Voa-Khilafah.co.cc, JAKARTA, - Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Selama tujuh tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), permainan kotor dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran telah terjadi. Dalam arti korupsi berjamaah alias bancakan ‘ Tumpeng APBN ’ terus meroyak. Dalam kurun waktu itu ditemukan penyimpangan anggaran sebesar Rp 103,19 triliun.
Data tersebut disampaikan Sekjen Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan berdasar hasil audit BPK. ”Dari temuan yang direkomendasi oleh BPK itu, baru Rp 37,87 triliun yang ditindaklanjuti,” papar Yuna Farhan, saat menggelar jumpa pers tentang ‘ Evaluasi 5-2 Tahun Pemerintahan SBY ’ di Bilangan Cikini Jakpus, Minggu (23/10).
Menurut Yuna, ada sekitar Rp 17,93 triliun kerugian negara yang harus diselesaikan. Namun disayangkan, negara baru mampu mengangsur sebesar Rp 1,8 triliun. ”Dari 305 kasus senilai Rp 33,6 triliun yang diserahkan kepada penegak hukum, ada 139 kasus yang masih ditindaklanjuti,” jelasnya lagi. Dikemukakan lagi, penyimpangan anggaran yang disebut sebagai perampokan uang negara itu menjadi bukti bahwa Presiden SBY selama tujuh tahun ini kurang mampu memimpin. Yuna pun mengkritik langkah pemerintah yang terkesan menanggapi sepele temuan BPK.
”Saat ini, temuan audit BPK seolah-olah menjadi ritual prosedur tahunan saja dan tidak memberikan efek jera kepada perampok anggaran tersebut. Padahal, audit BPK itu bisa menjadi bahan atau dasar untuk menindaklanjuti perampokan uang negara yang selama ini terjadi,” katanya.
FITRA menduga sebagian besar para aktor utama di balik permainan anggaran adalah elite politik, baik di parlemen maupun di kementerian. ”Mereka yang duduk di parlemen dan yang di kementerian, namun berasal dari parpol tertentu kan dituntut untuk menghidupi partai politiknya dengan merampok uang rakyat dari APBN,” ujarnya.
Dengan kondisi anggaran yang carut marut itu, FITRA mendesak agar pemerintah memperbaiki mekanisme pembahasan anggaran baik di lingkungan birokrasi maupun di parlemen. Tujuannya untuk menutup peluang berkeliarannya para perampok uang negara tersebut.
”Carut marut proses penganggaran hanya akan menguntungkan para elite politik yang secara leluasa memburu rente anggaran dengan secara sistematis maupun masif pada setiap tahapan penganggaran,” katanya lagi.
Menurut Yuna Farhan, Presiden SBY selalu memberikan peringatan kepada semua jajarannya untuk berhemat dalam penggunaan anggaran. Namun, peringatan itu hanya sebagai lip service belaka. Padahal hampir setiap tahun SBY menginstruksikan jajaran birokrasinya untuk melakukan penghematan belanja perjalanan dinas dan selektif.” Namun kenyataannya di lapangan kondisi pemborosan itu terus berulang,” ujarnya.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa instruksi SBY tak pernah digubris oleh para bawahannya. Ada pepatah mengatakan ; ‘ jeruk kok makan jeruk ‘ samimawon dong. (mr. heal / kry )
(gm/voa-khilafah.co.cc)