JAKARTA, (Voa-Khilafah.co.cc) – Meskipun diwarnai kecaman dan penolakan dari berbagai elemen, toh pada akhirnya RUU Intelejen disahkan juga. Berbagai kelompok dari elemen masyarakat menolak dan mengecam pengesahan UU yang kental akan inflitrasi asing tersebut.
Kecaman dan penolakan tersebut, dikarenakan banyaknya pasal kontroversi yang memungkinkan penyalah gunaan Undang-undang Intelejen oleh kelompok tertentu, mengingat para penguasa dan pejabat di Indonesia adalah ‘tipe pemimpin yang gampang dibeli’.
Berikut adalah pasal-pasal bermasalah yang terdapat dalam RUU Inteljen:
b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase, yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalankan proses hukum.
(3) Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri.
d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
Setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka dan/atau membocorkan rahasia intelijen sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya rahasia intelijen sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, dipidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta.
Setiap Personel Intelijen Negara yang membocorkan upaya pekerjaan, kegiatan, sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/atau personel intelijen negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas intelijen negara sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Tidak adanya penyamaan persepsi terkait deskripsi frase-frase yang multitafsir membuat pasal-pasal tersebut dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi dan membungkam siapapun yang mengkritik pemerintah. Hal ini tentu saja, bukan hal yang salah jika pengesahan undang-undang intelejen pada dasarnya adalah ‘cara halus’ mengembalikan Indonesia pada rezim represif, karena memang pada kenyataannya orang-orang dan tokoh-tokoh dibalik undang-undang intelejen tersebut tak lain adalah generasi ‘yang dibesarkan dan merupakan hasil didikan rezim represif’ tersebut. Wallohualam. (dbs/arrahmah/gm/voa-khilafah.co.cc)