Rok Mini Dan Kekerasan Seksual



Voa-Khilafah.co.cc - Setiap 2 Oktober diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan. Salah satu isu menarik yang tak henti diperbincangkan adalah kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual. Ambil contoh terjadinya pemerkosaan di angkutan umum belakangan ini.


Dari sana muncul perdebatan: apakah perempuan atau lelaki yang salah? Para lelaki umumnya bilang begini:"Lihat aurat merangsang, ya jelas saja nafsu. Kita kan laki-laki normal. Ibarat kucing, disodori ikan, mana nolak?" Lantas kaum perempuan dengan sengit membela diri: "Dasar otak ngeres, lihat barang mulus langsung nafsu. Benahi otakmu, jangan cara berpakaian kami diatur-atur."


Demikianlah, tak heran bila kritik Gubernur DKI Fauzi Bowo soal rok mini pun menuai kontroversi. Seolah menantang, dengan rok mininya para perempuan pro kebebasan mendemo Fauzi Bowo. "Jangan Salahkan Baju Kami, Hukum Pemerkosa", "Tubuhku Tidak Porno, yang Porno Otakmu", "Jangan Salahkan Bajuku, Salahkan Pemerkosa" dan "Pemerkosa = Foke You". Begitu proses mereka.


Aktivis Perempuan Menolak Pemerkosaan, Tunggal Pawestri mengatakan, pemerkosaan bukan karena rok mini, namun lebih karena jaminan keamanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat minim. "Selain itu, hukum bagi pelaku pemerkosaan tidak menimbulkan ada efek jera” ujarnya.


Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Neng Dara Affiah tak kalah argument pemerkosaan terjadi karena cara pandang yang salah, bukan karena cara berpakaian korban. "Pernyataan itu termasuk kekerasan verbal bagi perempuan," kata Neng seraya menilai pernyataan itu tidak layak diucapkan pejabat publik.


Otak Ngeres Vs Aurat


Mencari sumber terjadinya perkosaan, ibarat mempertanyakan: duluan telur atau ayam? Namun sejatinya itu sangat mudah dijawab. Ingat, hubungan seksual—dengan atau tanpa kekerasan—terjadi antara laki-laki dan perempuan. Jadi, keduanya sama-¬sama punya kontribusi, baik langsung maupun tidak.


Jika laki-laki yang disalahkan atas terjadinya kekerasan seksual, itu memang fakta tak terbantahkan. Pemerkosa adalah pria bejat, lemah iman, tidak takut Sang Pencipta, hanya menghendaki kenikmatan sesaat, tidak menghargai perempuan dan tidak takut neraka. Jadi, kalau ingin laki-laki di dunia ini tidak menjadi pemerkosa, terlebih dia Muslim, benahilah keimanannya, pola pikirnya.


Pahamkan dengan hukum-hukum perbuatan dan halal-haram. Insya Allah, jika iman menjadi pondasi setiap perbuatannya, meski di hadapannya disuguhi pemandangan yang membangkitkan syahwat, akan terjaga kemaluannya. Ia hanya akan memenuhi hasratnya dengan perempuan yang dihalalkannya. Persis kisah Nabi Yusuf yang tak tergoda rayuan Zulaikha.


Sebaliknya jika perempuan yang dituduh sebagai pemicu syahwat, hendaknya perempuan introspeksi. Jangan merasa tertuduh. Faktanya memang begitu. Perempuan perlu memahami bahwa hampir seluruh bagian tubuhnya memiliki daya tarik seksual bagi lawan jenisnya.


Ada yang melihat betis saja sudah ngiler, apalagi di atas betis. Ada yang melihat leher saja sudah nafsu, apalagi di bawah leher.Tak heran bila ada ungkapan "bagaimana angka perkosaan tidak semakin tinggi jika rok Nona juga semakin tinggi?"


Mungkin perempuan kembali ngeyel, "ada kok yang sudah menutup aurat, tetap diperkosa?" Itu terjadi, karena nafsu syahwat tidak serta-merta muncul oleh rangsangan dari korban. Pemerkosa itu, bisa jadi sebelumnya telah terangsang oleh aurat perempuan lain, melihat gambar porno, nonton blue film, tarian erotis, dll.


Artinya, perempuan yang mengumbar aurat, tanpa dia sadari, telah "membuka" kesempatan pada pemerkosa hingga mengancam perempuan lain yang sudah melindungi dirinya dengan menutup aurat.


Jadi, sekali lagi, keindahan tubuh perempuan memang memicu syahwat laki-laki. Tak perlu marah, karena itu fakta. Bahkan, itu adalah qodho (ketetapan) dari Allah SWT. Maka, anjuran agar perempuan menjaga auratnya, tidak mengenakan busana yang merangsang, adalah wajar belaka.


Bahkan sudah selayaknya itu menjadi sebuah kewajiban, khususnya bagi Muslimah. Itu sebabnya Allah SWT sampai "harus" mengatur-atur urusan pakaian, yang dalam timbangan sekulerisme dianggap intervensi atas hak asasi manusia (perempuan).


Aturan itu akan menjadi jaminan keamanan bagi kaum perempuan dan juga laki-laki agar nafsunya tidak bangkit secara liar—jika diterapkan dalam Skala sistem. Artinya, memang dibutuhkan peran negara untuk "mengatur" penampilan. Jangan dikira ini perkara remeh-temeh. Ini adalah salah satu bentuk jaminan keamanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.


Allah SWT berfirman: ‘Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu’. (TQS Al Ahzab [33]:59).


Jadi, kenapa harus marah rok mini dikritik? Katanya mau aman, ogah diperkosa, tapi diatur agar aman tak mau.


Arab Vs Khilafah


Maraknya kekerasan seksual yang menimbulkan korban para perempuan, tak lepas dari diterapkannya ideologi sekuler, yang memisahkan agama dan kehidupan. Dalam paradigma ini, kebebasan individu harus diutamakan. Kebebasan ini bahkan berkembang sangat liar, terutama soal tata berpakaian.


Dalam filosofi sekuler, pakaian yang bagus adalah yang mampu mempercantik/mempertampan seseorang. Karena itu, pakaian harus mampu menonjolkan kelebihan tubuh pemakainya. Perempuan (juga laki-laki) pun bebas tampil memenuhi segala imajinasi mereka. Rok mini, kemben, legging, hot pant, gaun transparan, bikini atau apapun yang dikenakan di tempat umum, tak boleh dilarang. Sampai-sampai ada busana dari daun, kertas, daging, bahkan puting susu sapi. Na'udubillahi min zalik.


Nah, kebebasan cara berpakaian ini pun mencuatkan syahwat di mana-mana. Jika syahwat butuh pemenuhan, mereka pun bebas melampiaskan kepada siapa saja. Inilah akar masalah munculnya pemerkosaan. Kebebasan perempuan di satu sisi, harus dibayar mahal dengan berjatuhannya perempuan-perempuan lain –termasuk anak-anak—sebagai korban perkosaan. Ironisnya, pemerkosa tidak dihukum berat sehingga tak jera.


Karena itu, selama sistemnya masih sekuler, sulit menurunkan, atau bahkan menghapuskan angka perkosaan. Sulit menjaga aurat perempuan. Sulit mencegah pelampiasan nafsu secara liar. Sulit memberi jaminan pada perempuan khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
 

Karena itu, tidak ada cara lain kecuali menerapkan ideologi Islam dalam segala aspek kehidupan dalam naungan khilafah. Mungkin ada masyarakat yang ngeyel: "Di Arab saja perkosaan banyak" Jawabnya: Arab bukan negara Islam. Arab bukan khilafah. Arab bukan representasi penerapan syariah Islam secara kaffah. Lagipula, perlu lihat data, seberapa tingginya angka perkosaan di sana? Adakah lebih tinggi dibanding Amerika misalnya, atau bahkan Indonesia? Jelaslah, tak ada alasan untuk tidak menerapkan syariat Islam. Inilah satu-satunya peraturan yang mampu mengayomi masyarakat. Itu sudah dijamin Allah SWT dalam firman-Nya: "Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maidah [5]: 50). Wallahu'alam bi shawab.


(gm/voa-khilafah.co.cc)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers