Voa-Khilafah.co.cc - Pengesahan RUU Intelejen tinggal menunggu ketuk palu dari Sidang Paripurna DPR Oktober tahun ini. Draf RUU intelijen terakhir , meskipun terdapat beberapa perubahan dalam beberapa pasal , namun tetap saja memberikan potensi untuk mengembalikan rezim represif dengan dalih mengancam keamanan negara atau mengancam ketahanan negara. Persoalannya , tidak ada kejelasan tentang pengertian keamanan negara atau ancaman ketahanan negera. Sehingga menjadi pasal karet yang multitafsir, yang bisa digunakan dalam kepentingan penguasa.
Untuk itu , Hizbut Tahrir Indonesia melakukan Aksi Damai menolak disahkannya RUU Intelijen pada Selasa (4/10). Sekitar 1500 peserta aksi memadati halaman di depan pintu gerbang Gedung DPR-RI Senayan untuk menolak disahkannya RUU Intelijen. Sebagian peserta membawa poster bertuliskan ‘RUU Intelejen Menindas Rakyat’ dan spanduk bertuliskan ‘Tolak!!! RUU Intelijen Lahirkan Rezim Represif dan Menindas Rakyat’
Dalam orasinya Ketua DPP HTI Farid Wadjdi menyampaikan dengan Undang-undang ini Intelijen nantinya masih berpeluang dijadikan alat oleh pemerintah, dalam hal ini Presiden. Atas perintah kepala BIN seseorang bisa disadap dengan bukti permulaan yang cukup. Dimana keputusan itu cukup dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Dalam prakteknya selama ini sering terjadi ‘permainan kotor’ antar instansi negara yang dipakai untuk kepentingan penguasa.
Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menyatakan memang benar intelijen diperlukan dalam sebuah negara. Tapi mestinya bukan untuk memusuhi rakyat. Juga tidak boleh menjadi alat kekuasaan untuk kepentingan kekuasaan semata-mata. Apalagi jika intelijen digunakan untuk memberangus setiap usaha memperjuangkan syariah Islam. Masa rezim Orde Baru dengan intelijennya, cukuplah menjadi pengalaman pahit bagi rakyat, khususnya umat Islam.
Beberapa frase yang multitafsir , tidak jelas, sangat berbahaya untuk menjadi palu politik (political hammer) penguasa, jelas Ismail. Dia mencontohkan tentang ketahanan ideologi, ketika ideologi ditafsirkan penguasa dengan pandangan kapitalisme, siapapun yang mengancam kapitalisme akan dianggap sebagai ancaman negara. Syariah Islam yang memang bertentangan dengan kapitalisme , akan dianggap ide yang mengancam , sehingga pengusungnya akan dianggap sebagai ancaman negara. Padahal syariah Islam justru menyelamatkan rakyat dari kapitalisme yang selama ini menjadi biangkerok berbagai persoalan di Indonesia.
Sama halnya, ketika pengertian ketahanan bidang ekonomi tidak jelas, penguasa akan memandang ketahanan ekonomi berdasarkan persfektif kapitalisme dan neo liberal, siapa saja yang mengkritik privatasiasi atau liberasasi ekonomi, bisa dianggap mengancam ketahanan ekonomi, dan mereka bisa dijadikan sasaran intelijen dan musuh negara. “Pasal-pasal karet ini sangat berbahaya , justru bisa untuk membungkam suara rakyat yang ingin melakukan perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik,”tegasnya.
Karena itu ,lanjut Ismail Yusanto , Hizbut Tahrir Indonesi Menolak RUU Intelijen tersebut. Dalam pandangan syariat Islam, negara haram memata-matai rakyat. Ismail mengutip firman Allah SWT : dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (QS al la-Hujurat [49]: 12). Dan Rasul saw bersabda: Sesungguhnya seorang amir itu, jika ia mencari keragu-raguan (sehingga mencari-cari kesalahan) dari rakyatnya, berarti ia telah merusak mereka (HR Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Ismail Yusanto juga menegaskan kepada seluruh umat bahwa hanya dengan penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah sajalah, negara tidak akan menjadi musuh rakyat, tidak penuh curiga kepada rakyat dan tidak sibuk memata-matai rakyat. Dengan itu pemerintah dan rakyat akan menyatu menjadi kekuatan besar demi terwujudnya rahmat bagi semua.
Aksi ditutup dengan pembacaan doa dan massa yang memadati Gedung DPR membubarkan diri dengan tertib.[hti/voa-khilafah.co.cc]FM