Voa-Khilafah.co.cc - Karena dianggap sebagai alat politik busuk pemerintah untuk menghadang perjuangan tegaknya syariah dan khilafah, sekitar 3.000 ulama dari Jabodetabek dan sekitarnya menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Intelijen menjadi UU Intelijen.
Memang, salah satu anggota Komisi I DPR RI yang menggodog RUU Intelijen ini pernah menyatakan bahwa tidak perlu kuatir dengan disahkannya RUU Intelijen ini selama tidak mengancam empat pilar bangsa, yang salah satu pilarnya adalah Pancasila.
Namun, menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto, empat pilar bangsa atau Pancasila hanyalah retorika yang digunakan para pengusung ideologi kapitalisme untuk menghadang perjuangan tegaknya syariah dan khilafah.
Padahal karena diterapkannya ideologi kapitalisme inilah, dalam bidang politik misalnya, atas kebebasan menentukan nasib sendiri Timor Timur lepas. Dalam bidang ekonomi atas nama privatisasi kekayaan alam negeri ini dirampok asing.
“Ketika privatisasi, kenapa tidak dikatakan sebagai ancaman terhadap Pancasila? Tetapi ketika ada perjuangan menegakkan khilafah disebut mengancam Pancasila?” ungkap Ismail, Ahad (9/10) di Hall Volley, GBK Senayan, Jakarta.
Setelah RUU ini disahkan, sangat dimungkinkan bahwa para pejuang syariah dan khilafah sebagai lawan ideologi kapitalisme ditangkapi dengan delik mengancam “ketahanan ideologi” karena dengan tegas syariah mengharamkan privatisasi dan disintegrasi.
“Inilah siyasah politik busuk untuk menghadap tegaknya khilafah!” pekik Ismail.
Dalam kesempatan tersebut, Ismail pun menyeru kepada para hadirin untuk menolak RUU Intelijen itu. “Hizbut Tahrir menyeru kepada ulama yang hadir untuk menolak RUU Intelijen. Setuju? ” tanyanya.
“Setujuuu!” pekik peserta, termasuk Pimpinan Mahad Daarul Muwahhid KH M Shoffar Mawardi, Pimpinan Ponpes Al Husna KH Ahmad Zainuddin Qh, Mudir Ponpes Al Khairat Bekasi Kyai Amin Sholeh dan Mubaligh dari Tanjung Priok Habib Ahmad bin Idrus As Segaf. (mediaumat.com/gm/voa-khilafah.co.cc, 10/10/2011)