifin yang diserukan oleh Rasulullah saw. di tengah masyarakat. Pada saat kaum kafir meminta agar Nabi saw. menunjukkan mukjizat seperti para nabi terdahulu dan meminta agar Nabi saw. berdoa hingga harga yang melambung tinggi menjadi turun, dijawab dengan telak dalam QS al-A’raf [7] ayat 188. Begitu juga kebiasaan mereka menjerumuskan budak wanita dalam pelacuran (semacam trafficking sekarang) disikapi oleh Nabi saw. dengan menyampaikan QS an-Nur [24] ayat 33. Masih banyak peristiwa lain.
Saat ini, setiap kejadian/peristiwa politik kekinian yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam perlu dilakukan kifah siyasi. Misalnya, kelompok Islam harus melakukan aktivitas kifah siyasi pada saat pemerintah menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik, mensahkan RUU Kelistrikan, RUU Migas, RUU Sumberdaya Air, RUU Penanaman Modal, dll. Begitu juga saat terjadi peristiwa politik internasional seperti tragedi Mavi Marmara oleh Israel baru-baru ini. Langkahnya dengan membuat tulisan, buletin, pers rilis, delegasi ke DPR, mendatangi menteri, mendatangi Presiden, dll. Lalu dijelaskan bahaya dan kerugian yang akan diderita rakyat serta pertentangannya dengan syariah Islam kepada masyarakat di berbagai forum. Bahkan bila diperlukan dapat dilakukan dengan demontrasi damai (masirah). Dengan ini semua, masyarakat sedikit demi sedikit akan tersadarkan.
3. Membongkar rencana jahat kaum kafir (kasyf al-khuthath). Rasulullah saw. sering menyampaikan wahyu terkait rencana jahat kaum kafir. Sebagai contoh, membongkar rencana tokoh Quraisy (seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Umayyah ibn Khalaf dan Walid bin Mughirah) yang berdiskusi di pusat kajian strategis mereka, Darun Nadwah, dengan memberikan cap negatif pada diri Rasulullah saw.; membongkar persekong-kolan kaum kafir dengan kaum munafik. Allah SWT membongkar rencana jahat ini dalam QS al-Mudatstsir [74] ayat 18-26.
Meneladani hal ini, dalam upaya penegakkan Khilafah, penting untuk membongkar makar negara kafir imperialis dan anteknya. Misalnya, rencana jahat AS di Irak, Afganistan, Pakistan dan Bangladesh perlu dijelaskan kepada masyarakat dalam khuthbah, kuliah subuh, pengajian ibu-ibu, dll. Masyarakat juga perlu dipahamkan tentang hakikat kunjungan Obama ke Indonesia yang hanya ingin lebih mencengkeramkan kakinya di negeri Muslim terbesar ini serta menghalangi bersatunya umat Islam dalam Khilafah; disamping untuk kepentingan minyak, gas, ekonomi, pangkalan militer, dan pembentukan lobi Yahudi-AS di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai seminar, workshop, tablig akbar, dll; juga dengan mengirim delegasi ke ormas, LSM, partai politik, pesantren, DPR, Kementrian Luar Negeri, dll.
4. Penting juga untuk melakukan advokasi bagi kepentingan umat (tabanni mashalih ummah). Caranya, dengan melakukan advokasi bagi kepentingan umat. Misalnya, ketika ada pihak yang ingin melakukan yudisial review UU Penodaan Agama, maka perlu dilakukan perlawanan dengan menjadi pihak terkait dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Ketika terjadi malpraktik maka dapat dilakukan upaya pembelaan terhadap korban. Dilakukanlah advokasi terhadap pihak terkait, termasuk penguasa. Disampaikan solusi menurut Islam. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sampai hasil yang diinginkan.
Jika semua aktivitas itu dilakukan secara intensif dan masif maka insya Allah dengan izin Allah SWT taraf berpikir umat akan makin meningkat. Pembelaan dan dukungan terhadap syariah dan Khilafah beserta para pejuangnya akan menggelontor. Sebab, di mata umat makin tampak siapa sebenarnya yang berjuang untuk membebaskan mereka dari penjajahan.
3. Tahap Tiga: Istilam al-Hukmi dengan Dukungan Ahlun Nushrah.
Pada saat kehendak dominan masyarakat menghendaki syariah dan Khilafah, maka masyarakat bersama dengan kelompok pejuang syariah dan Khilafah akan menuntut penguasa agar menegakkan Khilafah atau mundur seraya menyerahkan kepemimpinan kepada mereka. Umat tidak percaya lagi kepada penguasa maupun wakil mereka. Terjadilah kevakuman kekuasaan. Mereka yang terdiri dari tokoh-tokoh berbagai daerah dari berbagai kalangan dan organisasi membentuk semacam ahlul halli wal ‘aqdi untuk membaiat khalifah. Bila penguasa secara sukarela menyerahkan kekuasaan atas dasar kesadaran bahwa mereka sudah delegitimasi, tidak lagi dipercaya oleh rakyat, apalagi mereka berubah menjadi mendukung tuntutan masyarakat itu, maka ketika itu terjadilah penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa baru (istilam al-hukmi). Mereka hanya tinggal mengumumkan ke publik, “Kami mundur dari kekuasaan ini karena sudah tidak lagi dipercaya rakyat sebagai pemilik kekuasaan tersebut.”
Namun sebaliknya, bila mereka tak mau melepaskan kekuasaan kufurnya, lalu menghadapi rakyat sebagai pemilik kekuasaan dengan kekerasan maka di sinilah pentingnya dukungan pemilik kekuatan (ahlul quwwah, ahlun nushrah) terhadap dakwah. Oleh sebab itu, sejak awal perlu adanya dukungan ahlun nushrah.
Mereka yang masuk ke dalam ahlun nushrah adalah setiap pemilik kekuatan, termasuk militer. Dengan adanya dukungan ahlun nushrah penyerahan kekuasaan akan terjadi dengan damai. Begitulah yang dialami oleh Nabi saw. saat menegakkan pemerintahan di Madinah.
Cara untuk meraih dukungan ahlun nushrah tidak lain dengan mendatangi dan mendakwahi mereka. Mereka adalah putra umat Islam. Tengoklah apa yang dilakukan Rasulullah saw. Selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Makkah, beliau juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Makkah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik yang datang untuk berdagang maupun yang hendak melakukan ibadah di sekitar Ka’bah. Beliau berdakwah di jalan-jalan, Pasar ‘Ukadz dan Mina. Di antara mereka ada sekelompok orang dari Madinah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka para pemilik kekuatan di sana. Merekalah yang kelak menjadi ahlun nushrah bagi Nabi saw.
Ketika istilam al-hukmi telah terjadi, maka di tengah penguasa yang telah kehilangan legitimasinya, khalifah dengan dukungan rakyat mengumumkan tegaknya Khilafah. Penyelesaian peralihan kekuasaan dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya sesuai dengan realitas politik waktu itu. Dengan teknik seperti ini penegakkan Khilafah akan berjalan secara alami. Wallahu a’lam. []