Peran Ulama masa lalu di masa ke-khilafahan Islamiyah,
Peran mereka dalam mendorong revolusi kini
Dan kontribusi mereka dalam melestarikan system sekuler yang ada.
Voa-Khilafah.co.cc - Dalam lintasan sejarahnya yang panjang, khilafah Islamiyah dipenuhi dengan kemuliaan dan keagungan. Para ulama telah menorehkan keagungan dan kemuliaan tersebut dengan kedudukan mereka yang abadi dan tiada bandingannya bersama para penguasa serta perhatian mereka yang besar terhadap permasalahan umat. Mereka senantiasa melakukan control (muhasabah) terhadap para penguasa sebagai pelaksana hokum syariah Islam dan mengawal mereka untuk hanya menerapkan Islam saja serta mengkritik sebagian mereka yang loyal kepada musuh-musuh Islam.
Mereka melakukan perannya tersebut dengan penuh kejujuran dan keikhlasan untuk Allah dan agamaNya yang lurus semata. Mereka laksana bintang-bintang yang menerangi para penguasa dan rakyatnya dalam gelapnya kehidupan.
Para ulama pada zaman itu telah menampakkan kemuliaan Islam dan membangun hakikat syariah Islam yang bersih, murni dan jernih pada posisinya yang kokoh di hadapan para penguasa yang menyimpang bahkan dihadapan para penjahat sekalipun.
Begitu juga dalam menyelesaikan urusan-urusan Negara, mereka berupaya menundukkan para pemimpin, kekuasaan dan rakyatnya pada syariah. Mereka menampakkan kepada dunia pengaruh kekuatan iman terhadap syariah dalam musibah dan kesulitan. Mereka bersabar dan tetap berani menyampaikan kalimat hak dihadapan para penguasa yang dhalim tanpa mempedulikan kekuasaan, kekuatan dan besarnya bala tentara yang dimiliki para penguasa.
Tidaklah mengherankan, merekalah sesungguhnya para pemegang panji-panji syariah yang hakiki. Para penguasa dhalim yang berpaling dari Islam tidak pernah bisa memanfaatkan mereka untuk memujudkan keinginan hawa nafsu mereka atau memaksa mereka dengan kekuatan dan kekerasan agar berjalan bersama kedhaliman.
ولم يركنوا إلى الظلمة منهم منكرين عليهم سوء أفعالهم وقبيح تصرفاتهم وفساد أقوالهم، ساعين لمحاسبتهم على ذلك التقصير بصراحة وجرأة لا غموض فيها ولا كنايات لأنهم لا يخافون في الله لومة لائم، وترى منهم الركع السجد في سجون الحكام الظلمة يلتمسون رحمة الله وطلب رضاه، ويكتبون ويؤلفون ويهدون الناس إلى الطيب من القول خدمة للإسلام ورعاية المسلمين،
Mereka tidak condong kepada kedhaliman. Mereka selalu mengingkari perbuatan-perbuatan buruk para penguasa, ucapan-ucapan mereka yang korup serta perilaku mereka yang curang. Mereka berusaha menasehati para penguasa dengan lantang, terusterang, tidak samar dan berbelit-belit tanpa takut sedikitpun di Jalan Allah terhadap celaan para pencela. Anda menyaksikan mereka ruku dan bersujud di dalam penjara para penguasa dhalim sembari mengharap rahmat Alloh dan keridhaanNya. Mereka mengarang buku dan menunjukkan manusia dengan ucapan yang baik sebagai bentuk pengabdian mereka kepada Islam dan perhatian terhadap urusan-urusan umat Islam.
أما الجهاد ومقاتلة الأعداء فتراهم في مقدمة الجند وعلى رأس النفيضة، وهكذا أثبت العلماء من قبل أن وجودهم هو من أجل الإسلام وحده وأنهم حقاً ورثة الأنبياء.
inilah apa yang akan memberikan manfaat bagi mereka di dunia dan di akhirat sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW,
«إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ، إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ». (رواه مسلم)
”Jika seorang manusia meninggal terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; Shadaqah Jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim).
Adapun dalam jihad dan perang melawan musuh anda akan menyaksikan mereka berada di pasukan terdepan yang menggentarkan lawan. Demikianlah keteguhan para ulama dahulu, keberadaan mereka hanyalah untuk Islam semata dan merekalah pewaris para Nabi yang sesungguhnya.
Kedudukan para ulama ditengah-tengah umat
Sesungguhnya manusia tanpa keberadaan ulama akan bodoh dan mudah dilencengkan oleh syetan-syatan baik dari jenis manusia maupun jin, tiap sudut mereka diselimuti kebodohan dan hawanafsu. Keberadaan ulama merupakan ni’mat Allah swt yang diberikan kepada penduduk bumi. Merekalah lentera-lentera yang menerangi, para pemimpin yang memberi petunjuk dan hujjah Alloh di atas bumi. Merekalah yang akan memusnahkan segala pemikiran sesat, segala bentuk keraguan dari dalam hati dan jiwa manusia. Merekalah pondasi keimanan dan kekuatan umat. Mereka laksana bintang-bintang di langit yang memberI terang dalam kegelapan dunia di darat dan dilautan.
Rasulullah saw bersabda,
«إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِى الأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِى السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِى ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْر،ِ فَإِذَا انْطَمَسَتِ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الهُدَاةُ» رواه أحمد
”Sesungguhnya perumpamaan para ulama di bumi seperti bintang-bintang di langit yang menunjukkan dengan cahaya dalam kegelapan di darat dan di laut, jika bintang-bintang itu tenggelam timbullah keraguan dan hilanglah petunjuk arah”. (HR. Ahmad)
Merekalah pewaris nabi. Rasulullah saw bersabda:
«وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ»
”Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti cahaya bulan purnama atas bintang-bintang, dan sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabi. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi)
Rasululloh saw juga bersabda,
«فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ» رواه الترمذي.
”Keutamaan yang berilmu terhadap ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang dibawah kalian. Sesungguhnya Allah dan para malaikat dan penduduk langit dan bumi hingga semut di sarangnya, dan serangga benar-benar berdoa kebaikan bagi para ahli ilmu diantara manusia.” (HR. At Tirmidzi)
Semua keutamaan itu diperuntukan bagi para ulama yang berjalan diatas kebenaran, mencintai kebaikan, melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar, mengoreksi dan menasehati para penguasa, bekerja siang malam demi kemaslahatan kaum muslim, memperhatikan urusan-urusan umat dan siap menanggung kesulitan dan sakit demi hal itu.
Semua kemulian ini diperuntukkan bagi para ulama pembela dan penjaga Islam. Yang menyeru para pengusa untuk menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan dengan lisan yang jujur dan hati yang kokoh. Yang menghiasi diri mereka dengan akhlaq para nabi, perbuatan mereka merupakan terjemahan hokum al Quran dan as Sunnah. Orang-orang Yang berkata terhadap orang-orang yang dhallim tentang kedhaliman mereka dan terhadap para perusak tentang kerusakan mereka. Orang yang memperbaiki apa yang rusak, meluruskan apa yang bengkok tanpa gentar terhadap siapapun dan tidak takut celaan para pencela karena Allah Ta’ala.
Orang-orang yang tidak takut kepada para pengusa dhalim atau para dictator karena mereka mengimani sabda Rasul dan Nabi mereka Muhammad SAW yang diriwayatkan al Imam al Husayin Ibnu Jalil r.a,”Siapa saja yang melihat penguasa dhalim menghalalkan apa yang Alloh haramkan melanggar janji Allah menyalahi sunnah Rasulullah saw memperlakukan hamba Alloh dengan dosa dan permusuhan kemudian dia tidak merubahnya baik dengan perbuatan maupun ucapan, maka hak bagi Allah memasukannya ke dalam neraka”. (HR Thabrani dalam kitab at Tarikh dan Ibnu al Atsir, dalam al Kamil dan lainnya)
Mereka adalah orang-orang yang tidak berhenti dari kewajiban menyampaikan kebenaran. Tidak menyembunyikan hokum syara dalam satu masalah baik terkait urusan-urasan umat ataupun berkaitan dengan Negara ataupun tingkah laku para pemimpin karena mereka beriman kepada firman Alloh swt:
(إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ ﴿١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati Allah dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati”. (Qs. Al bAqarah [2]:159)
وَإِذَ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya”. QS. Ali Imran [3]: 187)
Kehadiran Kiyai di Liqo Syawwal Ulama 1432 H di Pasuruan-Jawa Timur |
Kebaikan umat
Kebaikan para ulama dan umara
Sesungguhnya baiknya masyarakat bergantung pada kebaikan ulama dan umaranya. Dan kerusakannya bergantung kepada kerusakan para ulama dan penguasanya. Hal itu sebagaimana di ucapkan orang yang terpercaya yang tidak pernah berbicara berdasarkan hawa nafsu dan senantiasa dibimbing oleh wahyu, Muhammad SAW beliau bersabda:
«صنفان من الناس إذا صلحا صلح الناس وإذا فسدا فسد الناس العلماء والأمراء» رواه أبو نعيم في الحلية.
“Dua kelompok manusia, jika keduanya baik maka baiklah manusia dan jika keduanya rusak maka rusaklah manusia; ulama dan umara”. (HR. Abu Na’im alam Kitab al Hilyah)
hal ini sebagaimana telah terbukti dalam lintasan zaman. Manusia terbagi menjadi dua kelompok.Pertama , yang mengikuti ulama dan dipengaruhi oleh arahan-arahan ulama, meyakini pendapat-pendapat mereka, serta mengikuti jejak mereka dalam ketaatan terhadap Allah dan RasulNya, berjalan diatas manhaj mereka yang mengikuti hokum syariah Islam, bersama mereka memerangi kekufuran, menginkari apa saja yang bertentangan dengan Islam, mendukung mereka dalam setiap kebaikan dan kemaslahatan bagi umat, demikianlah hingga terwujud kebaikan umat.
Kedua, kelompok manusia yang mengikuti para penguasa. Jika para penguasa mereka baik, kelompok ini takut terhadap hokum mereka jika menyimpang, tidak berani mengkritik mereka, gentar dengan kekuatan mereka. Meskipun kelompok kedua ini buruk, ingin berbuat dhalim dan ingin melakukan kerusakan di tengah masyarakat, akan tetapi mereka akan berbuat kebaikan dan ketaatan sebagaimana yang diperintahkan para penguasa mereka, hingga terwujudlah kebaikan. Dengan kata lain, manusia sangat bergantung akan keduanya.
Seseorang akan melihat kekuatan seorang ulama. Dia menyaksikan kebaikan hatinya, kemulian akhlaknya, menyukai keadilan dan membenci kedhaliman, senantiasa mengataka yang hak meskipun terhadap dirinya, memerangi kedhaliman dengan kekuatan pemikirannya, membantah para penentang syariah dengan kekuatan agumentasinya. Jika ia melihat penguasa yang dhalim dia akan mengingkarinya. Jika ia melihat pemimpin fasik maka ia akan menasehainya dan membantunya berbuat kebaikan, dengan begitu terwujudlah kebaikan, maka baiklah manusia.
Seseorang menyaksikan pemimpinnya bertaqwa, beriman, menghabiskan waktu malam dan siangnya berkhidmat kepada umat, menjaga akhlak, menjadi pembela dan penjaga Islam. Dia marah jika terjadi pelanggaran terhadap apa yang diharamkan Allah dan bersedih jika syariahNya diabaikan, berusaha menegakkan keadilan dan menyelesaikan ketidakadilan meskipun dilakukan hanya oleh seorang individu rakyatnya, karena meyadari akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin, sebagaimana di sabdakan oleh Rasulullah saw:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin, dia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari).
Dengan demikian akan terwujudlah kebaikan ditengah-tengah manusia.
Jika kedua kelompok ini rusak, misalnya seorang pemimpin berperilaku jahiliyah rusak dan merusak, dhalim dan tidak bermoral, merampas harta rakyatnya lalu menggunakannya untuk memenuhi hawanafsunya dan memuaskan para kroninya, mematikan jiwa-jiwa pekerjanya, menghalalkan apa yang diharamkan Alloh dan mengharamkan apa yang Alloh halalkan baik dengan sengaja ataupun mentakwilkannya, serta meyakini bahwa Negara dan umatnya akan bangkit dan baju tanpa Islam.
Sebaliknya dia melihat undang-undang jahiliyah sebagai sesuatu yang lurus untuk mewujudkan kemajuan dan kebebasan. Sementara berpegang teguh dengan Islam hanyalah kemunduran dan keterbelakangan. Dan dalam keadaan yang demikian itu kita menyaksikan penguasa tersebut membungkam lisan dan pena, menimbulkan keraguan serta membuka pintu-pintu penjaranya. Disisi lain para ulama dihadapan hal yang demikian itu hanya diam, tidak mengingkari, tidak merubah, tidak menasehati tidak pula menentangkanya dengan kata-kata. Mereka berusaha mencari keselamatan buat dirinya sendiri meski degan cara mentakwilkan ayat-ayat al quran dan hadist-hadist Rasululloh saw.
Para ulama itu berpandangan bahwa diamnya mereka dihadapan kedhaliman penguasa merupakan hikmah, untuk menghindari pukulan yang menyakitkan seraya berkata bahwa mengingkari dan mempebaiki kedhaliman penguasa itu merupakan hal yang tidak mungkin.
Kita menyaksikan sebagian ulama, jika mereka memberikan nasehat dalam sebuah kesempatan, nasehatnya mematikan hati tidak menghidupkannya, mengulang-ulang perkataan yang tidak ada kaitannya dengan realita kehidupan mereka.
Diantara mereka bahkan ada yang menyerang siapa saja menjelaskan kerusakan system dan membongkar kedhaliman penguasa dengan penuh semangat. Melalui media dan mimbar-mimbar mereka memuji-muji para penguasa dan membagus-baguskan kedhaliman mereka, dan menyebut-nyebut kebaikan mereka kepadanya dan mempercantik perbuatan-perbuatan mereka dengan nash-nash alquran yang mereka takwilkan sendiri agar seseuai dengan kelakuan para penguasa, peraturan dan perundangan yang berlaku untuk meraih keridhaan mereka, seperti ucapan mereka:”
“Sesungguhnya demokrasi itu berasal dari Islam, sama dengan syura” padahal demokrasi hakiaktnya adalah system kufur yang diharamkan untuk mengambil, menerapkannya dan mendakwahkannya.
Diantara mereka juga ada yang berusaha melangkah dengan kedua kakinya untuk mendapat pengakuan para penguasa. Mereka membenarkan kebohongan para penguasa bahkan membantu mereka dalam kedhaliman, mengikuti hawa nafsu mereka serta membaik-baikan perbuatannya. Rasulullah saw telah memperingatkan kita tentang perbuatan-perbuatan mereka. Beliau saw bersabda:
“Akan ada para pemimpin kalian yang memerintah kalian dengan dengan perkara yang mereka tidak melakukannya. Barangsiapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kedhaliman mereka maka dia bukanlah dari golonganku dan aku bukanlah golongan mereka, dan aku tidak akan membelanya”. (HR. Ahmad, an Nasai, tirmidzi dan al Bazar)
“Sesungguhnya aku tidak takut akan umatku baik mukmin ataupun musyrik. Adapun orang mukmin akan diberikan pahala atas keimanannya, adapun orang musyrik dia akan menderita dengan kekufurannya. Akan tetapi aku mengkhawatirkan seorang munafik yang pandai bicara berkata apa-apa yang kalian ketahui dan melakukan apa-apa yang kalian ingkari” (HR Thabrani dan al Bazar)
Rasulullah saw bersabda:”didatangkanya pada penduduk neraka seorang laki-laki dalam keadaan keluar isi perutnya dan dia berputar-putar sebagaimana keledai berputar pada pancang. Kemudian penduduk neraka mengelilinginya dan berkata,”Wahai fulan apa yang menyabkan siksamu begitu berat? Bukankah kamu dulu adalah orang yang suka melakukan amar ma’ruf nahyi munkar? Laki-laki itu menjawab:,”Benar aku memerintahkan kepada yang ma’ruf tapi aku tidka melakukannya. Dan akan melarang manusia dari perbuatan munkar tapi aku melaksanakannya”. (HR. ukhari Muslim)
Rasulullah saw ditanya,”Wahai Rasulullah siapakah seburuk-buruknya manusia? Beliau berkata,”Ulama jika mereka berbuat fasad” (Al Bayan wa at Tibyan liljaahidz hal. 16)
Ulama adalah garamnya dunia, jika ia berbuat fasad maka rusaklah manusia. Penyair berkata:”
Wahai para ahli baca wahai garam negeri
Tidak akan baik tempat garam jika garamnya rusak
Jika para ulamanya dan umaranya rusak maka rusaklah rakyat
Peran ulama bekerja
Dalam naungan khilafah Islamiyah.
sungguh ulama memiliki perang penting pada saat Abdurrahman ad dakhil mengumumkan terpisahnya Andalusia dari khilafah ‘Abasiyah
para ulama mukhlis memiliki peran sangat penting dalam melakukan control (muhasabah) kepada penguasa, menolong syariah dan berusaha secara terus menerus untuk menerapkannya dan menumbuhkan dorongan jihad pada generasi umat, menumbuhkan pemahaman yang benar pada mereka dan mengemban dakwah untuk menyatukan umat dan institusi politiknya, khilafah Islamiyah. Dan kami akan menyaksikan cahaya mereka dalam menjaga keberlangsungan khilafah Islamiyah dan penerapan syariah dan berupaya mengembalikannya setelah kejatuhannya.
Peran penting itu adalah dalam mejelaskan hokum syara dalam perkara itu. Mereka memberikan penjelasan bahwa pemisahan andalus dari khilafah ‘abasiyah hukumnya tidak boleh. Perkara ini mendorong dikirimnya pasukan oleh khalifah ke andalus untuk menyatukannya kembali ke tubuh khilafah dengan memerangi ‘Abdurrahman an Dakhil dan para pendukungnya. Hanya saja pasukan pendukung Abdurrahman ad dakhil lebih besar dan telah ada sejak masa kekhiafahan umawiyah. Hal itu telah menyebabkan kekalahan di pihak pasukan khilafah dan terlepasnya andalus untuk beberapa kurun.
2. Peran ulama dalam menggabungkan Mesir dan Syam ke dalam tubuh Khilafah Abasiyah: sungguh para ulama yang ikhlas selalu memperhatikan setiap peristiwa yang terjadi dalam tubuh umat dan berusaha memberikan solusi yang benar pada setiap permasalahan. Pada saat Shalahudin al Ayubi menjadi amir di Mesir dan Syam yang merupakan bagian dari khilafah fatimiyah yang kafir, para ulama dimasa itu menjelaskan hokum syara terkait wilayah tersebut bahwa Mesir dan Syam merupakan bagian dari Khilafah Islamiyah Abasiyah. Kemudian Shalahudin memerangi daulah fathimiyah dan mengembalikan Mesir dan Syam ke tubuh Khilafah Abasiyah.
3. peran ulama dalam menggabungkan negeri maghrib dan Andalusia ke dalam tubuh khilafah Islamiyah Abasiyah: Yusuf ibnu Taasyifiin telah mampu menyatukan wilayah Maghrib yang telah terpisah dari Abasiyah beberapa kurun. Karena kesunguhannya yang besar, kezuhudan dan ketaqwaan serta pengaruhnya, para ulama dan fuqaha maghrib yang jujur mengutusnya Yusuf ibnu Taasyifiin untuk menghadap khalifah Abasi, Al Muqtada bi amrillah (Khalifah Abasiyah) kemudian ia menyampaikan perihal bergabungnya Maghribi dengan kekhilafahan Abasiyah pada tahun 379 H. Kemudian beliau meminta khalifah untuk menggabungkan maghrib ke wilayah kekuasaannya. Kemudian khalifah memberikan panji sebagai tradisi dan memberinya gelar amirul muslimin. Hal itu telah membuat para ulama dan fuqaha maghribi bergembira.
Setelah Amirul Muslimin Yusuf bin Tasyifin berhasil menaklukan Spayol dan memerangi raja mereka al Fonso VI hingga menyerah, beliau lalu mencopot raja-raja kecil di wilayah tersebut untuk menjadikan Andalus dan maghrib menjadi wilayah terbesar ke dalam tubuh Khilafah Islamiyah Abasiyah.
4. Peran ulama setelah kejatuhan Khilafah Abasiyah: kejatuhan Khilafah Islamiyah Abasiyah sangat menggoncang kaum muslim, mereka tidak pernah membayangkan sebelumnya. Goncangan itu sangat besar hingga menciutkan hati-hati mereka. Di sinilah peran para ulama yang mukhlis tampak. Mereka menjelaskan hokum syara berkenaan apa yan wajib dilakukan oleh kaum muslim pada saat seperti itu.
Seorang ulama kuat, al Izza Ibnu Abdissalam memiliki peran besar dalam meyakinkan kaum muslim dan mengembalikan kewibawaan khilafah dan berhasil memerangi Tatar.
Pada saat Al Mustasir Billah Ahmad Abu Al Qasim bin A dh Dhahir bi amrillah Abi Nashir Muhammad bin an Naashir Li dinillah melarikan diri ke Mesir dia menetapkan nasabnya melalui Qadhi Qudhat Tajudin, yang kemudian membaiatnya sebagai Khalifah. Pertamakali yang membait beliau adalah penguasa Birbis kemudian Qadhi Tajudin kemudian al Alim Al Kabir al Izzi Abdussalam kemudian kaum muslimin. Kemudian beliau menyusun kekuatan tentara, lalu berangkat bersama sultan Birbis untuk mengembalikan Khilafah di Baghdad. Akan tetapi Tartar kemudian membunuhnya. Kemudian dibaiatlah Al Hakim bi Amrillah setelahnya meskipun Khilafah tersebut hanyalah sekedar nama bukan khilafah sebenarnya.
5. peran penting ulama dalam memerangi Tatar dan mengembalikan kepercayaan kaum muslim setelah kejatuhan Khilafah Abasiyah:
para ulama memiliki peran besar dalam menggerakkan kaum muslim untuk berjihad melawan Tatar dan mengembalikan kepercayaan kaum muslim setelah jatuhnya khilafah Islamiyah Abasiyah di Bagdad. ulama besar Ibnu Taimiyah berperan sangat istimewa dalam memotivasi dan menggerakkan tentara dibawah kepemimpinan Birbis yang berhasil mengalahkan Tatar satu tahun setengah setelah runtuhnya khilafah. Dengannya kembalilah kepercayaan dan kewibawaan kaum muslimin.
6. Peran ulama dalam pembebasan Konstantinopel:
Para ulama berperan besar dalam menggerakkan kaum Muslimin untuk membebaskan Konstantinopel dan menyoroti hadist Rasulullah saw yang menjelaskan tentang kedudukan orang yang berhasil membebaskannya.
«وَلَنِعْمَ الأَمِيرُ أَمِيرُهَا، وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ»
“Sebaik-baiknya pemimpin pasukan adalah pemimpin pasukan itu, dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukan itu”
Yang memberikan pengaruh besar dalam berbagai upaya untuk merealisasikannya sejak masa Khilafah Rasyidah hingga zaman Khilafah Abasiyah yang hanya sekedar nama semata di Mesir (zaman para raja) yang mendapat persetujuan Khilafah Islamiyah meskipun hanya sekedar nama. Para penguasa dari keluarga Utsman telah berusaha untuk membebaskan konstantinopel. Terakhir, Sultan Murad II berhasil mengepung konstantinopel selama 45 hari meskipun belum berhasil membebaskannya.
Dari sini nampaklah peran penting para ulama. Al Alim al Kabir Aaq Syamsudin (Muhammad Hamzah) beliau adalah pembebas konstantinopel secara maknawi. Beliau adalah guru dari Muhammad al Fatih. Beliau berkata kepada al Fatih saat memberikan pelajaran sebelum beliau menjadi kepala Negara Utsmaniyah”Engkau adalah pembebas Konstantinopel hingga beliau yakin bahwa beliaulah yang akan berhasil membebaskan konstantinopel, hingga akhirnya hal itu terealisasi pada tahun 1453 M.
7. Peran ulama dalam memproklamirkan berdirinya Khilafah Islamiyah setelah jatuhnya Khilafah Abasiyah: selama lebih dari dua kurun pada masa para raja (Bani Mamalik-Moghul-Daulah Utsmaniyah) kaum muslimin tidak memiliki Khilafah kecuali hanya sebutan saja karena kecintaan kaum muslimin terhadap agama mereka dan kedudukan khilafah dalam hati mereka.
Setelah sultan Salim I berhasil membebaskan Mesir dan Syam, nampaklah peran ulama dalam upaya menyatukan kaum muslimin dan wajibnya membaiat satu khalifah saja. Mereka sepakat untuk menurunkan khalifah Abasiy yang hanya sekedar nama dan menyempurnakan baiat bagi satu khalifah secara de facto, dibaitlah Khalifah Salim I sebagai satu-satunya khalifah bagi kaum muslimin.
Dengan hal itu terbuktilah kelembutan al Alim Jalaludin as suyuti yang terus menerus menyerukan kesatuan kaum muslimin dan mengembalikan khilafah. Dan memang, akhirnya bendera Khilafah berkibar di Mesir tempat dimana As Suyuti wafat setahun sebelum melihat Khilafah yang selalu beliau serukan.
8. Peran ulama saat kejatuhan Khilafah Utsmaniyah 1924 M: Jatuhnya Khialafah Ustmanyah berpengaruh besar pada jiwa-jiwa kaum muslim. Para ulama menangisinya, para penyairpun menyesalinya. Pemimpin para penyair, Ahmad Syauqi Rahimahullah berkata:
………..
Para raja dan semua yang ada menangisimu
India, para dewa dan Mesir bersedih
Menangisimu dengan air mata
Syam, Irak dan Persia mempertanyakan
apakah Khilafah lenyap dari bumi?
Peran para ulama sangatlah menonjol. Adalah seorang alim yang mukhlis memiliki kesadaran dan pemahaman yang baik terhadap realita dan hukum syara, al Ustadz Sa’id Biran memobilisasi ribuan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan terhadap penjahat abad ini (Attaturk) yang terlaknat.
Perlawanan itu berlangsung hingga beberapa bulan, hingga beliau bersama pengikutnya ditawan setelah peperangan yang sengit melawan Negara sekuler kemalis yang di back up Eropa dan inggris sebagai pendukung utamanya.
- دور العلماء في العمل لإعادة الخلافة الإسلامية من جديد: بعد النكبة الكبيرة التي مر بها المسلمون
9. Peran ulama dalam upaya mengembalikan khilafah yang baru:
Setelah bencana besar yang dialami kaum muslimin yaitu jatuhnya Khilafah Utsmaniyah, sesungguhnya peran ulama adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membebaskan kaum muslimin dan menyelamatkan mereka dari perpecahan dan ketercerai-beraian dengan mendirikan Khilafah yang dengannya umat menjadi mulia, menjadikannya kembali Negara nomor satu yang akan memimpin dunia dengan kekuatannya sebagaimana sebelumnya. Untuk itu bangkitlah sekumpulan ulama mukhlis yang memiliki pemikiran cemerlang mendirikan jama’ah (Partai) yang bekerja untuk mengembalikan Khilafah yang baru itu. Mereka di pimpin oleh al Fadhil al Alim al Mujtahid al siyasi Syaikh Taqiyudin an Nabhani (Rahimahullah). Partai yang dimaksud adalah Hizbut Tahrir yang meletakkan diatas tanggungjawabnya amanah mengemban Islam dan mengembalikan Khilafah Ar Rasyidah yang dengannya syariah Islam akan diterapkan dalam semua urusan kehidupan.
Ya ialah hizbut tahrir yang dari hari kehari semakin dekat pada maksud dan tujuannya, Yaitu mendirikan Khilafah ‘ala minhajinubuwah meskipun para rezim dan berbagai sarana informasi dengan sengaja menyembunyikan aktivitas besar dan agungnya yang Insyaalloh dengan izin Allah SWT akan menghantarkan kepada tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ‘ala Minhaji an Nubuwah.
10- دور العلماء في الثورات القائمة اليوم: عندما اندلعت الثورات في هذا العام 2011م، وبعد هروب زين العابدين بن علي وتنحي مبارك، فإن المدقق في دور العلماء في هذه الثورات وموقفهم تجاه ما يحدث سيجد أنهم ثلاثة أقسام رئيسية:
10. Peran ulama dalam revolusi-revolusi yang terjadi hari ini
Pada saat pecahnya revolusi-revolusi di tahun 2011 ini dan pasca kaburnya Zainal ‘Abidin bin Ali dan lengsernya Mubarak, maka sesungguhnya pengamatan yang cermat terhadap peran ulama dalam revolusi-revolusi ini serta posisi mereka terhadap segala apa yang terjadi dapat disimpulkan pada 3 poin penting:
- Kelompok ulama yang menentang revolusi yang terjadi dan membela mati-matian system sekuler dan mereka berpendapat bahwa para penguasa itu adalah ulil Amri sementara para revolusioner adalah kaum khawarij. Mereka ada dua golongan, sebagaimana orang-orang yang keluar dari ketaatan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.
Kelompok yang pertama adalah ulama penguasa bentukan rezim. Mereka secara kasat mata memuja dan memuji system itu siang dan malam, baik rahasia maupun terang-terangan. Mereka mengeluarkan fatwa-fatwa berdasarkan standar yang diinginkan penguasa. Contoh untuk hal itu adalah seorang ulama yang di minta oleh Anwar Sadat untuk memberikan fatwa tentang berdamai dengan Yahudi. Ulama itu berkata kepada Anwar Sadat: “Fatwa apa yang anda inginkan, haram atau halal?”
Para ulama itu membaik-baikan para penguasa pengkhianat itu dan menjelek-jelekan para penentangnya. Memelintir nash-nash al Quran dan as Sunnah agar sesuai dengan apa yang diinginkan penguasa. Mengharamkan apa yang Alloh halalkan dan menghalalkan apa yang Alloh haramkan. Mereka memutarbalikan perkataan dan sesungguhnya menasehati mereka adalah perkara yang sangat sulit, karena bagi mereka ilmu adalah pekerjaan, dan mereka telah menyempurnakan pekerjaan mereka sesuai dengan apa yang diinginkan penguasa. Harapan akan kembalinya mereka pada posisinya yang benar seperti mengharapkan mayit hidup kembali. Meski demikian kami ingin mengatakan pada mereka:”Bertaqwalah kepada Alloh dan hari di mana mereka menjadi musuh atas sebagian yang lain dan saling berbantahan kecuali orang-orang yang bertaqwa!”
Kelompok kedua adalah ulama yang berpikiran keliru bahwa penguasa yang ada adalah ulil amri. Mereka para ulama yang tertipu. Mereka tidak mengetahui apakah “Waliyul Amri” di sematkan bagi para khalifah yang di baiat oleh kaum muslim atau juga bagi para penguasa hari ini yang diangkat oleh para penjajah melalui pemilihan dalam system demokrasi yang menipu dan haram atau kudeta militer yang diharamkan. Dan mereka tidak membahasnya apakah perkara itu benar atau salah. Maka dari itu, mereka memandang bahwa para revolusioner adalah orang-orang yang telah keluar dari ketaatan terhadap ulil amri yang syah (Khalifah).
Saran kami bagi mereka, kami katakana kepada mereka ‘Bertaqwalah kepada Alloh. Marilah kita selesaikan permasalahan yang ada dihadapan anda ini dengan brilian. Sesungguhnya kami merasakan adanya kebaikan pada diri anda. Semoga persangkaan kami benar dan intuisi kami tidak salah.
Sesungguhnya penguasa itu terdiri dari dua:
- Waliyul Amri yang syar’I yang wajib ditaati, dan haram melepaskan ketaatan darinya. Kita wajib menasehati mereka, mengontrol dan mengkrtiknya jika mereka mengabaikan hokum Islam dan menyalahinya.
- Waliyul Amri tidak syar’I yang tidak wajib untuk ditaati. Boleh melepaskan ketaatan darinya secara politik tapi tidak boleh memeranginya dengan senjata. Dan wajib mengkritiknya dengan keras secara politik. Untuk memperjelas permasalahan ulil amri ini kita harus mengetahui sifat-sifat ulil amri secara syar’I dan shighat baiat yang harus memenuhi tiga criteria:
- Seorang pemimpin (ulil amri) haruslah seorang muslim, laki-laki, merdeka, berakal, baligh, adil serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas waliyul amri.
- Dia di baiat oleh umat dengan baiat syar’I yang benar untuk melaksanakan kitabullah dan sunnah Rasulullah saw.
- Langsung menerapkan hokum-hukum Islam secara menyeleuruh tanpa di tunda-tunda.
Untuk itu tiga perkara ini tidak ada pada diri para penguasa hari ini seperti Qadhafi, Basyir, Asad bin Ali, Mubarak, Ali Shalih, keluarga Suud dan para penguasa teluk, Irak, Syam, Ahmad Nejad, Zardari, Erdogan, Muhammad Saadis dan para penguasa Asia tengah dan lainya secara mutlak.
Mereka semuanya adalah para penguasa yang tidak syar’i. mereka berhukum dengan demokrasi system kufur bukan dari Islam. Tidak terdapat satupun nash syar’I dalam semua kitab-kitab hadist yang membolehkan system demokrasi, republic maupun kerajaan, semuanya itu adalah diharamkan dalam Islam. Islam telah membatasi bentuk system pemerintahan dengan system khilafah satu bagi seluruh kaum muslim tidak tersekat-sekat dengan perbatasan sebagaimana yang dinyatakan oleh perjanjian Skyspicot yang telah menjadikan umat Islam terpecah-pecah dalam lebih dari 50 negara.
Umat Islam pernah bersatu dan harus slalu bersatu dalam kesatuan Khilafah, sebagaimana firman Alloh SWT
(وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah semuanya dan janganlah bercerai-berai (QS. Ali Imran [3]:101)
(Dan sungguh saya sangat heran dengan para ulama dari jenis kedua ini beserta para pengikutnya. Mereka terikat dengan hokum-hukum Islam dalam urusan pribadi mereka namun bagaimana bisa mereka menganggap para penguasa hari ini adalah ulil amri yang wajib ditaati dan haram melepaskan ketaatan dari mereka padahal mereka mengetahuinya):
- System republic dan kerajaan yang ada hari ini adalah bukan berasal dari Islam. Mayoritas hokum dalam sistem tersebut bersandar pada undang-undang yang kufur yang diharamkan secara tegas oleh Allah SWT untuk berhukum dengannya.
(إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
System ini menjadikan demokrasi sebagai system pengatur urusan-urusan manusia. Padahal demokrasi merupakan system kufur yang diharamkan untuk diambil, diterapkan dan didakwahkan. Karena menjadikan manusia sebagai pembuat hokum (Musyari’). Padahal Musyari’ dalam Islam hanyalah Allah swt semata.
- System yang ada sesungguhnya mempraktekan pemilu-pemilu yang diingkari oleh para ulama dan para pegikutnya karena pemilu-pemilu tersebut dilaksanakan berdasarkan asas demokrasi yang kufur. Para ulama tidak meyakini demokrasi dan perundangan buatan manusia juga mengingkari pemilu-pemilu demokratis. Mereka pun tidak samasekali membaiat penguasa dengan baiat syar’I untuk menjadi khalifah kaum muslim. Lalu bagaimana bisa mereka berpandangan bahwa para penguasa itu sebagai ulil amri yang sah secara syar’I dan wajib ditaati dan haram untuk diingkari. Sungguh ini merupakan kebohongan terhadap Alloh dan hamba-hambaNya. Alloh SWT berfirman:
(فَنَجْعَل لَّعْنَةُ اللّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ )
“Maka laknat Alloh atas para pembohong” (QS.
Mengatakan bahwa para penguasa itu adalah ulil amri syar’I adalah kesaksian yang palsu. Maka bertaqwalah anda kepada Alloh dengan sebenar-benarnya taqwa dan bekerjalah bersama orang-orang yang ikhlas untuk menegakkan syariah Alloh dan menerapkan Islam dan berhukum dengan al Quran dan as Sunnah dalam segala urusan kehidupan, Negara dan masyarakat. Wahai para ulama, permisalan mereka adalah:
مالكم كيف تحكمون أم لكم كتاب غير القرآن تدرسون؟
Mengapa kalian ini, bagaimana kalian berhukum, apakah kalian memiliki kitab selain al Quran yang kalian pelajari?
Kelompok ulama kedua adalah mereka yang mendukung sepenuhnya revolusi untuk mendirikan pemerintahan yang sekuler demokratis. Mereka berupaya merubah ikon-ikon system dengan meminta bantuan Amerika, Eropa untuk melengserkan penguasa. Mereka mengintesifkan pertemuan dengan para duta besar Negara-negara tersebut di Negari-negeri mereka.
Mereka menyerukan pembentukan Negara demokrasi-sekuler yang di ridhoi Amerika dan Eropa. Mereka menjadi para penjaga undang-undang buatan manusia yanga ada dengan cara memolesnya bagian luarnya saja agar Nampak cantik tapi membiarkan substansinya tanpa ada perubahan. Mereka hanya berupaya melengserkan pemimpinnya saja (Ben Ali) atau pemimpin dan keluarganya (Mubarak dan Keluarganya) atau hanya menghapuskan kebengisannya saja seperti Qadhafi, al Asad dan Ali Shaleh dan lainnya.
Mereka berusaha mempercantik wajah buruk system sekuler dengan cara me-make-up nya agar Nampak seperti seorang gadis cantik padahal hakikatnya hanyalah perempuan tua renta yang tidak mampu berjalan kecuali dengan bantuan tongkat hingga akhirnya jatuh tersungkur.
Kami ingin mengatakan pada mereka, “anda menginginkan perubahan, dan inilah memang yang diinginkan, kami pun merindukan perubahan. Namun, seharusnya anda melakukan perubahan hakiki dengan merubah system seluruhnya. Hapuslah system kerajaan dan republic yang ada dengan menghapus perundangan, panji-panji dan symbol-simbolnya …. Gantilah dengan system Khilafah Islamiyah yang didasarkan pada manhaj Rasululloh saw yang berhukum dengan apa yang syariatkan dan diturunkan Allah SWT. Alloh SWT berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Hukum siapa yang palik baik dari hokum Alloh bagi kaum yang meyakini” (QS.
Dan kami ingin mengatakan pada mereka bahwa Negara sipil yang kalian inginkan sangatlah naïf. Kalian seolah ingin membangun surga di dunia dengan membentuk pemerintahan sipil yang boleh saja di pimpin seorang muslim, Yahudi maupun Nasrani. Maka sangat mungkin pemimpin Mesir yang akan datang seorang Qibthi, lalu apakah orang-orang Islam akan rela dengan hal itu?
Negara sipil beserta undang-undangnya dan segala peratuaran yang dibuat manusia sesungguhnya adalah Negara sekuler-demokratis. Sedangkan sekuler adalah kufur, demokrasi juga kufur, haram untuk diambil, diterapkan dan didakwahkan. Ide-idenya diimpor dari Barat. Merupakan system yang dimurkai Alloh SWT tidak ridho padanya kecuali Barat untuk menjadikan kita terus menerus mengikuti hukum mereka dalam seluruh urusan kehidupan kita.
Bagi para penyeru Negara sipil yang dipimpin oleh al Gunusyi kami ingin katakan pada mereka “Adakah kebaikan memerangi pemahaman Islam dan pemikiran Khilafah Islamiyah yang merupakan Negara nomer satu yang tertandingi selama berabad-abad?
Dan kami katakan kepada Qordhawi yang berpidato di Lapangan Tahrir di antara 3 juta muslim, hendaknya anda mengatakan kepada mereka:” Kalianlah yang akan mendirikan Khilafah!” Sebagaimana perkataan al Ali ar Robaani Aa Syamsudin kepada Muhammad al Fatih,”Engkaulah pembebas Konstantinopel!” Maka ia pun membebaskannya”
Bagaimana mungkin Negara sipil sekuler yang pemikirannya kufur memiliki rujukan dalam Islam?
Bagaimana mungkin kita mencampurkan emas dengan kotoran? Menyatukan cahaya dengan kegelapan, kebaikan dengan keburukan, yang hak dan yang bathil?
Wajib bagi kami mengingatkan kalian dan kalian pun sudah mengatahui apa yang akan kami katakan,”Sesungguhnya menegakkan Khilafah dan usaha untuk menegakkannya adalah wajib, bahkan ia merupakan puncak kewajiban. Khilafah akan menyelesaikan seluruh perrmasalahan dunia. Tidak ada satupun ideology di dunia yang menjamin hak-hak non-muslim sebagaimana jaminan yang diberikan oleh Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sejarah menjadi saksi atas hal itu. Negara khilafah adalah Negara yang membuat Alloh Ridha dan membuat marah Negara-negara Barat. Allohlah yang menciptakan surge dan neraka. Sedangkan Barat bukanlah pemilik Surga dan neraka. Ya, Wahai Qordhawi sadarilah apa yang telah berlalu, anda sekarang ada di akhir umur anda, anda masih memiliki kesempatan, gunakanlah kesempatan itu sebelum hilang”.
Kelompok ulama ketiga adalah para ulama yang mukhlis bekerja untuk menegakkan khilafah Islamiyah. Mereka menginginkan revolusi berjalan dalam jalan yang benar yang mengarah pada tegaknya Khilafah dan penerapan Islam. Karena yang melakukan revolusi dan mengorbankan darah mereka adalah muslim bukan orang-orang kafir. Maka dari itu, perubahan hakiki adalah mengarahkan revolusi pada tegaknya Khilafah dan diterapkannya Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan mewujudkan opini umum yang luas tentang Khilafah yang lahir dari kesadaran umum, kemudian Ahlul Quwah membantu agama ini dan menggulingkan system yang ada dan menyerahkan kekuasaan pada orang-orang yang mukhlis dan mereka focus mengikuti ulama-ulama mukhlis tersebut. Mereka adalah para ulama Hizbut Tahrir yang bekerja siang malam demi tegaknya Khilafah.
Bagi mereka kami ingin mengatakan:”Kami mendukung kalian, lipat gandakanlah kesungguhan kalian, perbanyaklah memohon kepada Tuhan kalian agar segera menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian. Bekerjalah karena sesunggihnya kalian akan ditolong dengan janji Alloh. Alloh SWT berfirman:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Kami sungguh akan benar-benar menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan hari didatangkannya para saksi” (QS.
Sebagaimana juga para ulama selain hizbut Tahrir mereka membicarakan Khilafah ditengah-tengah revolusi sebagaimana dilakukan oleh As Syaikh Abdul Majid al Zandani di lapangan Tahrir di Shan’a Ibukota Yaman pada tanggal 8/3/2011, beliau berkata,”Sesungguhnya Khilafah telah dating” yang disambut Takbir para jamaah.
Kami sampaikan kepada beliau dan para ulama semisalnya bergabunglah dengan aktivitas Hizbut Tahrir yang memiliki manhaj yang sempurna, konstitusi Khilafah yang siap diterapkan jika khilafah berdiri. Hendaknya kalian dan para pengikut kalian bekerja bersama Hizbut Tahrir untuk kemenangan bersama meraih kebahagian di dunia dan akhirat. Kita semua mengetahui bahwa Majlis peralihan dan Negara sipil bukanlah solusi. Demikian juga system republic dan segala konstitusi yang ada padanya keberadaannya bukanlah solusi. Solusi satu-satunya hanyalah penerapan Syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah satu bagi seluruh kaum muslim di dunia.
Khilafah adalah kewajiban dari Tuhan kalian. Dia yang memuliakan kalian, menghinakan musuh kalian dan membebaskan tanah negeri kalian. Khilafah merupakan menara kebaikan dan keadailan di seperempat bumi.
(قال تعالى: (وَاتَّقُواْ يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
Oleh : Gus Junaidi Ath-Thayyiby