Oleh Ferry Kisihandi
Pembuatan panduan perjalanan ini membimbing Muslim mengembangkan peta.
Pada mulanya adalah buku rute. Karya yang disusun pada masa Dinasti Abbasiyah itu terhimpun informasi rute-rute jalan. Tujuan awalnya, sekadar memudahkan para kurir mengirimkan pesan ke tempat tujuan. Dari sini, berkembanglah pemikiran baru untuk tak sekadar memuat nama jalan, tetapi juga tempat-tempat yang jauh dan asing serta lanskapnya, kemampuan produksi, dan aktivitas perdagangannya.
Selanjutnya, ini menjelma sebagai bidang tersendiri yang mengungkap beragam tempat dan memudahkan untuk mencapainya. Pada masa berikutnya, benda yang sarat dengan petunjuk itu lebih dikenal dengan peta. Ditopang dengan perkembangan astronomi dan matematika yang kian maju, pembuatan peta berubah menjadi cabang ilmu yang dihormati.
Geografi melengkapi modal ilmu yang mesti dibekal bagi seorang cendekiawan dalam menciptakan peta, yang menjadi penting setelah al-Khawarizmi, pakar geografi dan matematika, menyampaikan pemikiranpemikirannya. Buku terkenal miliknya, The Form of the Earth, menginspirasi banyak ilmuwan lainnya, baik yang ada di Baghdad, Irak, maupun Muslim di Andalusia (Spanyol).
Menurut Deputi Dirjen Institute of Islamic Understanding Malaysia (IKIM) Datuk Dr Syed Othman Alhabshi, dalam tulisannya Mapping the World, buku itu merupakan rujukan utama bagi ilmuwan setelah al-Khawarizmi untuk menganalisis dan merekam data geografis. Dengan demikian, selain banyak peta yang dibuat, kajian geografi juga semakin ramai diminati.
Setelah al-Khawarizmi berlalu, al-Razi, misalnya, mengompilasi data geografi Semenanjung Iberia dan ilmuwan masa berikutnya, Mohammed bin Yousef al-Warraq, menuliskan topografi Afrika Utara. Para pedagang Muslim Spanyol membawa pulang informasi perinci mengenai wilayah utara seperti Baltik dan para pakar geografi menyempurnakannya.
Salah satu sumber berharga adalah buku panduan berhaji, yang mulanya tersusun dengan mengandalkan cerita lisan mengenai rute-rute menuju Makkah dan Madinah dari berbagai tempat yang jaraknya sangat jauh. Akhirnya, itu dijadikan data tertulis yang diberikan kepada calon jamaah haji yang akan menuju Makkah dan Madinah dari seluruh wilayah kekuasaan Abbasiyah.
Hal tersebut menunjukkan bagaimana Muslim menginginkan kenyamanan perjalanan saudara Muslim dan selalu membuat rencana perjalanan. Muslim Spanyol juga memperoleh ide dari penyusunan atlas dunia oleh cendekiawan Muslim asal Maroko, al-Idrisi. Ia menikmati status terhormat di Istana Roger II di Palermo karena akurasi 70 peta yang ia susun, serta mengurai wilayah yang sebelumnya tak dikenal.
Al-Idrisi menggambarkan Benua Eropa, Asia, dan Afrika serta ekuator dua abad sebelum Marco Polo melakukannya. Bukan para cendekiawan saja, para pelancong Muslim profesional pun berkontribusi bagi perkembangan maraknya peta dan kajian geografi. Mereka mencatatkan seluruh perjalanannya secara perinci.
Menurut Othman, ilmuwan ternama dari Tunisia, Ibnu Batuttah, terkenal dengan motonya, Tidak pernah, jika mungkin, melewati satu jalan untuk kedua kalinya. Ia 50 tahun lebih muda dibandingkan Marco Polo, menempuh jarak sepanjang 75 ribu selama 30 tahun dengan menggunakan kuda, unta, berjalan kaki, serta kapal.
Tak hanya itu, Batuttah juga mengarungi beraneka jenis medan, termasuk Afrika Barat, di mana ia singgah di Timbuktu, Mali, dan Niger. Kelebihannya, ia tidak saja fokus pada soal geografi, tetapi juga mampu menguraikan dalam catatannya tentang kondisi ekonomi, politik, dan sosial tempat yang dilewatinya. Termasuk posisi perempuan dan persoalan agama, jelas Othman.
Bahkan, Batuttah mencicipi jabatan di sejumlah tempat. Di Delhi, ia ditunjuk sebagai kadi atau hakim. Selama 23 tahun dari hidupnya, ia memangku jabatan kadi di Fez, Maroko. Di sana pula ia menuliskan pengalaman perjalanannya. Menginjak abad 11, dua penulis Muslim mengumpulkan dan menggabungkan informasi dari para pendahulunya ke dalam bentuk yang lebih baik.
Pertama adalah al-Bakri, anak laki-laki gubernur Provinsi Huelua dan Saltes, yang juga seorang menteri penting di Istana Sevilla. Dia memegang wewenang dalam misi diplomatik. Di sela kesibukannya menjalankan tugas, ia rajin mengkaji ilmu pengetahuan dan literatur. Ia menulis karya geografi penting mengenai Semenanjung Arabia dan nama macam-macam tempat.
Kompilasi yang ia buat tersusun berurutan secara alfabet, di dalamnya mencakup nama desa, kota, lembah, dan monumen yang ia kutip dari hadis dan sejarah. Karya utama dia lainnya adalah ensiklopedi pengobatan dari seluruh dunia. Sosok kedua adalah Ibnu Jubair dari Valensia. Dia sekretaris gubernur Granada dan terbiasa merekam perjalanannya ke Makkah dalam bentuk jurnal.
Ketertarikan Ibnu Baitar terhadap tanaman untuk obat-obat herbal, menuntunnya menjelajahi setiap sudut Semenanjung Peninsula dan Maroko. Dengan ketekunannya, ia melahirkan kompendium tanaman obatobatan yang membantu banyak ahli farmasi dunia. Sebut juga nama Ibnu Khaldun, yang tersohor lewat buku-buku di bidang sosiologi, ekonomi, perdagangan, sejarah, filsafat, politik, dan antropologi.
Pada volume I al-Muqaddimah, ia memerinci mengenai masyarakat Islam dengan merujuk pada perbandingan budaya.
MENGARUNGI LAUT LEWAT JALUR AMAN
Oleh Ferry Kisihandi
Laut merupakan salah satu medan yang dilalui Muslim saat melakukan perjalanan. Kitab-i-Bahriye atau A Book on Maritime Matters merupakan salah satu panduan terkenal untuk mengarungi lautan, yang dibuat oleh Piri Reis, seorang laksamana Turki Usmani dan juga kartografer. Peta pantai dalam skala besar melengkapi pembahasan perjalanan laut yang dilaluinya.
Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa Reis berhasil menggabungkan teks dan gambar dengan baik, memberikan banyak manfaat bagi mereka yang memanfaatkan petanya. Versi kedua berangka 1526, terdapat sekitar 200 peta berskala besar. Untuk menarik perhatian, Sultan Suleyman yang memerintah pada 1520 hingga 1566, dia menyajikan petanya secara cantik.
Ia juga membubuhi buku petanya itu dengan data-data historis dan kejadian personal yang dialaminya saat meng -arungi lautan. Hal paling penting dalam bukunya adalah banyak arah yang ia gambarkan agar dengan selamat melalui laut di Aegean, Adriatik, dan Mediterania. Ia menekankan kecermatan dan ketelitian dalam peta yang ia gambar.
Selama hampir dua abad, peta ini membantu para pelaut berlayar dengan selamat di lautan terbuka Mediterania, Aegean, dan Laut Hitam, bahkan ke pantai timur Atlantik. Sebagian besar pelaut tetap menyusuri jalur-jalur aman yang pernah dilalui oleh Reis.