Ibnu Hajar Al-Asqalani ,Hafal Alquran Sejak Kecil

Voa-Khilafah.co.cc - ''Wudunya ringkas, tapi tepat. Bila berniat (dalam ibadah), cepat jadi. Bahkan, dia mencela orang-orang yang dalam niat selalu waswas dan lama,'' demikian keterangan beberapa ulama tentang pribadi Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Ibnu Hajar Al-Asqalani bernama lengkap Al-Imam al-Allamah al-Hafizh Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar al-Kinani al-Asqalani al-Syafi'i al-Mishri. Kemudian, ia dikenal dengan nama Ibnu Hajar Al-Asqalani dengan gelar Al-Hafizh. Nenek moyangnya berasal dari Asqalan, kota kuno yang terletak di pantai Suriah dan Palestina, dekat Jalur Gaza.

Beliau lahir di Mesir pada 22 Sya'ban 773 H dan wafat pada 8 Rabiul Akhir (Tsani) 852 H. Ibnu Hajar adalah putra dari pasangan Nuruddin Ali dan Nijar binti al-Fakhr Abu Bakar. Ayahnya dikenal alim dan hafal Alquran lengkap dengan qiraah sab'ah(tujuh bacaan Alquran--Red). Ayahnya wafat ketika dia berumur empat tahun (23 Rajab 777 H), sedangkan ibunya meninggal dunia ketika Ibnu Hajar masih bayi.

Sebelum wafat, ayahnya berwasiat kepada dua orang alim untuk mengasuh Ibnu Hajar yang masih bocah itu. Mereka adalah Zakiyuddin Abu Bakar al-Kharrubi dan Syamsuddin Ibnul Qaththan al-Mishri. Dalam pengasuhan Al-Kharrubi, Ibnu Hajar tumbuh menjadi anak yang cerdas. Pada usia lima tahun, Ibnu Hajar belajar Alquran dan usia sembilan tahun hafal Alquran. Beliau belajar Alquran kepada Shadruddin Muhammad bin Muhammad Al-Shafthi, seorang ulama ahli qiraah. Dalam usia yang masih kecil, beliau juga menghafal kitab-kitab ilmu pengetahuan agama, seperti Al-Umdah, Al-Hawi Al-Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib, dan Milhatil I'rab.

Semangat Ibnu Hajar untuk belajar ilmu agama begitu tinggi. Tidak hanya di Mesir, beliau juga belajar ilmu agama ke beberapa negara, antara lain Makkah dan Madinah. Pada usia 11 tahun, beliau melaksanakan ibadah haji bersama dengan Al-Kharrubi. Di Makkah, beliau dipertemukan dengan ulama hadis terkenal yang bernama Syekh Afifuddin An-Naisaburi An-Nisywari untuk belajar Shahih Bukhari.

Selain di Makkah, beliau juga ke Damaskus (Syria) untuk belajar sejarah kepada Ibnu Asakir, Ibnu Mulaqqin, dan Sirajuddin Al-Bulqini. Di daerah Palestina, seperti Nablus, Ramalah, Ghuzzah, dan Khalil beliau belajar dengan banyak ulama. Begitu juga di kota Yaman, Ibnu Hajar belajar dengan banyak ulama-ulama terkenal.

Ulama lainnya tempat Ibnu Hajar menuntut ilmu adalah Abul Fadhl al-Iraqi (wafat tahun 806 H). Al-Iraqi inilah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan nama Al-Hafizh, dan meminta beliau untuk mengajar dan berfatwa. Abul Fadhl al-Iraqi sangat kagum dengan keilmuan yang dimiliki Ibnu Hajar, terutama dalam bidang ilmu hadis.

Dalam bidang ilmu bahasa arab, Ibnu Hajar belajar kepada Al-Fairuz Abadi RA, penyusun kitab Al-Qamus, juga kepada Ahmad bin Abdurrahman. Untuk masalah Qiraat al-Sab'ah, beliau belajar kepada Al-Burhan at-Tanukhi, dan ulama lainnya, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang ilmu, khususnya fikih dan hadis.
Sementara itu, murid-murid beliau, di antaranya Imam Al-Shakhawi (wafat 902 H), Al-Biqa'i (wafat 885 H), Zakaria Al-Anshari (wafat 926 H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Karya Ibnu Hajar

Ibnu Hajar Al-Asqalani terkenal sebagai ulama yang sangat pandai, teguh dalam memegang prinsip, dan adil dalam menetapkan hukum. Selama hidupnya, beliau banyak menulis dan menghasilkan karya. Menurut sebagian ulama, jumlah karyanya mencapai 289 judul. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadis secara riwayat dan dirayat (kajian).

Dan, seluruh kitab yang ditulisnya senantiasa mendapatkan sambutan hangat dari umat Islam. Sampai saat ini, karyanya masih banyak dipelajari di berbagai lembaga pendidikan, termasuk di Indonesia. Di antara karyanya itu adalah Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari, Bulugh al-Maram min Adillatil Ahkam, al-Ishabah fi Tamyiz Al-Shahabah, Tahdzib al-Tahdzib, Al-Durar al-Kaminah, Taghliq al-Ta'liq, dan Inbaul Ghumr bi Anba'i al-Umr.

Hakim yang Adil dan Wara'

Ibnu Hajar Al-Asqalani, selain dikenal sebagai ulama yang sangat wara' (senantiasa berhati-hati terhadap sesuatu yang tidak jelas), beliau juga seorang hakim yang sangat adil ketika beliau menjabat sebagai Qadli al-Qudhat(hakim agung).Karena ketegasan dan kekritisannya terhadap sebuah permasalahan, jabatannya sebagai hakim sering kali mengundang ketidakpuasan dari penguasa (pejabat pemerintah) Mesir ketika itu. Dan, karena itu pula, beberapa kali jabatan beliau sebagai hakim agung terpaksa dicopot. Menurut catatan, pencopotan jabatan hakim agung itu terjadi hingga enam kali. Namun demikian, beliau tak pernah meminta jabatan itu, tapi justru penguasa sendiri yang akhirnya meminta beliau kembali untuk jabatan tersebut.

Pejabat pemerintah yang meminta beliau agar mau menjadi hakim agung tersebut adalah Sulthan Al-Muayyad dan Jalaluddin al-Bulqini. Saat pertama kali menerima jabatan hakim agung itu beliau sangat menyesalinya. Sebab, banyak masyarakat yang tidak menghormati seorang hakim, termasuk para pejabat negara yang suka mengancam apabila keinginan mereka ditolak, walaupun permintaan itu bertentangan dengan keadilan dan kebenaran.

Karena kondisi seperti itu, semangat beliau untuk menegakkan kebenaran dan keadilan semakin tegas. Beliau tak pernah takut terhadap kebijakan pemerintah yang memusuhinya. Berbagai pemberian maupun hadiah dari pejabat atau orang yang beperkara selalu ditolaknya. Beliau tidak mau menerima pemberian atau hadiah berupa apa pun. Penolakan itu beliau lakukan demi menjaga diri beliau dari hal-hal yang berbau suap (sogok). Memang, hadiah-hadiah yang ditawarkan kepada beliau berkaitan dengan jabatannya sebagai hakim. Ibnu Hajar menjabat sebagai hakim ini lebih dari 20 tahun.

Ibnu Hajar Al-Asqalani juga dikenal sangat wara'. Ia sangat hati-hati dalam soal makan. Bila terpaksa menghadiri sebuah undangan (walimah), ia pura-pura makan. Terkadang, ia memberikan makanan tersebut kepada orang yang duduk di sampingnya. Sehingga, yang punya hajat menyangka beliau menikmati hidangan tersebut. Hal itu dilakukannya untuk memuliakan tuan rumah. Padahal, tak satu pun makanan yang masuk ke perutnya. Beliau sangat hati-hati dalam hal ini karena takut ada barang yang tidak halal yang masuk ke perutnya.
Itulah Ibnu Hajar Al-Asqalani. Walaupun jabatan tertinggi dijabatnya, baik sebagai hakim agung maupun mufti (orang yang memberi fatwa), beliau tetap tawadlu' (rendah hati) dan senantiasa beribadah kepada Allah, tanpa diketahui orang lain. Beliau selalu berzikir, membaca tasbih, dan beristigfar dalam setiap kesempatan. Butiran tasbih yang dibawa, disembunyikan dibalik lengan bajunya agar tidak diketahui orang lain. Bila terjatuh, beliau cepat-cepat memungutnya dan menyembunyikannya kembali dibalik bajunya.
Di tengah-tengah tugas yang diembannya, beliau tetap tekun dalam samudra ilmu, seperti mengkaji dan meneliti hadis-hadis, membacanya, mengajarkannya kepada umat, menyusun kitab-kitab, mengajar tafsir, hadis, fikih, dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan dengan hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama dan tokoh-tokoh ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.

Kepergiannya (wafat) meninggalkan umat, membawa kesedihan yang mendalam. Seluruh rakyat Mesir memberikan penghormatan kepadanya. Bahkan, pasar-pasar yang biasanya ramai, tutup saat beliau meninggal dunia Wa Allahu A'lamu. (republika/voa-khilafah.co.cc)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers