Pengusaha Toko Buku dan Pengurus Komunitas Pengusaha Rindu Syari'ah (PRS) Pamekasan
Perbincangan tentang sistem pemerintahan selalu menjadi tema yang sangat menarik, bahkan menjadi krusial atau tabu (jika tidak mau dikatakan menakutkan) karena menyangkut stabilitas politik atau stabilitas para penguasa. Namun jika tidak boleh dibahas, lantas solusi apa yang bisa mereka (para politisi, anggota dewan, wakil rakyat, penguasa, tokoh masyarakat) tawarkan untuk menyelesaikan persoalan bangsa?
Bahkan, teori-teori dan analisa umum yang acap kali dipakai untuk mengurai kebuntuan sebuah persoalan yaitu 'think out of the box' tidak mampu keluar dari bingkainya, yaitu bingkai demokrasi. Bukankah hal tersebut sangat kontraproduktif bagi kreatifitas dan hak setiap orang untuk memperbaiki keadaan? Padahal kita juga mengetahui bahwa 'demokrasi' itu hanya sebuah produk manusia, hasil kejeniusan manusia yang sangat rentan salah dan menimbulkan masalah. Sejenius apapun hasil pemikiran manusia akan menimbulkan perbedaan persepsi alias tidak akan mampu menyelesaikan persoalan umat manusia.
Boleh jadi demokrasi akan dipandang baik oleh manusia karena dibandingkan dengan sistem otoriter atau kerajaan (yang juga ciptaan manusia). Lantas mengapa kita terlihat takut atau bersikap pengecut untuk berpikir dan bersikap 'out of the box'? Semisal dengan tegas mengatakan bahwa yang paling pantas dan paling tepat mengatur manusia adalah Yang Menciptakan Manusia, yaitu aturan Al-Khaliq. Dan bisa kita dapati statemen final Al-Khaliq dalam Alquran tentang sistem pengaturan manusia adalah sistem Islam. Sebagaimana sudah disebutkan dalam kitab Taurat (Nabi Musa) kepada bangsa Yahudi dan dalam kitab Injil (Nabi Isa) kepada kaum Nasrani, bahwa Nabi penghujung zaman dan terakhir adalah Muhammad SAW, dengan membawa ajaran Islam. Islam adalah agama yang kamil dan syamil, memiliki aturan yang lengkap dan sempurna untuk semua umat manusia; baik muslim maupun non muslim, sebagaimana firmannya: "Dan tidak Aku utus engkau (Muhammad) mela¬inkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam".
Kesempurnaan Islam adalah untuk seluruh umat manusia, karena Allah SWT. Mahatahu dan Dia-lah yang menciptakan manusia yang beragam. Bahkan Allah SWT, tegaskan dalam Alquran "Tidak ada paksaan dalam beragama'. Sehingga tidak perlu diragukan lagi, jika sistem Islam dipakai dalam pengaturan urusan masyarakat, negara dan pemerintahan pasti itulah yang terbaik; baik bagi Muslim ataupun non Muslim.
Persoalan pluralitas bukan uzur dan hambatan yang membuat kita takut mene¬rapkan Islam dalam sistem pemerintahan, karena Rasulullah SAW sudah memberikan contoh dengan berdirinya Negara Madinah (tahu 622 M) kemudian dilanjutkan para Sahabat dan Khalifah selama 1300 tahun sampai runtuhnya Khilafah Turki Utsmani 1924H.
Runtuhnya sistem pemerintahan Islam Turki Utsmani bukan berarti karena Islam tidak lagi relevan, melainkan SDM yang pada saat itu mengalami kemerosotan (jumud) serta konspirasi Barat melalui siasat licik Musthafa Kemal. Jadi sungguh aneh, jika seorang muslim meyakini Islam sebagai akidahnya, melaksanakan ibadah dengan cara Islam, kemudian berpolitik dengan azas Islam tetapi tidak berani menjadikan sistem pemerintahan Islam sebagai tujuan dan solusi keterpurukan bangsa Indonesia.
Pancasila adalah falsafah bangsa Indonesia yang memiliki nilai luhur, namun cukupkah falsafah Pancasila mengatur kehidupan? Tentu tidak! Atau UUD 1945 yang saat ini sudah mengalami lima kali amandemen. Sebenarnya para politikus dan penguasa kita hanya berlindung di balik Pancasila dan UUD 1945 untuk mempertahankan sistem sekuler-kapitalisme yang mereka terapkan atas intimidasi penjajah Barat. Fakta menunjukkan tidak satupun kebijakan pemerintah yang pro rakyat, artinya mereka tidak Pancasilais dan banyak melanggar pasal-pasal dalam UUD 1945.
Sesungguhnya para pemimpin dan penguasa kita telah menerapkan kapitalisme dalam sistem ekonomi, liberalisme dalam sistem sosialnya dan sekulerisme dalam politiknya. Kasus kriminalitas, beban ekonomi yang berat, korupsi, pergaulan bebas, narkoba dan kemaksiatan yang lain semakin menjamur adalah bukti pelanggaran tersebut. Stigma negatif tentang sistem pemerintahan Islam terus dihembuskan supaya para aktivis yang ikhlas hendak memperbaiki kondisi umat menjadi gerakan yang membahayakan, teroris atau radikal.
Demokrasi dengan unsur parlemennya merupakan hal yang bathil karena telah mengambil hak Allah SWT, sebagai Pencipta dan Pembuat Hukum. Allah SWT berfirman: "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah" (TQS At Taubah: 31). Terkait dengan ayat ini Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibn Jarir meriwayatkan dari berbagai jalur yang berpusat kepada Adi bin Hatim ra, bahwa ketika Adi bin Hatim ra. hendak menjumpai Rasulullah SAW, beliau SAW sedang membacakan ayat tersebut, "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah" Adi berkata: "Sesungguhnya kaum Nasrani dan Yahudi itu tidak menyembah ulama dan rahibnya" Nabi bersabda: "Memang mereka tidak demikian, tetapi para rahib dan ulama itu telah menghalalkan yang haram untuk umatnya dan mengharamkan perkara yang halal untuk umatnya, lalu umat itu mengikutinya. Itulah penyembahan umat kepada mereka” (lihat Tafsir Ibn Katsir).
Jadi sudah nyata-nyata sistem demokrasi menyuburkan kemaksiatan dan meratakan kesengsaraan umat. Politik dalam demokrasi, bukan untuk melayani dan memikirkan kepentingan rakyat, melainkan hanya usaha untuk melanggengkan kekuasaan dan meraih kepuasan materi yang sebanyak-banyaknya bagi individu dan kelompok tertentu.
Sudah banyak fakta, dengan sering bergantinya pemimpin kita sejak Orde Baru tetapi justru keterpurukan terus berlanjut, bayangkan utang Indonesia sudah mencapai 1.900 trilyun sampai dengan kwartal I 2011 (republika.co.id). Artinya, jika kita kembali berpikir “out of the box” bahwa tidak perlu dipertahankan lagi sistem demokrasi yang di negara asalnya (Amerika) sudah terbukti tidak mampu menyejahterakan. Saatnya kita bertaubat, dengan mengembalikan Hak Allah SWT (Al-Khalik) melalui diterapkannya syariat Allah SWT dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan sistem pemerintahan dalam bingkai Khilafah Islamiyah bukan sistem Otoriter, Teokrasi atau Kerajaan. (globalmuslim/voa-khilafah.co.cc)